Pada tahun 2019, program Kang Pisman (Kurang, Pisahkan, dan Manfaatkan) diperkenalkan oleh Wali Kota Bandung Oded M Danial untuk mengentaskan permasalahan sampah yang ada di Kota Bandung. "Kurangi" sampah berarti warga diharapkan memiliki kesadaran untuk menggunakan kembali barang-barang yang masih bisa digunakan. Seperti botol bekas, kertas bekas, atau barang lainnya yang masih bisa digunakan kembali maka tidak dibuang terlebih dahulu.
"Pisahkan" sampah berarti warga Kota Bandung diharapkan memiliki kesadaran untuk memisah sampahnya ketika membuang sampah. Sementara "manfaatkan" sampah bisa dilakukan dengan mengolah sampah organik seperti sisa makanan, daun dan ranting dengan biopori.
Salah satu tujuan dari program ini adalah mendorong pertumbuhan bank sampah baru di Kota Bandung. Bank sampah sendiri menjadi fokus bagian "pisahkan" di kalangan masyarakat agar masyarakat sadar akan pentingnya memilah sampah. Masyarakat diajak untuk memisahkan sampah sebelumnya dan mendapatkan insentif berupa uang atau barang. Namun, setelah 5 tahun berjalannya program ini, apakah bank sampah sudah dikenal oleh masyarakat secara masif?
Sepanjang berjalannya program Kang Pisman, menurut laman resmi Kota Bandung, hanya terdapat tiga Bank Sampah Induk yang ada di Kota Bandung. Sedangkan bank sampah unit binaan Bank Sampah Induk terletak di 754 titik yang tersebar di 30 kelurahan di Kota Bandung. Namun, Bank Sampah Unit tidak buka setiap hari seperti Bank Sampah Induk. Bank Sampah Unit hanya dibuka insidental, satu minggu sekali, atau dua minggu sekali setiap bulannya. Menurut Direktur Bank Sampah Induk Elis, tidak ada waktu pasti dibukanya Bank Sampah Unit.
Jumlah Bank Sampah yang ada di Kota Bandung terbilang sedikit jika dibandingkan dengan lamanya waktu sejak dikampanyekannya prorgam Kang Pisman. Pasalnya, masih banyak sampah-sampah berserakan yang di jalanan maupun sungai di Kota Bandung dan masih banyak pula sampah organik dan anorganik yang pada akhirnya tercampur di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Padahal, menurut Anggota Komisi C DPRD Kota Bandung Uung Tanuwidjaja dalam wawancara mengatakan bank sampah dapat menjadi salah satu faktor pendukung program Kang Pisman agar dapat berjalan lebih lancar. Dengan adanya bank sampah, masyarakat dapat lebih mudah untuk menentukan ke mana akhirnya sampah mereka harus dibuang.
Hal ini juga dipengaruhi oleh kurangnya kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah rumah tangga. Banyak masyarakat yang menyepelekan pemilahan sampah organik dan anorganik. Tidak sedikit dari mereka yang masih menganggap bahwa membuang sampah secara terpisah berujung sia-sia karena berakhir tercampur di TPA. Padahal, jika masyarakat diberi edukasi mengenai bank sampah, jumlah timbulan sampah yang ada di TPA tidak akan membeludak.
Kesadaran masyarakat dalam memilah sampah harus ditingkatkan dengan cara melakukan edukasi. Edukasi ini dapat dilakukan mulai dari tingkat RT, RW, kecamatan, desa, hingga tingkat kelurahan. Pemerintah melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dapat mengedukasi masyarakat untuk memilah sampah sebelum dibuang dan mensosialisasikan program bank sampah. Gunanya, agar masyarakat lebih merasa tersentuh dan membuka mata akan adanya bank sampah di lingkungan sekitarnya.
Luas bangunan Bank Sampah Induk juga perlu ditingkatkan agar kuota penerimaan tabungan dari masyarakat dapat bertambah. Karena menurut Direktur Bank Sampah Induk Elis jumlah sampah yang diterima oleh Bank Sampah Induk mencapai 2.000 ton per hari. Elis juga mengungkapkan bahwa luas bangunan Bank Sampah Induk Coblong terbilang sempit untuk menerima sampah dengan jumlah tersebut. Jumlah sampah tersebut merupakan sampah yang diterima dari Bank Sampah Unit dan masyarakat sekitar. Jika luas bangunan Bank Sampah Induk ditingkatkan, kapasitas sampah anorganik yang dapat ditampung di Bank Sampah Induk pun lebih banyak.
Selain itu, sistem pembuangan sampah di Kota Bandung masih perlu diperbaiki agar bank sampah dapat berjalan secara optimal. Mulai dari pengangkutan hingga pembuangan akhir. Pemerintah harus menegaskan masyarakat untuk memilah sampah sebelum benar-benar membuangnya. Sanksi atau hukuman bagi masyarakat yang tidak memilah sampah juga dapat diterapkan, seperti memberi denda atau hukuman lainnya yang membuat masyarakat jera.
Pengangkutan sampah yang berakhir di TPA harus menjadi perhatian lebih bagi pemerintah. Sebab tak sedikit dari masyarakat sudah memisahkan sampah yang akan dibuang, namun karena minimnya jumlah Bank Sampah Unit yang ada di lingkungan sekitar, akhirnya sampah berujung dibuang ke TPA. Selama proses pengangkutan sampah, petugas yang mengangkut tidak memperhatikan apakah sampah tersebut dibuang secara terpisah atau tidak.
Permasalahan sampah di Kota Bandung harus diatasi dari hulu ke hilir secara menyeluruh. Karena, jika salah satunya tidak diatasi, maka akan terjadi ketidakseimbangan dalam penanganan sampah. Hal ini dapat dimulai dari yang terkecil, seperti membuang sampah pada tempatnya dan memilah sampah organik dan anorganik.