Lihat ke Halaman Asli

Madurasmaradana

Diperbarui: 6 Januari 2017   14:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Subuh menguncup di kotak jendela ketika sitti menutup doa
Terbang bersama dingin yang deras di ujung kelopak mata
Sampaikah ia pada dulla, lanceng berhati surga?
Hampir setiap menyentuh sellok soca mêra, sitti mengeja dulla
Duh, taresna yang tugur di hati menjemakkan alamat-alamat dan amsal
Kerrong kehidupan rekah fajar
Pada dulla, sitti punya kasih. Dijaganya doa hingga harapan jumpa
Pada kitab kehidupan siang-malam.
Di pesantren manakah dulla melayari hati dan surga?
Dalam puluhan panen tembakau, dulla belum bertanda

Shubuh telah pulas dalam sangkarnya. Semerbak dhuha mencium kaki langit
Tersiar angin rusuh dari segala penjuru
Satu-dua duka pelan-pelan menyeret sitti ke arah gelombang paling mala
Tapi beruntung, alif tegak mencagak hatinya. Ba tengadah menahan sukma
Sitti berserah, o, pasrah—dulla datang dengan wajah hampa
Epitaf yang mengekalkan airmata. Kosong abadi. Sitti melepas hatinya
Tanah kita mengenang asmara, sitti menghirup lagi bisik dulla. Ia sempurnakan duka.
Madura 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline