Lihat ke Halaman Asli

[HUT RTC] Bus Surabaya-Pasuruan

Diperbarui: 18 Maret 2016   02:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Minggu ketiga (terinspirasi lagu)

 

Siang terik dalam bus Surabaya-Pasuruan. Bocah kurus menggendong manja gitar kemplungnya. Nyanyikan duka menyayat sukma. Di telinga tuan-tuan mulutnya menghamba, o, menghamba!

"Bocah itu bukan budi, bang," kataku berbisik, "anak kecil yang pernah kausaksikan menggigil. Menahan dingin tanpa jas hujan. Di simpang jalan Tugu Pancoran. Bocah yang suaranya cempreng-melengking itu tak tahu apa Tugu Pancoran. Tapi dia hapal perihnya hidup di pinggiran. Dia dan Budi sama berkelahi dengan waktu. Lemah jari mereka terkepal sama dipaksa pecahkan karang."

"Lantas?" Kau membalas juga bisik.

"Ia semacam rupa bayang. Budi lain dari Budi yang pernah kau saksikan. Lahir dari pinggir jalan dan terminal dan perempatan. Merangkai mimpi sehabis memecah karang juga di bangku sekolahan. Tapi mereka tak serakah. tapi mereka tak setamak tikus yang kaukisahkan."

"Tikus kantor?"

Aku mengangguk, "Maaf aku menyebut Budi, bang. Sebab getir hidup di tanah ini telah melampaui. Duka dan suka sepertinya satu warna. Maaf aku mengingat Budi, bang. sebab orang-orang kita seperti telah lupa kalau mereka masa depan kita. Maaf aku menanyai Budi, bang. Apa kabar ia?"

Kau menerawang. Sekilas kutatap lekat pelupukmu yang mulai berair. Bus melaju kencang dalam diam kita...

Sidogiri, 2016

Terinspirasi oleh lagu Iwan Fals, Sore Tugu Pancoran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline