Lihat ke Halaman Asli

Mencari Wajah Tuhan

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14177727771002098503

Selalu ada cerita sepulang dari Jumatan. Kali ini materi khutbah yang disampaikan khatib amat mengusik pikiran saya. Tema besarnya menyoal siksaan Tuhan bagi para pendosa.

Sang khatib dengan menggebu-gebu menjelaskan secara rinci tentang siksaan neraka. Bahwa disana ada sebuah lembah yang mempunyai 70.000 jurang. Tiap jurang mempunyai 70.000 rumah, yang ditiap-tiap rumah itu terdapat 70.000 ular. Di dalam tiap ular (ini yang saya tidak mengerti) terdapat 70.000 kalajengking. Nah, kalajengking itu yang menggigit para pendosa.

Pokoknya, dari awal hingga akhir khutbah isinya mengenai kengerian-kengerian neraka. Lantas, seganas itukah Tuhan terhadap hambanya?

Memang sudah banyak sekali pembicaraan mengenai pemahaman manusia akan Tuhan dengan berbagai versinya. Dimulai sejak terusirnya Adam dari surga hingga kini orang-orang sibuk mencari surganya sendiri. Semuanya punya kekhasan tersendiri serta tingkatan pemahaman yang berbeda-beda.

Namun, setidaknya ada dua garis besar sajian manusia akan penggambaran Wajah Tuhan. Yang pertama menggambarkan wajah-Nya dengan sangat sangar. Seperti yang digambarkan khatib di atas tadi. Bahwa Ia memberi hukuman bagi yang ingkar, menyediakan azab, membuat bencana (?), dan lain sebagainya. Semuanya serba mengerikan.

Kita sudah sangat akrab dengan penggambaran seperti ini. Bahkan sejak kita dari kecil. Ironisnya penggambaran seperti ini justru datang dari orang-orang terdekat: orang tua, teman, guru, bahkan lingkungan. Tujuan mereka sederhana yakni agar kemauan (baca: perintah) mereka itu diikuti. Tuhan ditumbalkan demi, terkadang, sifat ketakmanusiaan mereka.

Mungkin, ini hanya teori nakal saya, inilah mengapa perilaku manusia beragama sekarang ini seringnya memunculkan wajah kekerasan. Mereka seolah mendapat pembenaran untuk berlaku demikian karena wajah Tuhan yang dikenalnya memang seperti itu. Dengan internalisasi nilai itu harus ada sekelompok manusia yang menerima azab dan hukuman dari-Nya. Singkatnya, harus ada yang masuk neraka.

Kelompok seperti ini cenderung tak ingin berbagi surga-Nya dengan yang lain. Jangankan dengan yang berbeda agama, dengan yang seagama pun mereka tak sudi tuk berbagi. Muncullah benih-benih intoleransi dimana-mana.

Berbeda dengan yang pertama, wajah Tuhan yang kedua tampil dengan penuh kelembutan. Bahwa Ia itu Mahapengasih, Mahapenyayang, Mahapemurah, Mahapemaaf, dan lain-lain. Singkatnya bahwa rahmat-Nya melampaui murka-Nya (sesuai dengan hadis Nabi yang saya tahu).

Dengan penggambaran ini diharapkan manusia dapat sebisa mungkin menyerap sifat-Nya yang mulia. Bila Tuhan itu Pemaaf, jadilah kamu (wahai manusia) pemaaf juga. Begitu seterusnya. Jadi manusia memandang tiap makhluk dengan penuh kasih sayang. Bukan dengan kekerasan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline