Lihat ke Halaman Asli

Huzelnuts dan Miss Brill

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

15.30 di musim panas, terik matahari sore bagaikan siang. Gadis manis ini bagaikan lebah tersengat semangatnya mengajakku bermain tenis di taman depan rumah. Tak kuasa membuatnya menekuk muka, ku amini saja kehendaknya. Walo masi harus menunggu buka puasa selama 6 jam lagi, toh bermain tenis bukan ide yang buruk. Waktu akan berlalu begitu cepat pikirku...
tapi baru 30 menit bermain, tak kuat rasanya ku berlari lagi hanya tuk sekedar mengambil bola. Gadis ini benar2 lincah dan pandai memainkan tekhnik-tekhnik yang diajarkan kakaknya. Aku? memegang bat tenis saja tak pernah kulakukan. Alhasil hanyalah bermain jemput bola ku menyebutnya. Dia melempar bola sedang aku bertugas menjuputinya. Ah, tak apalah demi senyum merekah di sudut bibirnya.
Rupanya, ia tak tahan hanya bermain jemput bola. Tak dapat lawan yang seimbang mungkin itu pikirnya. Serta merta ia menggaet tanganku dan mengajakku berjalan.

Wilhelminapark nama taman ini, diangkat dari nama salah satu ratu yang pernah berkuasa di negeri roda dua ini. Luasnya sebesar 2 [atau 3?] lapangan bola di bumi pertiwi. Salah satu penghasil oksigen terbanyak di kota Utrecht karena banyaknya pohon serta tanaman yang berada di dalamnya. Taman ini sepeti wahana bermain ato layaknya mall karena banyaknya orang datang melakukan berbagai macam aktivitas. Tak seberapa jauh kami melangkah, ada seorang ibu usia lanjut menarik perhatianku. Dia tak seperti orang Belanda kebanyakan. Wajahnya putih pucat, sepucat orang Polandia, gurat-gurat wajahnya menandakan bertahun-tahun asam garam kehidupan yang telah ia lalui.Dia terlihat asyik sekali memunguti sesuatu di bawah pohon.

Kupikir ia hanya mengambil barangnya yang jatuh. tak ada yang aneh dengan kegiatannya. Orang2pun hanya melihatnya sambil lalu. Sejenak aku melihatnya lagi, humm ia tak tampak seperti orang yang memunguti barangnya yang jatuh. Ia sedang memunguti sesuatu, sesuatu berwarna hijau dan terdapat 4 biji kecil di dalamnya. Apakah orang ini gila memunguti biji2an tak berharga yang dengan enteng selalu dilindas para pengayuh pedal. Gadisku tampaknya tau apa yang buatku penasaran, ia lalu mengambil salah satu biji yang keluar dari [so called] kelopaknya.

Dengan bahasa seadanya ia menjelaskan bahwa biji2an itu bisa dimakan, ah itu! itu dia alasannya. Wanita itu sedang "ngerambah" rupanya. Tak tahan akan rasa penasaranku aku bertanya padanya, apakah benar biji ini bisa dimakan. Ya, katanya. Kami menyebutnya huzelnut nak. Itulah pertemuan awalku dengan Huzelnut. Tak pernah kubayangkan biji yang selalu kulindas ini adalah hazelnut, nama kacang yang disamakan dengan warna mata seseorang. Serta menjadi salah satu judul lagu yang pernah dibawakan Klarkson.

Kalimat wanita tua berikuta ini lebih membuatku merasa terhenyak. sambil menepuk pundakku ia berkata "Nak, kau adalah orang pertama yang berbicara padaku sore ini. Orang-orang hanya lalu lalang saja dan melihat sekilas apa yang aku kerjakan. mereka menganggapnya kegiatan sampah."
"Tapi mevrouw aku hanya penasaran saja," elakku. "Ya, tapi aku suka jika ada orang yang ingin tau apa yang aku kerjakan. karena aku bisa berbagi pengalaman tentang huzelnut dengan mereka."

Tanpa diminta ia serta merta menjelaskan bagaimana cara memilih huzelnut yang baik. dari memilih kelopaknya hingga mana biji yang layak makan atau tidak. "Kau tau nak, bagi orang seumurku kegiatan ini berkah. karena lebih murah daripada fitness. Kau tak perlu bingung harus memakai baju apa dan harus membuat janji dengan instrukturmu. Kau bisa menggerakkan semua anggota badanmu dengan memunguti biji2an ini, dan sore cerah ini adalah berkah. Kau untung banyak karenanya, sehat kau raih dan sekantung hazelnut kau dapat.hahaha"
"Hanya dalam hitungan jam kau bisa mendapatkan sekilo huzelnut terbaik yang biasanya kau dapat dengan menukar beberapa Euro di ALbert Heijn."

Setelah agak lama ia menjelaskan dan berbasa basi dengan broken English dan sedikit tumbal salam Nederlandse di sana sini, aku pun minta pamit padanya. Sebelumnya ia menghadiahiku segenggam Hazelnut dari hasil panennya. Sebelum benar2 pergi ia tak lupa membuatku lebih tercengang lagi bahwa hasil panennya yang sekarang dan 2 hari sudah terkumpul sebanyak 4 kilo.

4 kilo! dihasilkan wanita tua itu. Sungguh prestasi luar biasa dengan jumlah yang besar untuk seorang wanita yang sudah masuk masa udzurnya dan tinggal menunggu maut menjemput. Aku maluu sekali, di usia lanjutnya ia masih ingin menjadikan hidupnya berharga. sedang aku? apa yang kuberbuat tuk sekedar mengisi kekosongan hidupku? pun, hanya kekosongan tak lebih aku tak mampu buatnya berharga. Aku dan wanita tua itu layaknya 2 pemuda serta miss Brill dalam cerita Miss Brill. Tapi, aku tertohok karena mendapati diriku menjadi miss Brill itu yang dihujat 2 pemuda karena menganggap ia tak ada gunanya dan hidupnya tak berharga.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline