Dalam konferensi pers, Menteri Kelautan dan Perikanan, Wahyu Sakti Trenggono menegaskan terdapat sekitar 16.000 kapal ikan yang menangkap ikan di perairan Indonesia tanpa izin (Media Indonesia, 11 Oktober 2022). Menteri merujuk pada jumlah kapal ikan di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang tercatat sekitar 22.000 unit.
Sementara yang memperoleh izin menangkap ikan melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) hanya sekitar 6.000 kapal. Pernyataan ini penting segera ditelusuri dan diklarifikasi. Bila data tersebut valid, berpotensi membuka kotak pandora baru, yang ujungnya bisa merombak rencana dan program perikanan yang sudah dicanangkan.
Episentrum Perikanan illegal?
Temuan data kapal ilegal tersebut bisa mengindikasikan beberapa hal krusial.
Pertama, Indonesia telah menjadi menjadi episentrum perikanan Ilegal dengan lebih 70% armada perikanan industrinya beroperasi tanpa izin. Padahal periode 2014-2019 lalu, Menteri Susi Pudjiastuti dan Satgas 115 yang dibentuk Presiden Jokowi, telah melakukan reformasi kebijakan dan tata kelola perikanan, dan berfokus memberantas Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUU Fishing).
Termasuk melakukan moratorium dan melarang ribuan kapal eks-asing beroperasi, merapikan tata kelola perikanan, mencegah ribuan kapal ikan asing melaut di Indonesia, bahkan meledakkan atau menenggelamkan ratusan kapal ikan ilegal. Meskipun saat itu belum sepenuhnya tuntas, namun peta, pola dan titik rawan IUU Fishing di Indonesia sudah benderang.
Dengan temuan data Menteri KKP bisa memicu stigma internasional yang dapat berpengaruh terhadap akses pasar global. Tuntutan buyers ikan saat ini semakin ketat, bukan pada kualitas dan harga ikan saja. Mereka juga menuntut proses perikanan yang ramah lingkungan, dapat ditelusuri (traceability) dan bebas dari praktek IUU Fishing.
Kedua, nilai produksi perikanan yang dilaporkan berpotensi bias. Rilis KKP menunjukkan total produksi perikanan tangkap dari laut tahun 2021 adalah 7,48 juta ton. Kalau hasil tangkapan dari 16.000 kapal ilegal termasuk dalam data tersebut, artinya ikan tangkapan Indonesia didominasi oleh hasil perikanan ilegal. Tapi kalau tidak, artinya banyak pelabuhan perikanan gelap yang tidak terdeteksi dan beroperasi selama ini.
Atau bisa juga, banyak kapal ikan menyelundupkan hasil tangkapannya langsung ke luar negeri. Hal ini sangat menguatirkan. Karena kalau dikalkulasi detail, bisa mengindikasikan adanya jutaan ton ikan yang tidak dilaporkan.
Tragisnya, tambahan hasil operasi 16.000 kapal ilegal tersebut bisa jadi referensi bahwa tangkapan ikan di Indonesia sudah melebihi ambang Total Allowable Catch (TAC) sekitar 8,6 juta ton per tahun dari Maximum Sustainable Yield (MSY) 12,01 juta ton per tahun yang ditetapkan KKP (Kepmen No 19/2022).