Waktu saya utarakan ke istri, dia bertanya biayanya. Tentu saja saya katakan biaya diambil dari anggaran rumah tangga. Dari mana lagi? Aneh pertanyaan ini. Dia diam sejenak. Dan menolak. Tidak! Oleh: Mochamad Yusuf* Sebenarnya sejak lama saya memendam keinginan kuliah lagi. Mungkin sekitar tahun 2005-an. Waktu itu entah kenapa, tiba-tiba terbersit keinginan kuliah lagi. Mungkin karena melihat beberapa teman dan adik kelas yang kuliah lagi. Saya ingin ambil S2 Komunikasi. Ilmu yang masih linier dengan S1 saya. Waktu saya utarakan ke istri, dia bertanya biayanya. Tentu saja saya katakan biaya diambil dari anggaran rumah tangga. Dari mana lagi? Aneh sekali pertanyaannya. Bukankah saat berumah tangga anggaran jadi satu? Betul, istri juga bekerja. Dia diam sejenak. Dan menolak. Tidak! Saya berargumen. Dan dia berargumen yang lebih masuk akal. Bahwa masih ada biaya besar yang dibutuhkan untuk menyicil rumah, biaya pendaftaran sekolahnya Zidan yang tahun depan masuk SD dan lain-lainnya. Tentu saja saya masih bisa berargumen. Tapi saya tahu istri keberatan kalau anggaran rumah tangga yang ditangani diotak-atik. Jadi selama saya menggunakan anggaran rumah tangga, restu tak akan diberikan. Daripada ramai, saya urungkan keinginan ini. Akhirnya keinginan ini saya kubur dalam-dalam. Sampai suatu ketika saya mendapat kesempatan menerbitkan buku di tahun 2009. Awalnya saya hanya ingin membuktikan bahwa saya bisa membuat buku. Sebagai seorang yang suka menulis pasti memiliki keinginan untuk menerbitkan buku. Tak ada tujuan lain dari punya buku sendiri ini. Hanya sekedar ingin punya buku dengan nama saya yang berada di rak-rak toko buku. Namun mungkin karena temanya yang menarik, “99 Jurus Sukses Mengembangkan Bisnis Lewat Internet,” buku ini lumayan bagus penjualannya. Bulan-bulan pertama penjualannya bisa mencapai lebih dari 500 buku per bulannya. Melihat kondisi seperti ini saya tentu saja gembira. Karena awalnya hanya ingin eksis sebagai penulis buku, kini malah kemudian dapat rejeki nomplok. Buku saya itu harganya Rp 45.000,00. Royaltinya 10%. Jadi setiap buku yang laku terjual, saya dapat uang sebesar Rp 4.500,00. Buku tersebut dicetak sebanyak 4.000 eksemplar. Jadi bisa ketahuan jumlah uang yang saya dapat kalau buku itu laku semua. Lalu buku kedua saya terbit. Buku ini dicetak lebih banyak lagi, 5000 eksemplar. Judulnya “Jurus Sakti Memberangus Virus pada Komputer, HP dan PDA.” Buku ini tak sesukses buku pertama. Namun yang membuat saya gembira, penjualan buku ini lumayan konstan per bulannya. Saya syukuri keadaan ini semua, karena dengan memiliki buku ini saya dapat tambahan dana di luar gaji. Tiba-tiba keinginan kuliah S2 ini seperti bangkit dari kubur. Lalu saya katakan kembali keinginan ini ke istri. Tentu saja timbul pertanyaan yang sama dengan yang dulu. “Biaya dari mana?” Kali ini saya punya jawaban jitu. Saya katakan, saya tak akan mengambil dari anggaran rumah tangga sedikitpun. Saya tak akan mengotak-atik anggaran. Tapi semuanya halal dan tak melenggar hukum (hehehe, supaya dia tak bertanya-tanya dan bikin ayem) Istri awalnya heran. Lalu saya katakan biaya kuliah S2 saya ambilkan dari penjualan buku. Royalty buku ini akan saya gunakan untuk biaya kuliah. Jawaban saya sungguh cespleng. Istri diam. Tak protes. Meski begitu, saya tetap meminta pengertiannya. Bukan masalah uang. Tapi masalah waktu bersama dengan keluarga khususnya di hari Minggu. Saya cuma minta waktu kebersamaan ini. Memang biasanya di hari itu kita jalan-jalan ke mall, rekreasi atau melakukan silaturahmi ke saudara/teman. Ini tak bisa dilakukan kalau kuliah nanti karena kuliahnya salah satunya di hari Minggu. Akhirnya saya mulai kuliah. Dan kuliah ini memang tak mengganggu anggaran rumah tangga. Bahkan sebenarnya royalti ini juga tak hanya untuk biaya kuliah saja, yang sebenarnya total bisa mencapai puluhan juta. Tapi juga buat beli HP (bahkan lebih dari 1 buah), USB modem, router, gadget lain bahkan laptop. Dan tentu saja juga untuk keperluan pendukung kuliah, seperti: peralatan tulis-menulis, uang makan dan buku. Alhamdulillah. Buku ini seakan jawaban dan pertolongan Allah untuk doa, niat dan keinginan saya kembali kuliah. Kuliah S2. Apakah dengan demikian saya juga memiliki keinginan kuliah lagi nanti? Kuliah S3? Entahlah. Cuma terbayang biayanya yang tak hanya puluhan juta tapi ratusan juta. Berapa buku yang harus saya buat? Hehehe. [PURI, 14/3/2012 siang] ~~~ Tulisan iseng ini hanya memperingati, ternyata saya bisa melewati juga keprihatinan babak II ini. Tujuan tulisan ini untuk memberi semangat anak-anak saya untuk selalu belajar. Semoga kelak Zidan dan Zelda membaca tulisan ini. Tulisan-tulisan tentang ini bisa anda ikuti di serial ‘Master of Facebook’. ~~~ *Mochamad Yusuf adalah magister komunikasi yang meneliti tentang Facebook. Karenanya dijuluki temannya sebagai Master of Facebook. Dia adalah online analis, pembicara publik, host radio, pengajar sekaligus praktisi TI. Aktif menulis dan beberapa bukunya telah terbit. Anda dapat mengikuti aktivitasnya di personal websitenya, http://yusuf.web.id atau di Facebooknya, http://facebook.com/mcd.yusuf.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H