Lihat ke Halaman Asli

Muhamad Yudi adi w

mahasiswa FPB UKSW SALATIGA

"Nyabuk Gunung", Gunung Kok Diberi Ikat Pinggang?

Diperbarui: 11 Agustus 2020   10:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pertanian merupakan suatu kegiatan manusia untuk proses produksi yang didasarkan atas pertumbuhan tanaman dan hewan dengan memanfaatkan lahan dan faktor lingkungan untuk menghasilkan bahan pangan, bahan industri, energi, dan lain-lain yang berguna bagi manusia.

Kearifan lokal menurut Caroline Nyamai-Kisia (2010) adalah sumber pengetahuan yang diselenggarakan dinamis, berkembang dan diteruskan oleh populasi tertentu yang terintegrasi dengan pemahaman mereka terhadap alam dan budaya sekitarnya.

Sedangkan menurut Sunaryo dan Laxman (2003). menjelaskan kearifan lokal merupakan pengetahuan lokal yang sudah demikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma dan budaya dan diekspresikan di dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam waktu yang cukup lama.

Nyabuk Gunung

Nyabuk gunung merupakan cara bercocok tanam dengan membuat teras sawah yang dibentuk menurut garis kontur. Cara ini banyak dilakukan di lereng bukit sumbing dan sindoro. Cara ini merupakan suatu bentuk konservasi lahan dalam bercocok tanam karena menurut garis kontur. Hal ini berbeda dengan yang banyak dilakukan di Dieng yang bercocok tanam dengan membuat teras yang memotong kontur sehingga mempermudah terjadinya longsor.

Nyabuk Gunung merupakan kearifan lokal masyarakat lereng Gunung Sumbing dan Sindoro pada bidang pertanian. Di dalam kegiatan nyabuk gunung, terdapat berbagai istilah dan makna yang berkaitan dengan sistem tanam tradisional.

Pertama, Larikan yaitu pengelolaan lahan searah kontur dengan pembuatan gundukan-gundukan tanah berupa undakan dan teras-teras horisontal. Kedua, Kotakan yaitu pengelolaan lahan dengan cara memetak-metak unit tertentu pada suatu lahan. Itsilah ini sama dengan terasering atau teras berundak.

Ketiga adalah Banjaran. Banjaran merupakan pengelolaan lahan dengan cara membuat gundukan tanah memanjang tegak lurus dengan kontur lereng sehingga bentuk gundukan tanah berbentuk vertikal. Keempat adalah Ledokan. Ledokan merupakan pengelolaan lahan dengan cara membuat kolam-kolam penahan air pada bagian terbawah suatu lahan pertanian.

Kelima adalah Nggalengi yang berasal dari kata Galengan yang memiliki arti sama dengan pematang. Sedangkan nggalengi diartikan sebagai upaya pengelolaan lahan oleh masyarakat dengan membentuk pematang-pematang yang dipatok oleh tanaman keras berupa pinus gunung, kopi maupun teh sebagai pembatas antarsa satu lahan dengan lahan lain serta peneduh bagi tanaman lain yang tidak bertahan panas.

Keenam adalah Bedengan. Bedengan merupakan istilah lazim yang digunakan masyarakat Desa yang berarti pembuatan teras-teras maupun gundukan tanah dengan penutup tanah berupa plastik-plastik.

Nyabuk gunung merupakan salah satu kegiatan kearifan local yang dimana menerapkan seperti pertanian berkelanjutan yang mana membuat lahan pertanian di lereng gunung sebagai lahan proses produksi pertanian dengan membentuk terasering yang dimana tujuan tersebut untuk menekan terjadinya tanah erosi di sekitar wilayah lereng tersebut, hal tersebut sangat mendukung untuk kelestarian alam dan juga sebagai bentuk untuk pemanfaatan lahan miring yang banyak di jumpai di Indonesia khusunya yang sering kita lihat yang sudah menerapkannya di daerah dieng dan juga di daerah bukit sumbing, di daerah tersebut mempertahankan beberapa pohon seperti tanaman kopi ataupun the sebagai bagian tepi di lahan tersebut untuk memeperkuat tanah yang di terasering dan juga sebagai pembatas antar lahan dan juga sebagai naungan bagi tanaman yang tidak kuat akan cahaya secara lebih.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline