Lihat ke Halaman Asli

Mita Karunia

Menulis untuk menyapa semesta

Tentang Harapan

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14191723651075273031

Tentang harapan. Semua orang pernah memilki harapan.Tentang harapan terbaik, tentang hasil dari sebuah usaha yang telah dilakukannya. Tentang harapan pada mimpi besar mereka supaya terwujud sesuai dengan yang diimpikan.

Ini ceritaku, ketika SMA. Tentang harapan dari mimpi dan keinginanku memberikan kado untuk orang tua. Tidak njelimet. Kado yang aku maksud adalah prestasi. Rasanya saat itu adalah kebetulan saja. Tiba-tiba aku ditawari oleh guruku untuk mengikuti sebuah perlombaan dan mewakili sekolah. Terkejut memang, kenapa harus aku? Entah kenapa rasanya tidak tertarik untuk menerima tawarannya. Guruku itu pintar. Dia berhasil membujukku dengan mengiming-imingi “kalau kamu menang nanti, kamu bisa pulang kampung percuma, lo. Ini soalnya, tingkat nasionalnya nanti, di Lombok NTB. Tempat asal kamu.” Katanya saat itu. Ah, siapa yang tidak mau kalau percuma, pikirku. Dan aku mengiyakan. “Pak, tapi saya tidak mengerti sama sekali tentang desain grafis.” Aku merasa bodoh saat itu. Bagaimana mungkin kamu langsung berhasil melakukan hal yang belum pernah kamu lakukan? Aku tidak peduli. Keinginanku memberikan kado untuk orang tuaku lebih besar, daripada kebodohanku.

Waktu yang tersisa satu bulan sampai tiba saatnya aku berperang. Aku latihan terus-menerus bersama guru pembimbingku. Ditambah latihan ekstra secara mandiri. Tidak lupa juga plus berdoa. Karena, aku percaya pada kekuatan doa yang pasti membantu.

Saatnya berperang! Aku hanya perlu melakukan yang terbaik dari yang kupunya. Setelah aku melakukan yang wajib aku lakukan, biarkan tangan Tuhan yang bekerja.

Saat pengumuman itu tiba. Aku mengharapkan yang terbaik. Dan... karyaku bersama namaku dipercayakan mendapat juara tiga. Sungguh di luar yang dibayangkan. Aku nyaris luruh. Namun, aku harus tetap bersyukur dan tetap tegar. Akan aku sampaikan kabar ini kepada orangtuaku. Sekaligus meminta maaf, anakmu ini belum bisa berhasil maksimal. Aku harus tetap menjaga api semangatku agar terus membara, bukannya padam. Untuk mewujudkan mimpi besarku dan memberikan kado (lagi) untuk kedua orang tuaku, disaat waktunya nanti.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline