Puncak kesulitan tertinggi yang benar - benar sulit dicapai oleh suporter sepak bola adalah menerima dengan ikhlas dan lapang dada akan hasil yang dipersembahkan oleh tim kesayangannya. Bahkan ketika tim kebanggannya menang sekalipun, tidak jarang kita melihat sebiji - dua biji suporter yang tidak puas dengan hasil yang dicapai oleh tim kesayangannya. Entah itu karena kemenangan yang didapat tidak sesuai ekspektasi - misalnya tidak menang besar, menjuarai suatu kompetisi dengan tertatih - tatih dan lain sebagainya. Kalau tidak menemukan wedus ireng dalam tim favorit sendiri, ya pasti mencari kesalahan tim rival sebagai alibi untuk tidak rendah hati dan merasa puas dengan kualitas tim kebanggan.
Belakangan ini, setelah timnas Indonesia memastikan diri lolos ke putaran ketiga kualifikasi piala dunia 2026, ramai di media sosial berbagai komentar berupa kritik pedas dan sindiran tak berdasar yang ditujukan kepada beberapa penggawa timnas, terutama setelah mereka menutup rangkaian pertandingan pada ronde kedua qualifikasi dengan kemenangan 2 : 0 atas Filipina.
Bukanya memberikan apresiasi setnggi - tingginya kepada setiap pemain, beberapa oknum netizen yang mengaku sebagai pecinta sepak bola malah tidak menunjukan rasa respect sama sekali. Laman media soaial yang memuat berita dan updetan seputar timnas dipenuhi oleh berbagai macam kritik pedas, sindiran, hujatan, baik secara blak - blakan maupun dengan gaya saraksme.
Marselino Ferdinand, adalah salah satu pemain timnas yang menjadi korban ketidakpuasan dari netizen cuti nalar dan pemilik cinta buta, cinta monyet, cinta sabun mandi dan cinta - cintaan palsu lainnya, yang mengaku sebagai pecinta sepak bola sejati namun sikapnaya kepada tim kesayangan sangat semu ; kalah dirundung, menangpun tetap dirundung. Ini lebih parah dari fans karbitan yang memiliki semboyan ; menang disanjung, kalah dirundung.
Hanya karena satu free kick yang dilakukan oleh Marselino pada saat itu tidak berbuah gol, mereka lalu melupakan seribu usaha dan pengorbanan yang ia dan timnya berikan pada saat - saat sebelumnya.
Seandainya saya ikut berkomentar disana, saya akan mengcounter dengan pertanyaan seperti ini ; Bagaimana jika tendangan yang dilakukan Marselino itu akhirnya berbuah gol ? Apakah orang yang saat ini nyinyir dan benci kepadanya akan berubah menyanjung dan mengapresiasi? Jika iya, seharusnya kita sah menyebut mereka sebagai suporter munafik. Sebelas - dua belas dengan fans karbitan musiman. Bahkan jauh di bawah itu.
Ya, sebab perilaku dan sikap seperti itu sama sekali tidak mencerminkan esensi dari kata cinta itu sendiri. Ketika sesorang berhasil memberikan yang terbaik, ia dipuji. Namun ketika ia gagal memuaskan ego kita, malah jadi dibenci. Jika hal semacam ini terus dibiarkan hidup dalam dunia sepak bola, terutama sepak bola Indonesia, maka jangan berharap banyak sepak bola Indonesia akan benar - benar mendunia. Sebab pada akhirnya mereka tidak hanya pandai berkomentar, tapi kelak merekalah yang akan menciptakan apa yang pernah saya dengar sebagai "sundulan pemecah rumah tangga". Sebuah rumah tangga yang dipenuhi semangat dan motivasi untuk terus mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional lewat sepak bola.
Bayanykan saja jika setiap pemain pada akahirnya akan beranggapan " ah, toh kalah jadi abu, menang jadi arang " alias baik mengalami kekalahan maupun kemenangan, sama - sama tidak bernilai di mata para fans. Pribahasa ini mungkin bermaksud lain, namun disini digunakan untuk berpendapat, bahwa sikap tidak respect yang ditunjukan oleh sebagian suporter timans yang belakangan mencolok, perlahan akan meredupkan semangat dan motivasi para pemain.
Perlu di ingat bahwa sepak bola itu adalah permainan tim. Dan sebuah tim bisa meraih kemenangan, tidak semata - mata ditentukan oleh skill atau permainan individu seorang pemain. Tapi kita juga harus ingat, bahwa sebaliknyapun sama. Suatu kekalahan atau hasil buruk yang diraih sebuah tim, bukan semata - mata dipengaruhi oleh suatu kesalahan satu - dua pemain. Ini yang tidak pernah dipahamai oleh sebagian dari mereka yang mengaku pecinta sepak bola sejati. Ketidakpahaman yang mendalam tentang hal sepele seperti ini, pada akhirnya melahirkan sikap yang tidak respect bahkan sampai timbul rasa benci.
Sebagai pecinta sepak bola yang sejati, mari kita apresiasi setiap usaha tim kesayangan, tanpa berfokus dengan hasil akhir yang mereka raih. Menang disyukuri, kalah tetap disemangati.
Kritik dan saran sah - sah saja, asalkan itu bersifat membangun yang bisa membentuk mereka menjadi lebih baik. Bukan malah membuat mereka merasa kecewa dengan sikap dan perilaku kita, para suporter. Bravo timnas...