Lihat ke Halaman Asli

Lala_mynotetrip

Terus berupaya menjadi diri sendiri

Simpan Rapi Kenanganmu

Diperbarui: 17 Januari 2020   15:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

Darah seketika mendidih melihat banyak foto terpajang penuh tawa dan bahagia, dua wajah ceria. Kalau bukan karena deadline aku menyesal iseng membuka laptop nya. "Betapa bahagianya mereka" gumam ku dalam hati sambil berusaha memegang kendali, apakah secuek ini sikap lelaki? Membiarkan kenangan masa lalu nya tersimpan rapi dibeberapa album galeri laptop. 

"Ini foto Yang dilumpur katanya foto waktu digarut, ko banyak foto sama ceweknya ya" pesan WA sengaja ku kirim dengan pertanyaan polos. Boom pesan pun masuk "belum sempat dihapus, maafkan ya. Hapus saja" ujar salah satu pesannya. Sebelum disuruh nyatanya aku sudah melakukan hal tersebut. Jemari gemetar setiap kali menghapus foto-foto kebersamaanya. 

Sial, rasa cemburu membuat jantung naik turun penuh emosi. Kepala nyeri dan dadak sesak. Aku belum sepenuhnya paham apa arti kenangan serta mantan karena aku tidak punya keduanya. Bertemu dan jatuh cinta sekali cukup. Dalam balutan sakral pernikahan, kenapa pria tidak pandai merapikan kenangan masa lampau? Jika sudah lupa kenapa tidak total dibuang? Lalu jika masih tersimpan, ada banyak prasangka yang membuat pikiran dan hati suuzhan.

Bukan wanita jika tidak merasa menggebu, namun dapat terkendali karena ada rasa maklum. Dicoba untuk tidak larut dalam kenangan orang lain. Berjiwa besar menerima bahwa ia punya kenangan manis yang lain sebelumnya. 

Ada banyak doa dan harapan, agar kenang itu musnah disapu kata delete yang tersedia di keyboard laptop. Semanis apapun masa itu, mereka hanya memainkan rasa tanpa ikatan sempurna dan sakral. 

"Akan ku pastikan kau tidak muncul dihadapan aku dan mas, walau sekali"  batin ku bergemuruh. Kesal menatap gadis yang tersenyum tanpa dosa. 

Kini percaya tetap aku coba pupuk dan semoga kelak berbuah nyata. 

Cinta terkadang harus memaklumi serta memaafkan, namun tidak menerima pembodohan. Logika harus tetap nyala diatas perasaan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline