Lihat ke Halaman Asli

Pendidikan vs Nonpendidikan

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hanya Sebuah Curhatan Mahasiswi Pendidikan

Aku hanyalah seorang mahasiswi yang berkuliah di kampus Hijau pencetak guru-guru Indonesia. Aku juga masih tidak terlalu mahir dalam ilmu keguruan, karena aku masihlah dalam proses pembelajaran. Aku hanyalah mahasiswi yang saat ini dibangku kuliah selalu dicekoki berbagai tugas yang menumpuk, namun aku yakin semua itu pastilah ada hikmahnya.

2 Mei, tentulah semua tau itu adalah hari Pendidikan Nasional atau hari kelahiran Bapak Pendidikan Nasional Indonesia. Sebelum hari itu tiba, sepertinya para mahasiswa/i terutama pendidikan sudah menyiapkan amunisi hebatnya untuk beraksi ke jalan. Yah tentulah di setiap aksi para agent of change terselip sebuah makna dan alasan tersirat mengapa mereka melakukan aksi tersebut. Aku bukanlah mahasiswi yang suka turun ke jalan (aksi / demo), karena apa aku tidak suka? tentulah aku punya alasan simple yang ada. Mungkin aku bukanlah seorang yang mahir me-manage waktu, atau aku bukanlah seorang yang tidak bisa mengkhianati amanah kedua orang tua ku untuk akademik dikampus. Tentulah setiap mahasiswa/i masih memiliki ingatan tentang fungsi dan perannya untuk Negara ini, tentu pulalah jika tidak ada tuntutan tugas yang menumpuk dari kampus banyak mahasiswa/i yang ingin turun ke jalan sepertiku. Ah sudahlah, hidup pilihan untuk seorang mahasiswa/i.

“Pendidikan sangatlah penting untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang hampir bobrok ini. Pendidikan identik dengan guru dan siswa.”

Akhir-akhir ini aku sempat merasakan hal yang mengguncang pikiran ku, aku sedih, kesal dan bercampur iri., hhmm itu semua karena satu hal dimana teman ku dari kelas Biologi murni sudah mengajar di bimbel, yah walaupun itu hanya bimbel yang katanya menghina guru di sekolah. Berawal di sebuah pertemuan sore, hanya sekedar kumpul-kumpul semata, aku dari Kelas Pendidikan Biologi dan teman-temanku dari Kelas Biologi Murni. Saat itu kami sedang berbincang mengenai kuliah, tiba-tiba terceletuk dari teman Kelas Biologi Murni sebut saja A yang bertanya ke teman sekelasnya sebut saja B.

A: cuy besok lu bisa datengkan ke acara itu?

B: kayaknya sih bisa, jam berapa dimulainya?

A: jam 1 sampai 5 sore di Daksinapati, yakin lu bisa? Bukannya lu ngajar?

A: ohiya gue ngajar, lah lu bukannya ngajaar juga?

Praaanggg aku pun tersentak mendengar kata ‘ngajar’. Yah bagaimana tidak, sudah 3,5 semester aku lewati sebagai mahasiswi pendidikan dengan beberapa bekal mata kuliah Dasar Kependidikan, namun tidak pernah aku merasakan mengajar di sebuah lembaga bimbingan belajar. Sedangkan mahasiswa/i dari kelas murni (tidak mendapat Mata Kuliah Dasar Kependidikan) sudah merasakan yang namanya ‘mengajar’ disebuah lembaga bimbingan belajar.

Kata salah satu dosen Kampus Hijau ku jika diajar dengan dosen yang dari murni misalkan dari kampus tersohor ITB dimana beliau (dosen yang ITB) tidak pernah merasakan MKDK jika diajar mereka seperti robot, iyah… jadi tuh jika kita diajar mereka, Cuma di kasih tugas-tugas,mengajar asal jadi saja, tidak mengikuti aturan untuk menjadikan siswa dari yang tidak tau menjadi tau, mengajar hanya asal mengajar bukan mendidik. Namun nyatanya dosen ku banyak yang berasal dari murni, yah walaupun terkadang merasa aneh dan tidak mengerti apa yang beliau jelaskan, berbeda sekali dengan dosen yang benar-benar dari pendidikan.

Sungguh aku bingung, haruskan kami yang dari pendidikan pindah ke jurusan murni untuk mendapatkan ilmu yang lebih seperti yang diajarkan di kelas murni, namun tidak diajarkan dasar-dasar kependidikan? Sesungguhnya di kelas murni tentulah mereka mendapatkan ilmu yang lebih dari pada kelas pendidikan, karena mata kuliah kami di kelas pendidikan lebih berbau kependidikan seperti Pengantar Ilmu Pendidikan, Psikologi Perkembangan, Teori Belajar dan Pembelajaran, Profesi Kependidikan, Metodologi Pengajaran, Perencanaan Pengelolaan dan Evaluasi Pembelajaran, Pembinaan Kompetensi Mengajar, dan Program Pengalaman Lapangan yang dijadikan mata kuliah wajib. Sedangkan kelas murni tentulah dengan mata kuliah wajibnya, namun ada yang tidak di dapat oleh kelas pendidikan seperti mata kuliah Biologi Konservasi. Dari delapan mata kuliah MKDK sudah 4 yang kujalani sampai semester 3 dan saat ini aku sedang mempelajari Metodologi Pengajaran disemester 4 ini. Lihatlah kami yang sekarang di semester 4 telah menjalani setengah dari MKDK namun masih ada yang belum mengajar, sedangkan kelas murni yang belum sama sekali mengemban MKDK mampu mengajar. Mungkin ini salah kami yang memberi peluang untuk kelas murni dapat mengajar walaupun hanya di lembaga bimbingan belajar, namun haruskah kami dari kelas pendidikan mengajar di sebuah bimbel tapi bersaing dengan kelas murni?

Hidup adalah perjuangan

Disini aku langsung berfikir sejenak, melihat kesalahan yang terjadi. Saat ini entah kenapa bimbel atau sekolah banyak yang menerima jasa mahasiswa/i kampus yangbukan dari kelas pendidikan yang berada di universitas, institute dan sekolah tinggi kependidikan seperti UNJ, Unnes, UPI, Unesa, UNY, IKIP PGRI, dan lainnya, namun mereka dengan bangga mengambil jasa dari kampus yang tersohor namun bukan dari institute kependidikan seperti ITB, UI, UGM dll. Mengapa meraka yang tidak mengemban MKDK bisa mengajar? Sedangkan yang dari pendidikan tidak bisa (kalah saing)? Apa yang salah???

Aku apresiasi setinggi-tingginya untuk kelas pendidikan dan bukan kelas pendidikan yang telah menjadi guru, walaupun kalian berbeda dalam gaya mengajar. Yah aku tau bahwa dari kelas pendidikan akan mendidik dan mengajar sedangkan dari kelas murni hanya mengajar bukan mendidik. Aku tau semua yang di dunia ini adalah guru, namun bukan guru yang akan menjadi pendidik. Seperti guru dalam semboyan Tut Wuri : Mengikuti dari dibelakang, Handayani : Memberikan motivasi (semangat) dan Moral, jadi secara lengkap : Ing Ngarso Sun Tulodo - Ing Madyo Mangun Karso - Tut Wuri Handayani (di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan)(baca link 1)

Semakin sakit rasanya ketika aku membaca salah satu link yang menyebutkan kata PPG, dimana mahasiswa/i yang murni dari manapun bisa menjadi guru (baca link 2). Duh hancur hancur hancur haatiikuu *nyanyi ala olga*.

Entah taktik apa yang dibuat Kemendikbud, aku lelah dengan semua sistem aturan yang sering berubah-ubah yang katanya menyasuaikan jaman, tapi malah amburadul :( …entahlah… ini seperti deskriminasi, atau apa???

1. http://www.erabaca.com/2012/04/arti-tut-wuri-handayani-dan-logo-ing.html Copyright by erabaca.com

2. http://pedagogikritis.wordpress.com/2011/04/04/kritik-atas-pendidikan-profesi-guru/?blogsub=confirming#subscribe-blog .

MKDK – Mata Kuliah Dasar Kependidikan

Maaf jika salah kata, ini hanya sebuah celoteh biasa J




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline