Lihat ke Halaman Asli

Yuk Memaksakan Diri

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



Jika engkau ingin sekali untuk naik haji tapi tak punya cukup uang dan harta berharga yang tertinggal hanya sebuah rumah senilai ongkos naik haji, apakah engkau akan tetap memaksakan diri naik haji dengan menjual rumahmu satu-satunya?

Jika engkau punya uang yang hanya cukup beli obat sakit kepala setelah Jumatan dan ongkos pulang ke rumah, apakah engkau akan memaksakan diri untuk menyedekahkannya ke mesjid saat Jumatan?

Ketika engkau menggenggam lima puluh ribu rupiah untuk membayar biaya sekolah anakmu hari itu dan tiba-tiba tetangga datang meminjam uang itu untuk membayar uang sekolah anaknya, apakah engkau akan memaksakan diri untuk meminjaminya?

Jika di tanganmu ada sebungkus nasi goreng yang baru saja kau beli dengan uang terakhirmu untuk makan malammu setelah seharian tidak sempat makan karena sibuk dan sejurus langkahmu seorang pengemis mengiba meminta sedekah, apakah engkau akan memaksakan diri untuk memberikan makan malammu dan menyiksa perutmu sampai pagi menjelang?

Jawablah: TIDAK. Atau: YA.

Dan kedua jawaban itu bisa sama-sama benar. Lha, maksudnya gimana? 

Sabar, begini lho maksud saya.

Jika engkau menjawab TIDAK, artinya engkau telah menggunakan akal sehatmu dengan benar. Engkau bersandar pada pepatah "Engkau harus kuat dulu agar bisa menolong yang lemah, engkau harus menyelamatkan dirimu terlebih dahulu sebelum menyelamatkan yang lain." Pepatah ini mengandung arti, tak mungkin engkau bisa menolong orang sakit jika engkau sendiri sakit. Engkau tak bisa menolong orang miskin kalau engkau sendiri tergolong orang miskin. Jeruk tak bisa makan jeruk. Itulah yang saya maksudkan sebagai akal sehat. Lihat petunjuk untuk memakai zat asam di pesawat, jangan menolong orang lain walaupun anakmu sendiri sebelum engkau memasang zat asam untukmu duluan.

Lha, terus mengapa yang menjawab YA juga benar?

Karena kebenaran jawabanmu tergantung keyakinanmu. Tak ada kebenaran tunggal di dunia nyata, seperti kebenaran eksak di dunia akademis. Kalo engkau yakin TIDAK itu artinya betul, menurutmu. Begitu juga jika jawabanmu adalah YA. Itu juga betul, menurutmu.

Tapi jawaban yang berbeda itu akan menghasilkan akibat yang berbeda pula.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline