Pendahuluan
Dalam menghadapi pemilihan pemimpin pada tahun 2024, Indonesia memasuki fase kritis di mana kepemimpinan yang efektif dan bermartabat sangat penting. Salah satu model kepemimpinan yang menarik perhatian adalah servant leadership. Konsep ini, yang menempatkan pelayanan kepada orang lain sebagai fokus utama, telah terbukti mengatasi krisis identitas kepemimpinan di banyak negara. Telah banyak sekali penerapan konsep servand leadership ini dalam berbagai kondisi dan situasi yang menghasilkan kepuasan sendiri bagi yang mendapatkannya, hanya saja di Indonesia sendiri untuk penerapannya masih dalam skala kecil seperti dalam konteks belajar mengajar (Rahayu & Benyamin, 2020), kemudian ada dalam konteks peningkatan kinerja pegawai (Akbar & Nurhidayati, 2018), dan juga lainnya, berdasarkan pada penelitian terdahulu juga banyak hanya kepada cangkupan kecil organisasi dan lembaga pendidikan saja. Kemudian menghasilkan suatu progres yang cukup baik, dalam konteks peningkatan kepuasan pegawai berefek pada kemajuan organisasi dan dalam konteks pendidikan berefek pada peningkatan kualitas pendidikan dan prestasi (Rahayu & Benyamin, 2020). Dalam konteks Indonesia secara luas, di mana tantangan kompleks terkait ekonomi, sosial, dan lingkungan memerlukan kepemimpinan yang kuat dan beretika, konsep ini mungkin memberikan solusi yang dibutuhkan.
Servant leadership menawarkan pendekatan yang berbeda dalam kepemimpinan, di mana pemimpin memandang dirinya sebagai pelayan pertama dan kemudian sebagai pemimpin. Sehingga akan menurunkan kasus penyalahgunaan wewenang seperti kritikan yang didapatkan Polri baru-baru ini (Purnamasari, 2023), atau merasa berkuasa dan lebih mementingkan kekayaan pribadi dari pada melayani rakyatnya. Konsep ini menawarkan bahwa para pemimpin nantinya mendahulukan kebutuhan orang lain, membangun lingkungan kerja yang inklusif, dan memperkuat individu-individu di sekitarnya. Dalam situasi krisis dan perubahan yang cepat, kepemimpinan ini mendorong kolaborasi, empati, dan pengambilan keputusan partisipatif.
Krisis Identitas Kepemimpinan di Indonesia
Indonesia, seperti banyak negara lainnya, menghadapi krisis identitas kepemimpinan. Tantangan korupsi seperti kasus dugaan korupsi Kementan (Kementrian Pertanian)(Wicaksono, 2023), ketidaksetaraan, dan kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat telah merongrong kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin (Tim cnn indonesia, 2023). Dalam konteks ini, servant leadership menawarkan jalan keluar dengan mengutamakan integritas, keadilan, dan keberlanjutan sebagai nilai inti. Gaya ini juga menerapkan konsep dengan mengesampingkan perbedaan dan berfokus pada menghasilkan suatu iklim organisasi dalam konteks ini pemerintah bisa mendatangkan kemakmuran demi rakyatnya.
Penerapan Servant Leadership dalam Calon Pemimpin 2024
Dalam mencari calon pemimpin untuk tahun 2024, penting untuk mempertimbangkan karakteristik servant leadership. Calon pemimpin ideal harus memahami kebutuhan rakyat dan bersedia memperjuangkan kepentingan mereka di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Mereka harus memiliki kemampuan mendengarkan dengan empati, membangun kepercayaan, dan memfasilitasi pertumbuhan masyarakat. Dalam lingkungan politik yang sering kali polarisasi, pemimpin yang menganut servant leadership dapat memperkuat kesatuan dan menghadirkan kebijakan yang inklusif.
Dalam pada gaya kepemimpinan servand leadership sendiri seorang pemimpin digunakan hanya sebagai alat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya. Hal ini juga sesuai dengan konsep negara demokrasi yang menyatakan bahwa sistem pemerintahan yang dianut oleh Indonesia adalah dipimpin oleh rakyat, dari rakyat, dan untuk rakyat (Nasution, 2017). Gaya kepemimpinan ini juga bahkan dikatakan merupakan gaya kepemimpinan yang kekinian sehingga cocok digunakan dalam proses perkembangan yang mengalami pembaharuan (Abd, 2020).
Kemudian untuk memberikan gambaran umum terkait sosok servand leadership, berdasarkan pendapat dari Spears (2002: 27-29) dalam (LRA et al., 2022) menyatakan bahwa setidaknya ada 10 ciri yang bisa diketahui dari gaya kepemimpinan ini adalah sebagai berikut:
- Mendengarkan. Menjadi pemimpin akan mendengarkan dengan sebaik-baiknya orang yang dia pimpin, hal ini untuk membantu memperjelas keinginan kelompok atau organisasi, sekaligus juga mendengarkan suara hati orang yang kita pimpin
- Perasaan empati. Dalam suatu organisasi, sumber daya manusia atau SDM mempunyai banyak karakteristik. Sebagai pemimpin yang melayani, pemimpin hendaknya harus bisa memahami dan berempati orang yang dia pimpin.
- Melakukan Perbaikan atau Penyembuhan. Ketika terjadi perbedaan pemahaman antar anggota atau rekan kerja yang menyebabkan terputusnya komunikasi, maka pemimpin yang melayani harus ada untuk memperbaiki emosi dan memperbaiki hubungan yang terjadi konflik itu. Karena hubungan adalah fondasi sebuah organisasi supaya bisa terus berjalan dengan baik.
- Kesadaran. Seorang pemimpin yang melayani memiliki kemampuan menganalisis situasi dari posisi yang seimbang dan secara sadar memahami permasalahan yang berkaitan dengan kekuatan nilai dan etika.
- Persuasi. Pemimpin yang melayani hendaknya membujuk anggotanya dari pada memaksa seseorang untuk mengikuti perintahnya. Dengan kata lain, pemimpin tidak menerapkan gaya kepemimpinan otoriter tetapi menerapkan gaya kepemimpinan demokratis
- Konseptualisasi. Pemimpin yang melayani dapat melihat permasalahan melalui pemikiran konseptual, artinya berpikir jangka panjang.
- Ketelitian. Pemimpin secara akurat memahami pengalaman masa lalu, realitas saat ini, dan kemungkinan konsekuensi dari keputusan di masa depan.
- Upacara pembukaan. Pemimpin yang melayani menekankan keterbukaan dan ajakan untuk membangun kepercayaan pada orang lain.
- Komitmen terhadap pertumbuhan. Bertanggung jawab untuk memimpin upaya meningkatkan profesionalisme karyawan dan organisasi.
- Membangun komunitas. Menemukan informasi tentang cara mengembangkan organisasi dengan cara membangun komunikasi dengan pihak lain.
Jika Indonesia memilih pemimpin yang mengadopsi prinsip-prinsip Servant Leadership, masyarakat dapat mengharapkan pelayanan publik yang lebih baik, transparansi, dan pertanggungjawaban yang lebih tinggi. Dalam jangka panjang, pendekatan ini dapat memperkuat fondasi demokrasi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan membangun citra positif Indonesia di mata dunia.
Kesimpulan