(Grafis MWA-Kobat04)
(1)
Perahu Layar Pulau Bertih tertambat di pelabuhan Teluk Tempoyak --- memang bila Nakhoda Kobat ingin pergi lama meninggalkan kapalnya, ia biasa menambatkan perahu itu di pelabuhan yang tenang itu. Teluk Tempoyak di Pulau Penang.
Lantas ke mana Sang Pendekar berteduh ?
Tiada seorang pun Anak buah Kapal yang tahu, kecuali si Mualim Seman --- sedang Pendekar Kobat biasalah, dikawal oleh si Jampuk Agam, kemana pun ia ngelayap.
Pendekar taklukannya yang baru si Gombang ditugaskannya mengawal pemuatan bibit vanili yang akan dibawa ke Pulau Jawa --- semuanya ada 12 perahu besar kecil yang akan berlayar dari Pulau Penang ke Pulau Jawa. Pendekar Gombang sedang dilatihnya sebagai Serang Pemuatan.
Nakhoda Kobat dengan perahu Pulau Bertihnya yang akan menjadi penjuru armada itu --- konon mereka akan berlayarmenjelang bulan tua ini --- “he, Agam biar mampus si Gombang tu menghadapi Samseng Cina tu nanti, biar di-try Cina tu pendekar lagak tu”
“Ah pakcik, awak percaya kalau hanyagerombolanSamseng Liu Tung pastilah punah dibuatnya --- si Gombang tu lihay bermain toya pakcik, kalau sampai direbutnya satu toya Cina,habis patah tulang kering mereka, remuk tulang bahu mereka dibuatnya --- dia tak ada kasihannya Pakcik, Orang tak kenal kemanusiaan tu memang imbangan Samseng-lah”
Konon rupanya Nakhoda Kobat pergi menghadap Saudagar Bugisdi Malaka --- Orang Bugislah yang cerdik mengharungi Selat Malaka sampai Laut Jawa --- tak sekali perompak lanun Cina bisa menghadang armada dagang Orang Bugis.
“Encik Kobat pasang kalian bendera kuning bergerigi merah ditiang utama kapal penjuru tu --- pasang kalian sebanyak-banyaknya bendera kuning di setiap perahu “, kata Saudagar Bugis.
“Selasih terbawa-bawa, lancang kuning mara ke selatan --- Terimakasih atas fatwa Orang Kaya berwibawa, pantang berpaling karam apa lagi sesat jalan dalam pelayaran ………………”
Saudagar Bugis meminjamkan Tongkat Tempuling kepada Pendekar Kobat --- luar biasa setelah berpelukan, Sang Pendekar pamit langsung melompat dari anak tangga ke cabang Pohan Trembesi sebesar belalai gajah --- ia berayun-ayun dengan kaitan tongkat tempuling.
Kemudian tongkat tempuling diayun-ayunkan ke atas penjuru --- membinar cahaya kilatan --- konon itu saja sudah membuat mundur armada lanun atau perompak Jawa, apalagi armada Banten yang akan mengutip cukai.
(2)
Sahibul hikayat telah sampai ke-13 perahu dagang Melayu itu di Pelabuhan Jepara --- barang muatan balik konon kayu jati dan kayu cendana dari Sunda Kecil. Semua operasi bongkar muat itu diserahkan Nakhoda Kobat pada Mualim Seman dan Pendekar Gombang.
Konon Pendekar Kobat akan menyambangiGuru Mengajinya di Ampel --- tetapi tiada seorang pun bisa memastikan --- memang perjalanannya sering dirahasiakannya. Anak buahnya hanya menebak-nebak saja.
Tahu-tahu ia sudah kembali --- dan si Jampuk Agam biasanya langsung memeriksa pekerjaan yang ditinggalkan.Begitulah adat rasam Pendekar cerdik itu.
Ketika Pendekar Kobat memilih-milih kuda tunggangan di Pasar Lasem --- biasalah ia ditawari menginap dulu untuk dipijat-lulur seperti para ponggawa pulang perang.
“Maaf tidak ada selera beta bermandi lulur --- beta ingin melatih otot paha dan betis dengan tendangan, otot lengan dan bahu dengan gulat mengeraskan otot dada --- ada jago Arab apa Mongol di sini ?”
“Eh pakcik Orang Mongol tak ada yang jago di sini --- sudah diremuk redamkan 3 pendekar Janda --- Janda Manca dari Wetan, yang dapat mengalahkan dapat meniduri semalaman !”
Pendekar Kobat saling pandang dengan si Jampuk Agam --- “Beta akan ke Wetan, beta butuh penunjuk jalan, kalaulah ada pendekar perempuan --- itu namanya ‘Pucuk dicinta Ulam tiba’, di mana mereka sekarang ni ?”
“Mereka menginap di rumah Baba Swei Lung dekat klenteng --- konon mereka sedang belajar mau menjadi rahib ke Tibet”
“Cik Puteri orang bestari mengapa pula ingin menjadi biksuni --- apakah dikau telah putus asa ataupun patah hati ?”
(3)
Baba Swei Lung mengundang Nakhoda Kobat makan minum di rumah besarnya yang asri di tepi Kali Arum --- ia juga tidak lupa menjamu tamunya 3 Janda Lucu.
“Cik cantik jelita mengapa pula bergelar Janda Lucu --- apakah cik ini wanita pemain doger apatah bangsawan dari dusun kota balik ke kampung masuk desa ke luar desa --- kalaulah patik tidak dilarang guru, maulah rasanya beta berbalas tinju dengan cik satu per satu”
“Beta Janda Ulung perantau dari Kubu Negeri Jambi --- hamba merantau mencari suami yang dibajak lanun di Tembilahan, suami telah mati maka pantaslah hamba menjadi janda --- lucunya hamba karena tingkah jurus ajaran Orang Kubu, pantang terpegang --- biji pelir pasti kutendang”. Begitu pula pongahnya pendekar cantik yang gemuk gedempol itu.
(4)
“Awak ni Janda Orang Kaya dari Serambi, nama awak Pucuk Klumpang --- berlayar ke Koromandel dibajak orang Tambi, setelah dijual di pasar Tanah Hindustan , awak menyelinap sebagai lelaki --- sampailah di Banten kembali menjadi puteri --- merantau ke Blambangan menjadi gundik pasukan Bang Wetan, dia mati tak mau kawin lagi”.Demikian perkenalan si Janda Ingah
Si Bungsu berbadan langsing tak kalah cantik dengan kedua janda terdahulu : “Kalau ditanya siapa beta, puteri Mayang Terurai janda kembang dari Galuh --- asal hamba dari Bengkulu dikawin si Raja Galuh, raja tua mati terdahulu --- janjinya mati dulu, hamba dikembalikan ke Bengkulu. Apa lacur, Orang Galuh memperebutkan hamba, hamba lari berguru ke gunung Kendeng, dari sana menjadi penari di Kediri --- bergabung dengan Kak Ingah dan Kak Ulung, mempertahankan martabat sampai mati --- pantang perempuan dikibuli”
“Ah tentulah pendekar perempuan telah menjadi sakti --- menurut cerita belum pernah terkalahkan apalagi diperkosa --- h ha ha ha…” Pendekar Kobat tertawa tersenyum lebar merasa terhibur setelah berlayar lebih sebulan.
“Baiklah Cik Puteri, mari balik ke Ampeldenta menyertai beta --- apabila cik berniat ke Tibet, biarlah berlayar dengan armada beta --- sampai di Pinang atau Malaka, pastilah beta jaga puteri bestari.”
“Kami bukan perempuan murahan, bukan pula para jagoan, kami perempuan mencari ketentraman --- ingin memperdalam ilmu kanuragaan dan kebijaksanaan --- tawaran tuan sungguh menawan …………… coba jawab petanyaan, lumpuhkan pula jurus yang kuperagakan --- apabila kami terbang tidak boleh lagi menjejak tanah --- jawab !”
(5)
Cik Ulung Janda Gedempol padat berisi --- bajunya longgar bercelana pangsi. Ia memperagakan berbagai jurus --- sejak lutung termakan terasi sampai ayam tertelan urat mati --- terkadang seperti menari serimpi , terkadang berputar seperti gasing mengelinding …………………………… tibatiba ia melompat seperti kijang menendang pohon, lantas menyuruk seperti celeng menggaruk gatal …………….. ciat ia melompat ………….. Pendekar Kobat terkesiap benda gedempol itu tidak boleh menjejak bumi.
Bab ! (Cik Ulung tertangkap dalam pelukan Pendekar Kobat, yang terhuyung-huyung menjaga keseimbangan) --- dengan tersenyum Sang Dewi mengeluarkan kayu hitam bergaris putih seruas sejengkal sebesar jagung : “Kayu apa ini, jawab cepat !”
“Kayu belantan nibung !”
“Salah, ini kayu aren !”Cik Ulung melompat meninggalkan gelanggang --- ia meninggalkan aroma khas perempuan di bahu Pendekar Kobat.
(6)
Seperti angin puting beliung berputar-putar menyambar dan menukik …………. Lantas menggelinding bak roda pedati ………. Cakarnya berbunyi seperti rak-rak-rak- tab-rak-rak-rak, ciaaaaaaaaaaaat ( wah tidak boleh menjejak tanah lagi nih pikir Pendekar Kobat, berancang-ancang dengan kuda-kudakeledai berjongkok)--- sosok yang sintal itu tertangkap di udara lantas dibopong tidak terjatuh--- Pendekar Kobat berlutut satu dengkul.
“Aduwwwwwwwwwwww !” ternyata Cik Ingah Pucuk Klumpang memagut batang leher Pendekar Kobat , terasa sakit perih ---- diplentirnya ketiak Sang Dewi, dipiuh- rendamnya pantat si Ingah agar melepaskan pagutan ………… ia melepaskan dengan tersenyum ada darah di sudut bibirnya.
Ia sigap menarik sejengkal kayu silindrik sebesar terong telunjuk : “Ini kayu apa hayo !”
Sekilas Pendekar Kobat menebak : “Kayu Meranti !”
“Salah !”. Cik Ingahmelompat meninggalkan gelanggang sambil terkekeh-kebeh dengan suara Langsuir.
(7)
Siut………………..siut …………………. Wuuuzzzzzzzzzzzzzzzzz wuzz suit suit --- sosok langsing mungil itu menari-nari di udara , sekali dua ia menjejak kakinya di wuwungan di pinggiran atap. Aduh ringan nian jurus angin sepoi-sepoi itu.
Das ! kening Pendekar Kobat dijadikan pijakan, lantas ringan saja ubun-ubun Sang Pendekar digenyeh Sang Puteri. Rap raaaaaaaaaaaaaap.
Tap ia ditangkap Pendekar Kobat, lantas dibopong dipundak kiri --- sekonyong-konyong tumit kanan Sang Dewi menggedor dada kiri Sang Pendekar.
Eh disusul dengan tendangan tumit kiri pada buah pelir Sang Pendekar --- hingga ia terjengkang menggelupur.
“Kalah engkau Encik --- Engku harus menjamin hidup kami bertiga selama-lamanya”Sang Dewi menghilang ke dalam serambi rumah Baba Swei Lung.
(8)
Tidak mengerti bagaimana diplomasi kebijaksanaan Baba Swei Lung --- yang terang 2 kereta joli berkuda empat masing-masing, beriringan menuju Ampeldenta. Adakala si Gedempol bersama Sang Pendekar, adakalanya pula si Ingah yang menemani Nakhoda Kobat --- di malam lain terlihat pula si Mayang Terurai mandi di kali berdua dengan Pendekar Kobat.
Tak jelas apakah jadi ketiga Pendekar Janda Lucu itu ikut berlayar ke Pulau Penang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H