Lihat ke Halaman Asli

Mila dan Mas Bejo akan Nikah Siri --- Lebih Simpel dan Murah (BCDP-04/14)

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13346690101363552847

(1)

Bu Kastiyah sudah wanti-wanti pada suaminya bahwa --- Mila malam ini akan pamit berangkat ke Magelang, menemui calon suaminya. Saat sore tadi ia berunding dengan suaminya, Pak Marah Hasan.

Pasar telah mulai sepi, toko mas lebih awal tutup --- toko dan kios pakaian banyak masih buka --- Departemen store di lantai III buka sampai malam. Kios dan warung makan masih ada yang buka.

Warung nasi “Maimbau” sudah berkemas-kemas akan tutup ---anak buah melakukan pembersihan perabot untuk dagang besok pagi --- tetapi kalau ada pesanan, masih melayani orang-orang bermain batu.Sekedar minuman panas saja.

Tampak suami-istri itu serius berkerut kening berbincang --- masalah anak gadis yang akan pergi kawin.

“Ayah, kita tidak perlu berkeras sikap ayah --- Mila keadaannya telah serius”.

“Serius tidak seriuslah --- ia mau pergi kemana ? Anak durhaka itu “.

“Ia akan menemui anak lelaki itu ayah --- sudahlah ayah, marilah kita kawinkan saja ia”.

Tampak Marah Hasan naik darah, ia menatap tajam wajah istrinya. Lantas menunduk seperti menekan penyesalannya.

“Bu, kita coba --- anak itu mau tunduk, syukur, dia akan keras-keras kerak hendaknya. Calonnya itu duda--- mending duda keren, ini penjual batu akik --- berdosa aku kepada emaknya almarhum --- seperti kita tidak mampu mencari lelaki yang lebih pantas.”

“Tetapi ayah, apa usaha kita, ayah mau gegeran di kampung --- ayah dan anak bergumul, tabiat si Mila kita sudah tahu --- seperti ayah katakan, ia keras kepala”

Ibu Kastiyah menanti jawaban suaminya, “biarlah dia pergi kalau dia berani --- ayah tidak akan mengawinkan dia dengan pedagang akik itu !”

“Ayah, kalau ia menyusul anak lelaki itu --- pasti ia akan hamil ayah”

“Apakah ia sudah sedemikian bejat ?”

“Ayah, resiko ayah melepas Mila”

“Anak bejat, anak celaka, anak yang membikin susah keluarga saja ……………………. Biarkan ia pergi, hilang anak satu tidak mengapa --- anak durhaka “.

“Ayah, nanti malam kalau ia pamit --- berilah pandangan ayah yang baik baginya --- jangan Mila dikutuk ayah. Kalau terjadi keributan, pasti geger, ………………… kalau ayah lepas begitu saja. Risiko ayah --- jangan ayah tidak ada di rumah ayah, lepaslah Mila dengan nasehat yang baik ayah.Berilah segel surat kuasa yang dimintanya ayah”.

(2)

Mereka tidak banyak pertengkaran --- inilah kalimat terakhir Marah Hasan.

“Aku berdosa pada ibumu almarhumah apabila menerima menantu yang tidak jelas itu --- aku berdosa, tetapi kalau kau berani melangkahi kata putus ayahmu ini ………….. berangkatlah, jangan besok pagi, malam ini pergilah ………………..”

“Tidak ada apapun yang boleh kau bawa kecuali yang sudah menjadi hak kamu ……………. Kalau sebelum aku maafkan tingkahmu ini --- jangan kau injak lagi rumah ini”.

Tiba diakhir kata itu --- hanya tangisan yang meluap dari mata Bu Kastiyah, Ratna, Mirinda, Miranda, dan ……………. Mila. Semua menangis, Mila mencoba memeluk kaki ayahnya.

“Ayah ampuni Mila ayah, maafkan ayah …………… tidak mungkin lagi Mila tidak meneruskan rencana ini --- kalau suatu saat ayah dapat memaafkan Mila, terimalah mas Bejo …………… ia akan menjadi ayah anak-anak Mila, ayah “.

Berdebar dada Marah Hasan --- ia muak dengan kata-kata Mila.

Ibu Kastyah memeluk anak tirinya itu --- ayah menepiskan pegangan Mila.

“Ibu ampuni kesalahan Mila --- kalau saya telah selamat menikah dengan mas Bejo, ibu terimalah kami ………….. ibu, Mila ingin memulai kehidupan di Jakarta juga ibu.”

Ibu Kastiyah mengusap-usap rambut anak tirinya yang telah lebih 20 tahun dibesarkannya itu.

(3)

Di dalam taksi Mila mencoba mengakhiri tangisnya, “Mas, aku menuju Terminal Grogol, akan menaiki bus yang mana saja menuju Jawa Tengah --- mungkin sampai Tegal atau Purwokerto, agar pagi bisa mencari bis ke Magelang ……………..”

Terharu mas Bejo atas keputusan Mila yang bulat --- kehamilannya bukan masalah baginya, justru ijin perkawinan yang tidak dipunyainya.

Mas Bejo sadar --- ia harus bertanggungjawab atas pengorbanan Mila. Gadis yang menyerahkan keperawanannya. Ia dulu tidak mendapatkan keperawanan dari gadis yang dipilihkan Ibunya, sebagai isteri kali pertamanya --- bahkan perempuan itu tega pula lari kawin dengan ayah tirinya.

Bejo merenung --- betapa rumit jalan kehidupan, dan ia bertanya …………….. mengapa lembaga perkawinan itu begitu lemah.Apakah cinta dan nafsu lebih kuat dari Hukum Perkawinan yang mana pun ?

Di elusnya cincin Combong Turamali --- ia akan membacakan rapal Ilmu Hak Kanjeng Susuhunan Kalijaga” --- sejak pagi bangun tidur sampai besok pagi lagi ia melakukan “laku meleksehari semalam “--- kalau mengantuk, batal lakunya, ia melakukan syarat ini sambil menantikan kedatangan kekasihnya, yang sedang mengandung anak keduanya ---dari isteri barunya Mila Marah Hasan --- perawan Jakarta yang diperawani-nya di Parangtritis, setelah asyik-maksyuk sejak dari Parangkusumo ………………

“Badan-badanku badan rokhani, kang sifat langgeng wasesa, kang sukma purba wasesa, kumebul tanpa geni, wangi tanpa ganda, aku sajatine roh sakalir, teka nembah, lunga nembah, wong saketi pada mati, wong saleksa pada wuta, wong sewu pada turu, among aku ora turu, pinangeran yitna kabeh …………………”

Mas Bejo mencoba ambegan sambil membayangkan wajah Pak Marah Hasan yang pernah ditemuinya …………………..

[MWA] (Buah Cinta Dari Parangkusumo; novel bersambung ke 04/15)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline