Lihat ke Halaman Asli

Bandar Sinembah, Medan-Deli, ke Takengon --- akan doorstot dirayu Gadis Batak (DKNM -03/14)

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1333542248154397718

 

 

 

 

(1)

Di Bandar Sinembah Kolonel Rudolfo setelah melihat-lihat areal yang menjadi Perkebunan para investor Jerman-Swiss-Bavaria, ia membuka dan membolak balik dokumen tentang rencana Perancis --- konon model EIC Inggris atau VOC Belanda. Perancis akan mendirikan Societe de Geographei Commerciale, mereka akan membuka Perkebunan Tembakau di Bedagai --- juga di Sumatera Timur.

 

Rudolfo bertanya pada Asisten Residen yang menyertainya dalam perjalanan antara Kuala Begumit sampai Medan-Deli : “Tuan Van Stein Callenfel, apakah kita mempunyai catatan tentang Brau De Saint-pol Lias ?

 

“Tuan Rudolfo --- masuknya penjelajah kolonial Perancis, petualang dan calon investor Perancis, menurut catatan pihak Belanda, tentu agak berlainan sudut pandangnya tuan.  Tetapi semuanya oleh satu sebab, perdamaian Perang Prusia dengan Perncis tahun lalu “.

 

“Ya, ya “ Rudolfo mengangguk-angguk, ia paham betul --- ia turut dalam peperangan itu. Seperti halnya, juga mengambil sikap ke luar dari dinas militer Prusia, setelah kemenangan

 

 

 

 

 

yang gemilang itu --- ia memperoleh Medali Keberanian dari Otto  von Bismarck, melengkapi Medali emas Hollenzollern Dinasty.

 

Rudolfo memutuskan akan bekerja di pusat investasi Eropa di pesisir timur Pulau Sumatera --- ia telah mengumpulkan banyak hal mengenai informasi tentang perkebunan Belanda. Ia memutuskan akan bekerja di perkebunan Jerman-Swiss-Bavaria di Bandar Sinembah --- tetapi ia telah lebih dahulu magang di Perkebunan Teh Candy milik Inggris di Kolombo Ceylon.

 

Di Candy Rudolfo Moravia terlibat cinta dengan Karsiyem --- perempuan Jawa yang dirompak dalam perjalanan Koeli Kontrak menuju Suriname --- sudah menjadi jalannya nasib.  Untuk menebus kemerdekaan Karsiyem, Rudolfo terpaksa teken soldad  kembali pada militer Hindia Belanda. Ia mengambil panjar dari Pemerintah Hindia Belanda --- ia akan bertugas memimpin Legiun Afrika untuk menghancurkan Pemberontak Aceh.

 

Karena reputasinya dalam Perang Franco-Prussia (1870-71), untuk jabatan Komandan Legiun Afrika Rudolfo mendapat kenaikan pangkat sebagai Kolonel dalam jajaran militer Hindia Belanda.

 

“Tuan Stein --- dalam perundingan dengan Uleebalang Aceh nanti, saya akan menetapkan mereka harus melaksanakan tugas sejak mereka diterima bekerjasama  dalam aturan militer yang ketat. Pukulan ini akan melebihi cara Jenderal Kohler --- Aceh harus tuntas dalam tahun 1873 --- U harus tahu, setelah tugas Aceh selesai, saya akan memimpin Perkebunan Sinembah. Pensiun saya dari militer Hindia Belanda nantinya akan saya terima sekaligus…………….. dan akan ditanam di perusahaan Jerman-Swiss-Bavaria.

 

“Tuan Rudolfo, berapa lama tuan akan berada di Medan ?”

 

“Dua-tiga hari saja --- setelah mendikte itu Orang Aceh, kemudian dilepas sendiri ke Utara, kita akan pelajari kesetiaan mereka. Di Takengon saya akan membawa satu regu Soldadu Hisdustan --- seperti U harus tahu pengawal lingkaran inti dalam Raja Aceh adalah soldadu Hindustan juga.  Inggris akan mengirim 200 soldadu Hindustan baru --- sebagaimana permintaan Raja. Itu kolone ke-V  untuk melumpuhkan dari dalam…………….”

 

“Tuan bagaimana itu perempuan Batak, apakah dibawa serta ?”

 

“Dua tiga hari di Medan, boleh juga ya --- lantas pulangkan ke Sinembah kembali. Tidak perlu ikut serta ke Takengon”     

 

(2)

 

Kapal Murnix telah berada di sekitar Kepulauan Seribu, segera akan memasuki Teluk Sunda Kelapa --- Mayoor Scherer menemui Karsiyem di kabinnya.

 

“Mevrouw Karsiyem, apakah kita turun saja di Sunda Kelapa, Batavia --- kemudian biar Garnizun akan atur U menuju Mengkowo Bagelen. Dari Batavia banyak pengiriman barang ke Purworejo”.

 

Gelagapan Karsiyem ditanyai oleh Mayoor Scherer --- ia tidak dapat membayangkan perjalanan jauh itu. Ia tidak mengerti

 

“Tuan, sebaiknya dulu saya berlayar ke luar dari Jawa melalui pelabuhan Semarang --- tuan, biarlah saya turun di Semarang saja”

 

“Ya ya --- nanti Karsiyem diantar oleh Garnizun Semarang, kalau begitu --- mungkin saya akan antar Karsiyem  sampai Purworejo, lantas Bagelen, dan serahkan Karsiyem pada Bapak dan emaknya”.

 

“Tuan, bapak saya telah meninggal dunia --- saya ingin sungkem pada emake saja”.

 

(3)

 

Tunting Wulandari dan mBok Atun telah berada di Susteran Ambarawa.  Tiap hari ada seorang Suster Belanda totok yang mengajar bahasa Belanda dengan aksen yang benar-benar Belanda --- juga tiap hari Tunting harus membaca kesusastraan Belanda.

 

Adakalanya ia juga membaca Sastra Betavi dan Frisian --- untuk membiasakan dengan aksen Bavaria. Karena suku Belanda, Betavi dan Frisian adalah dua suku Belanda  berasal dari Suku Bangsa Jerman bagian Selatan.

 

Dalam kesempatan-kesempatan di malam hari mBok Atun tetap menyanyikan karawitan, uyon-uyon atau pun macapat.  Adakalanya para suster, bahkan Pastor Kepala turut menyaksikan permainan Damar Kurung mBok Atun --- pesan-pesan moral yang disampaikan mBok Atun sebagai kelanjutan pelajaran selama ini. mBok Atun tetap menjadi guru dan penjaga moral Tunting Wulandari selama di Susteran.

 

Malam ini mBok Atun berkisah dengan membacakan penggalan-penggalan naskah kuno Puspakerma milik Suku Sasak, yang  dihimpun  dalam bentuk Jejawan --- dalam bentuk macapat Jawa.

 

“Gamelan umung gumirih/ Saupacara wus atatah/ Akeh wong anonton sareko/ Sesek tanpa wilangan/ Raja Putra aneng nguntat/ Sang Raja Putri ring ngayun/ Aneng jempana ukiran //………………

 

 …………… kisah ini tentang perjuangan hidup yang panjang, tetapi hati mantep untuk meraih tujuan --- banyak godaan, banyak tipu daya, banyak pertaruhan kebenaran --- yang benar pasti menang mengalahkan yang bathil …………… ‘Suara gamelan terdengar sahdu/ segala upacara sudah ditata/ banyaklah orang menonton tak terkira/ Raja Putra berada di belakang/ Raja Putri berjalan di depan/ di atas tandu yang diusung …………………”

 

Malam itu Damar Kurung berhenti memancarkan gambar di dinding pelataran Kapel ………… Satria menunggang kuda sambil mengacungkan pedangnya --- dengan melagukan secara karawitan atau uyon-uyon, mBok Atun menyimpulkan bahwa Sang Satria, calon suami Tunting Wulandari akan maju perang …………. Dan begitu mencapai kemenangan akan memboyong Sang puteri yang sudah menantinya di Tanah Jawa ………….

 

Kemudian mBok Atun mengajak Tunting Wulandari mengheningkan cipta (untuk menutup sesi Damar Kurung malam itu)

 

[MWA] (Damar Kurung Nyai Moravia; novel --- bersambung ke 03/15)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline