Lihat ke Halaman Asli

Malam Permata di Parangkusumo (BCDB-04/05)

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1328620963352919548

 

Mila bergelayut di dada mas Bejo --- kedua tangan Mila bergantung di leher mas Bejo, tangan mas Bejo melingkar  di pinggang di lekuk pinggul Mila.  Mila merasakan gairah cinta yang luar biasa. Yang belum pernah dinikmatinya selama ini.

 

“Mas, aku masih perawan mas, kasihani aku”. Tanpa sadar pasangan itu telah berpagut erat dalam ciuman yang dalam. Aaaah.

 

 Hampir  tidak terdengar letusan mercon dan rentetan ledakan kembang api menghiasi senja di seantero desa Nawungan.

“Ayolah kita berangkat --- Mil, mungkin kita bisa dua hari dua malam di sana”.  Bejo mengatur tas punggung yang berisi pakaian ganti di punggung Mila.

“Mil, rasakan dasar tas harus menjejak di boncengan, agar ada keseimbangan --- berat ?”. Mila menggeleng dan memeluk Bejo kembali. Di atas tanki motor koper kecil, di dada Bejo satu ransel lainnya lagi.

“Mil, ini perjalanan dagang, mencari makan --- benar kamu menyintai aku ?”  Mila hanya menggigit punggung Bejo.

“Stabil dudukmu Mil, dudukan tas punggung tidak mengganggu dudukmu --- peluk erat pahaku.”  Berdebar Mila melingkarkan jalinan jemarinya, sebelumnya ia meraba pojok paha Bejo. Ia geram, segera terlintas --- apa yang dilakukannya tadi untuk memuaskan Bejo.

 

Puluhan motor hilir mudik saling berpapasan dan saling susul menyusul --- tidak sempat mereka saling berbicara lagi. Bejo melarikan motornya sedang-sedang saja, ada rasa tanggung jawab atas keselamatan perempuan muda yang diboncengkannya.

 

Mila berkesan dengan lelaki muda yang baru dikenalnya 5 hari ini --- tetapi ia yakin, bahwa ia berani menanggung percintaan ini --- karena ia memang membutuhkan suami. Ia tidak kuat lagi menanggung nalurinya untuk menjadi seorang ibu.

Motor menembus hujan rintik-rintik --- langit mendung menghitam --- banyak pasangan tetap melaju.  Bejo memberhentikan motornya di pos jaga di tepi desa.

 

“Mil, tidak nampak warung di dekat sini --- enak dudukmu tadi ?”. Di jalan masih lalu lalang motor dan mobil --- lalu lintas tambah ramai.

“Berapa jauh lagi ?”.  Mila terkenang lagi saat ia tadi memegang penis Bejo --- ia menentramkan Bejo agar tidak menuntut lebih.

“Dua hari dua malam berarti …………. Bu Lik akan kecarian aku ---  “. Bejo diam saja.

“Nanti telepon saja --- bilang sedang dagang begitu …………… Mil, kamu benar cinta padaku --- mau kawin dengan aku, hidup susah ?”  Mila memeluk lengan kanan Bejo, dan menggigit bahu Bejo.

“Mas, terus terang aku sudah ingin kawin --- tetapi ayahku masih memilih-milih, menanti-nanti orang dari kampunglah --- sementara itu aku masih mempunyai kakak, ia telah 32 tahun --- mungkin bagi dia tidak masalah. Aku tidak mengerti “

“Ayo berangkat”

Luar biasa ramai --- Parangtritis ramai berjubel.  Banyak gerombolan orang di sekitar panggung Dangdut --- lantas ada Komidi puter  --- ada Tong Setan.  Warung-warung meriah.  Restoran riuh rendah dengan suara musik --- ditingkah suara pedagang CD dan VCD.  Gempar --- dor, der, der, dor, dor, sleret dor, tret tet tret tet toeeeeeeet. Toeeet.

 

Dengarkan debur ombak pantai selatan yang tidak putus-putusnya --- seru menyeramkan kalau dihayati. Bejo dan Mila menggelar dagangan batu akiknya di dekat arena panggung Dang Dut. Cukup ramai peminat.

 

Motor Bejo dititipkan di warung mBak Yekti, yang dipanggil “mbak Yeyet” --- memang di situ mangkalnya Bejo, kalau sedang berdagang di Parangtritis. Dan di sanalah mereka menginap kalau mengantuk nanti.

 

“Mil, tambah malam tambah ramai --- lihat manusia terus bergerak."  Bunyi mercon kembang api bersahutan.  Kamu tidak menyesal bertahun baru dengan acara berdagang batu-permata ?”  Mila tidak menjawab, ia mencubit lengan Bejo.

 

Sungguh berkesan gigitan dan cubitan Mila --- Bejo belum pernah menemukan perempuan yang begini ganas, menyakiti.  Ia ingat dengan Zul, bekas isterinya --- mereka kawin hitungannya  Jaka dan Perawan --- tetapi malam pertamanya, Bejo tidak menemukan pendarahan.  Malah Zul terasa langsung menggebu-gebu --- padahal Zullaifa, gadis desa yang baru tammat SMP. Hasil pinangan keluarga ibunya. Uh.

“Kamu mencium bau kemenyan ?”  Bejo menegur Mila.  “Dini hari kita ke Parangkusumo --- kita akan mengurabi dan mengasapi pusaka dan cincin bertuahku --- benda-benda yang mempunyai angsar”

“Yang bisa memelet aku --- sampai aku kesingsem ?”.  Bejo memeluk Mila --- mereka yang lalu lalang pun biar berombongan, banyak yang saling berpelukan dalam laku srimbitan.

Sekilas Mila terkesima --- bagaimana nanti kalau mereka tidur berdua di warung mbak Yekti.

 

Di Parangkusumo --- dalam suasana magis diselimuti aroma setanggi, dupa, hio, kemenyan, dan bau-bau kembang --- orang-orang bersemedi dengan khusuk. Berdoa.

“Mil, doaku minta kawin dengan kamu ---Kamu ?”

“Sama”.  Dalam kekhusukan doa --- Mila mengenang begitu banyak ia kontak dengan lelaki, tetapi baru Marwan dan Bejo-lah yang menyentuh tubuhnya.  Kedua lelaki itu pun memberikan pengalaman seksual yang sangat memuaskan dalam lakon mutual masturbation saja.  Mila yakin ia masih tetap perawan.

Mila menutupkan blus kehijauannya, jurk jeans country Taylor Swift, dengan mengancingkan sweaternya --- bisa mengurangi dinginnya angin laut.

Deburan ombak pantai selatan dengan hembusan angin yang menderu-deru se-olah-olah melenyapkan bunyi hingar bingar di Parangtritis.

Di Parangkusumo lazimnya para penziarah menghubungkan diri mereka dengan berkah Sang Panembahan dan Kanjeng Ratu. Dua makhluk metafisis yang senantiasa asyik bercinta.

[MWA] (Buah Cinta dari Parangkusumo – Novel; bersambung 04/05)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline