Lihat ke Halaman Asli

Mengapa terlalu Singkat sih ? (CerMin -10)

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1327748497232985219

Pria itu naik tergopoh-gopoh --- di bahunya tergantung ransel, di tangan kirinya tas kain berisi buku dan Koran, masih ada kresek hitam kecil terbelit di jemarinya. “Dik, bis ini lewat Blok M ?” Sambil berpaling ke arahnya, mata mereka beradu. Sekilas Sri mencium aroma yang menggoda. Seperti di iklan. “Bapak mau ke mana ?” --- “Ke Bekasi” . mereka saling tersenyum. Barang-barangnya ditumpuk di pangkuannya. Sri membatin --- ‘lelaki ini setua ayahku, tetapi sehat cekatan’. Lelaki itu bimbang ia akan turun di Lebak Bulus, ataukah di Blok M, bisa juga via Gambir dengan Commuter Line. “Dik, bis ini lewat Stasiun Gambir ?” ---“Wah, saya enggak ngerti, saya akan turun sebelumnya?” Sri sedang kesepian banget --- dua lelaki pacarnya dua-dua tidak ada respon untuk menghadapi malam Minggu ini. Sejak Tahun Baru sampai Imlek Tahun Naga Air --- ia mengutuki para lelaki, mereka akan memutuskan hubungankah ? Malam Tahun Baru ia terpaksa gabung dengan grup 1 lelaki dengan 3 wanita. Yang akhirnya Susi yang tidur dengan Alex. Ia dan Miranda hanya berpelukan mendengarkan Susi dan Alex bangun ‘beradu’ berkali-kali di extra bed. Sri menantikan respons di BB-nya --- enggak ada komunikasi apa-apa. Betul-betul sial tidak diacuhkan. Terdengar lagu yang sangat indah, suara penyanyi pria, indah lagu itu --- berkali-kali panggilan itu dibiarkan ‘si bapak’. “Pak, telepon bapak bunyi” Lelaki itu mendekatkan wajahnya. “Biar nanti saja, Blok M sudah dekat.” Sri kecewa lelaki itu segera turun. Halte Blok M Plaza samar-samar di ujung perspektif. “Adik pengusaha, pemilik toko di Plaza Indonesia ?” Sri hanya menggeleng, sambil menatap tajam kedua bola mata lelaki tua itu. Mengapa ia menebakku sebagai pengusaha, apakah dandanan dan penampilan-ku demikian cocok seperti pengusaha (?). Tidak ada respons komunikasi yang ditunggu-tunggu. Lelaki itu menganalisa garis potongan gaun coklat yang dipakai gadis disampingnya, bibirnya bagus dengan lipstick tipis, ada gelang kesehatan di pergelangan tangan, tangan kirinya menggenggam BB --- yang bolak-balik dimasukkan ke dompet kulitnya. Mereka saling berbalas senyum. Lelaki itu senang dengan rambut halus di atas bibir perempuan itu --- ia bisa menebak rambut pubisnya lebat, mungkin sampai ke pusernya. Rambut kepalanya bergelombang dengan curl besar-besar seperti, gelombang laut musim ini. Si bapak masih meramal raut muka perempuan itu, menurut primbon, wanita dengan bulu di atas bibir adalah perempuan cerdas dan hangat. Perempuan itu sedikit kecewa kalau si bapak jadi turun di Blok M --- “Pak, bapak mau ke Bekasi, mengapa tidak turun di Lebak Bulus saja tadi ?”. “Saya sedang memilih rute yang kemungkinan tidak macet terkunci”. Sri mengharapkan ia masih bisa bersama si Bapak (tetapi kenek mengatakan bis tidak melewati Stasiun Gambir). “Adik akan belanja ke Plaza Indonesia ?” --- “Tidak pak, janjian dengan teman”. Si lelaki dengan tergesa-gesa menuruni bus, sambil melangkah ia masih memikirkan kumis perempuan itu. Memang lelaki normal hampir setiap menit memikirkan hal-hal yang sensual dan seksual. Perempuan itu kecewa --- ia senang pada pria tua yang sehat, ‘mereka itu’ penuh dengan pengalaman yang menarik, enak diajak ngobrol. Ia terkesan dengan aroma parfumnya. Pasti lelaki itu pensiunan yang mempunyai banyak uang. Kesan manis itu segera sirna begitu kembali terlintas --- suasana hati yang miris. [MWA] (Cermin –Haiku -10)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline