Lihat ke Halaman Asli

Cara Nego Bisnis Nyonya Ratri (Novel NR 02/22)

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

[caption id="attachment_146056" align="alignright" width="298" caption="Terkadang diperlukan pula saat-saat tanpa Penetrasi --- cukup Sentuhan seksuil ringan atau berat --- terserah anda. Bangun Tresno Cara Ngayogyakarto."][/caption]

Ternyata Pak Wongso tidak mau kalah gengsi, ia menginap di Hotel favorit Nyonya Ratri di lingkungan Malioboro sana. Mereka berjanji bertemu dalam acara makan pagi di hotel favorit Ratri itu.  Pak Wongso melihat kedua sejoli itu jalan serimbit dari Lapangan Parkir ke Coffee shop.  Tampak mesra, Pak Wongso telah  terpesona dengan pasangan ini --- sejak pertemuan mereka di Jakarta.

"Selamat pagi ibu "  Pak wongso menyambut dan menyalami Nyonya Ratri.  Perempuan cantik dan anggun  itu ---   Pak Wongso selalu menebak-nebak umur nyonya Ratri --- ia anggap saja sebanding dengan Jacquilin Chiang. Pak Wongso mengagumi busana nyonya Ratri yang sedang 'in' --- motif kain sarung plekat. Warna-warni yang cerah optimistik.

Basa-basi sejenak --- segera pak Wongso menyimpulkan ia menghadapi seorang wanita pembisnis yang cerdas. Sambil menikmati makan pagi --- hidangan Indonesia favorit Ratri, mereka masih bicara soal kuliner dan budaya.  Ratri menyantap soto Semarang lengkap dengan tempe plus sate kerangnya.

"O ibu suka sekali kerang ya ?  Kerang adalah bahan nutrisi yang mempengaruhi vitalitas"  Demikian saja ajuk Pak Wongso.

Ratri tersenyum dan sedikit tertawa :  " bukan saja baik untuk vitalitas pak, juga memperbaiki sistem endokrin pada umumnya --- hormonal dipengaruhinya".

"Maksudnya ?"  Nyonya Ratri memandang ke arah penanya.

"Tubuh kita sangat tergantung dengan  sejumlah sistem di dalam tubuh ---salah satunya yakni,  sistem endokrin,  banyak kebutuhan hormon kita terganggu setelah kita mengalami cukup umur.  Hormon seks jangan sampai berkurang, salah satu manfaat kerang adalah dapat mendorong tubuh menghasilkan hormon seks --- ada beberapa sea-food yang mempunyai daya demikian. Antara lain tripang dan ikan napoleon."

"Apakah pabrik jamu pak Wongso ada menggunakan juga --- suplesi bubuk berkhasiat dari binatang laut atau binatang liar ?"  Tanya Ratri

"Kita kurang mengandalkan resep demikian --- resep Cina atau shinse yang mempunyai tradisi demikian.  Mereka itu menggunakan bagian-bagian dari serbuk cecak pohon, tokek, cula badak, tulang macan, dan macam-macam binatang laut juga --- kita kuranglah, susah itu pengadaannya. Kita bisa terkena pelanggaran undang-undang, paling juga hanya sedikit suplesi bubuk trenggiling dan tokek" Mereka mulai terlibat percakapan yang menyangkut bisnis jamu.

Mereka beralih ke tempat yang lebih memojok dengan rimbunan pohon bunga dan pepohonan perdu. Mereka makin terlibat mengenai rencana pengalihan perusahaan jamu pak Wongso.

"O ya pak Wong --- saya terkesan jangan-jangan pabrik bapak juga mengandalkan tambahan bahan-bahan kimia dalam produksinya "  Nyonya Ratri memandang tajam.

"Tidak musti bu --- hanya yang menyangkut supplemen atau vitalitas pria memang ada, kalau tidak demikian tidak cespleng bu --- tetapi di bawah pengawasan apoteker. Ya, kita sewa jasa apoteker"

Sejak meninjau pabrik pak Wongso --- hal ini yang merisaukan Ratri.  Bahkan ia menjadi tidak bersemangat untuk mengoper pabrik jamu itu.  Ia telah mendiskusikan hal ini dengan Markus dan nyonya Tris.

"Memang saya telah pelajari beberapa contoh jamu --- dan sepintas telah mengkaji beberapa resep andalan bapak --- nyonya Tris juga keberatan dengan resep-resep yang ditambahi kimiawi --- kita mau yang murni herbal, pak"

Pak Wongso manggut-manggut : " Bu, itu gampang --- kalau ingin merubah strategi produksi dan pemasaran terserah ibu, setelah ibu beli pabrik saya --- ibu yang lebih pintar untuk itu "

"Okay-lah pak Wong.  Bisnis ini baru bagi saya --- memang suami saya akan memperluas bisnis kami ke bidang ini  --- kami juga akan mengajak beberapa teman sebagai partner. Jadi pak Wong, kami memerlukan cukup waktu untuk mengkaji dan berunding"

"Bu, taksasi pabrik plus perkantoran dan perkebunan --- tentunya soft-ware resep-resep, stok bahan dan barang jadi, serta mesin pabrik dan peralatan management bisa dinego --- saya sangat memerlukan keputusan ibu lebih cepat "

Pak Wong menceritakan lebih detail back-ground penjualan assetnya itu.  Sejak 2 anaknya menjadi PNS sama sekali tidak menunjukkan minat mengurus hari depan pabrik jamunya itu --- ia pesimis menyerahkan pengelolaan pada keluarga sanak saudara..  Ia sendiri akan beralih menjadi pengusaha garment dan butik di Singapura.  Ia akan joint dengan Jacquilin Chiang, pacarnya.

Hasil penjualan pabrik jamu itu akan menjadi masukan modal di perusahaan Jacquilin Chiang.

"ya, sejak isteri saya meninggal dunia --- saya sangat kesepian, tidak ada teman berunding --- saya tidak menemukan wanita calon isteri yang serius mau mengurus bidang jamu ini"   kemudian ia menceritakan kisah cintanya sejak pertemuan dengan wanita Cina Singapura itu, di Kuching Malaysia Timur.

"Saya sudah membulatkan tekad --- akan mengisi hari tua saya dengan Jacquilin di Singapura.  Ibu belilah perusahaan saya"  Pak Wong mencoba mengajuk hati nyonya Ratri, pak Wongso juga menawarkan harga nego yang baru.

"Begini pak Wong, banyak yang positif dari perusahaan bapak --- namun beri kami waktu sedikit lagi untuk mempertimbangkan berbagai segi --- baik aspek produksi maupun pemasaran, juga saya sedang mempelajari sisi undang-undangnya.  Baru sih pak bisnis ini bagi kami ".

"Ya, saya sudah dengar ibu akan menitik beratkan pada produksi supplement dan jamu herbal.  Silahkan bu --- saya menunggu berita dari ibu "  Kemudian pak Wongso menawarkan makan siang di Restoran yang menghidangkan kuliner ala Purwokerto.  Tetapi tampaknya nyonya Ratri mau berduaan saja dengan Markus.

Setelah perpisahan. Tampak nyonya Ratri membisikkan sesuatu ke telinga Markus --- Markus segera tersenyum.

"Mama ingin membaca Serat Centini, buku yang mama beli kemarin malam"  Di luar hotel tampak panas-panas mendung --- makin pekat. Markus memandang ke utara, ada debaran jantungnya berpacu begitu melihat Gunung Merapi, dengan asap putih di ujung puncaknya.

Nyonya Ratri melepas pakaiannya yang sedang modis itu  --- sarung sutra Bugis kotak-kotak berwarna kuning dengan nuansa jingga --- blous sutra motif batik transparans dengan warna senada.  Ia campakan begitu saja.

Ia bugil seperti Cleopatra  sedang menggoda Markus Anthonius  --- di lembah sungai Nil sedang hujan lembab membasah, di luar hotel pun tampak hujan menderas --- suasana di luar tirai vitrase tampak rada gelap temaram.

Dengan bugil ia menuju ke lemari pakaian untuk mengambil duster atau piyama --- suasana itu segera membakar Markus --- ia membopong Ratri yang menutup badannya dengan pakaian yang akan dikenakan.

"Kita puasa penetrasi sampai Januari 2012 ya",  dibisikkan Ratri di telinga Markus.  Markus menindih tubuh Ratri di empuknya tempat tidur. Tanpa berjawab --- ia mengelus-elus anak rambut Ratri di wajah sampai ke ubun-ubun.  Ratri segera terbakar.

Mereka berpagut lama sekali, kemudian Ratri berbisik :  " Mama senang dan sayang dengan si Gendelen"  --- mama membelai dan mengamati dengan kasih sayang --- 'burung' yang baru disunat itu .............. Aaaaah.

[MWA] ( Nyonya Ratri --- Novel, bersambung ke 02/23)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline