Lihat ke Halaman Asli

Rentang Kendali dan Penyertaan Modal Negara di BUMN --- perlu hati-hati MenBUMN.

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

[caption id="attachment_140942" align="aligncenter" width="300" caption="Ukuran Keberhasilan Pemerintah --- berapa besar Kontribusi masing-masing BUMN kepada APBN dan layanan pada Masyarakat --- BUMN tidak boleh malah menjadi beban Negara !"][/caption]

Mengurangi aktivitas kesibukan Administrasi di BUMN menjadi Target Menteri BUMN --- konon ada 18 kewenangan dilimpahkan ke Dewan Komisaris dan Dewan Direksi BUMN.  Ini baru satu langkah, mengurangi birokrasi di rentang BUMN dengan KemenBumn atau pihak lain.

 

 

Bahkan kalau mendengar komentar Dahlan Iskan sesaat baru dilantik, ia juga akan mengurangi aktivitas laporan antar Kementerian dengan BUMN  tersebut. Mungkin memang ada hal substansial dari pengurangan arus pelaporan itu.

 

Lantas ada pula pernyataan Menko Perekonomian (semasa menjabat Menteri BUMN ad interim) yang akan melakukan Restrukturisasi BUMN --- ada 8 BUMN prioritas akan mendapat dukungan PMN (Penyertaan Modal Negara) dalam APBN - 2012 --- ini juga Kebijakan yang harus dikaji benar-benar.

 

Masalah di BUMN yang harus dikaji dan menjadi dasar pengambilan Kebijakan   adalah  :

 

  1. Apakah operasi BUMN  itu untuk menyangkut hajat hidup orang banyak (amanat Konstitusi) atau tidak ---  pelajari juga sejarah pembentukkannya.
  2. Bagaimana keadaan Kesehatan BUMN tersebut dari sudut Management, operasional dan organisasinya --- BUMN yang hanya memberati APBN harus dilikuidasi.
  3. Bagaimana sejarah Profitablity-nya, lantas bagaimana kemampuan hari depannya --- BUMN yang profitablitynya tidak bisa mencapai bench-mark usaha sejenis, boleh di restrukturisasi dan, mungkin ada peluang untuk diberi PMN. Bisa dilanjutkan pengusahaannya.  BUMN yang tidak bisa menghidupi dirinya, apabila tidak akan ada harapan mencapai bench-mark harus ditutup.

 

Negara ini telah berlaku Mismanagement dalam mengelola BUMN-nya --- katakanlah BUMN (sektor perhubungan) yang secara periodik mengalami kerugian --- lantas dilakukan Restrukturisasi berkali-kali, harus memberi pelajaran ---  bahwa operasional yang dilakukan Direksi dan pengawasan oleh Komisaris tidak mantap. Tidak professional.      Rekruitmen Direksi dan Komisarisnya harus rational.  Sistem pelaporan dan Pengendalian dari Kemen BUMN harus yang rational, perlu menjadi alat pemerintah.

 

Pemerintah harus menggunakan Pengendalian BUMN dengan bench-mark yang rational --- dan Parlemen harus mengawasi Pemerintah dengan rational pula.  Kalau tidak BUMN bukan menjadi alat untuk membantu APBN (Undang-undang dan Konstitusi), tetapi malah --- menjadi pos yang merugikan, bahkan dari manipulatif sampai koruptif.

 

Indonesia mempunyai sejarah panjang dalam mengelola BUMN --- dari Badan Usaha hasil  Nasionalisasi tahun 1950-an  ex Perusahaan Belanda, yang ditandai dengan Nama Perusahaan memakai “Bhakti-bhakti”,  yang hancur tanpa wujudnya.   Mungkin yang masih survive adalah perusahaan yang memang terjamin pasaran produknya --- katakanlah perusahaan sektor perkebunan, farmasi --- setelah mengalami ber-kali-kali restrukturisasi dan “perubahan wujud”.

 

Kemudian peruahaan-perusahaan BUMN yang masih beroperasi, apakah di sektor  perhubungan, perdagangan, pertanian, perkebunan, kehutanan, kesehatan, pertambangan dan lain-lain pun --- kelanjutan usahanya harus diukur dengan bench-mark.

 

Bench-mark akan memberikan pertanggungjawban Direksi dan Komisaris BUMN kepada Pemerintah dan Parlemen (baca Rakyat).  Rakyat bisa mengikuti kemampuan dan keadaan BUMN --- seperti Investor mengawasi Emiten di Pasar Modal.

 

Apakah untuk memenuhi hajat hidup orang banyak itu rational dengan Income Statement yang dilakukan  (?) --- apakah pantas PMN apabila  pekembangan Balance Sheet-nya hanya --- menggambarkan penurunan, tetapi jasa  kontribusinya pun tidak memadai --- bahkan merugi.

 

Management Audit  harus dilakukan, bahkan lebih dari itu --- Reward and Punishment, sampai seret ke Pengadilan.   Budaya Anti Korupsi harus ditegakkan.  Sebagaimana  di Negara maju seperti Cina.  Para Manager BUMN itu harus bekerja bertanggungjawab atas Modal Penyertaan Negara.

 

Begitu pula Parlemen dan BPK --- harus meningkatkan profesionalisme.  Selamatkan Aset Negara, anggota parlemen dan auditor jangan mudah dilumpuhkan oleh suap --- karena  otoritas dan tanggungjawab mereka berasal dari Undang-undang dan Konstitusi.

 

Menteri BUMN dan Kemen BUMN harus menjalankan Misi : Pengendalian.  Apakah secara manajerial dan finansial BUMN memenuhi ukuran bench-mark ?  Itu saja yang harus diawasi dan dikendaikan.

 

Kerugian dan rendahnya Profitability BUMN bukan semata disebabkan “intervensi”  dari Link external --- yang terbesar adalah Mismanagement dalam operasi BUMN itu sendiri !   Mereka tidak bekerja Efisien dan Efektif, kalau pun tidak koruptif dan manipulatif.

 

Penyertaan Modal Negara --- seharusnya hanya untuk Memperbesar Investasi dan Daya Leverage BUMN --- bukan untuk menyokong operasi yang Mismanagement, in-efisien, dan tidak bekerja di atas bench-mark.

 

[MWA] (ManagemeNet – 07)

 *)Ilustrasi ex Internet

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline