Lihat ke Halaman Asli

Mini Cerpen (43) Albertina dan Djauharsyah (Kisah Cinta Trilogi – 1/3)

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kompleks perumahan itu tidak begitu luas --- tetapi setiap rumah mempunyaicukup tanah luas untuk perumahan dan lahan bercocok tanam --- tipologi lay-out perumahandi perusahaan perkebunan. Yang paling istimewa adalah Jalan Cemara --- jalan yang memanjang lurus ke arah jalan raya --- Jalan Puteri Hijau.

 

Setiap pagi anak-anak berbaris berombongan ke luar kompleks perumahan menuju jalan raya, untuk menantikan bus sekolah yang akan mengangkut mereka. Di antara mereka berbaur dua anak yang rumahnya diagonal berhadapan --- di jalan Cemara.

 

Tahun 1950-an kota Medan masih sangat indah --- banyak taman-taman, dan lahan terbuka hijau --- masih banyak terdapat pohon-pohon besar yang menaungi dan menentramkan kehidupan ---sepanjang Jalan Puteri Hijau barisan pohon mahoni yang besar-besar --- sebagai anak sekolah terkesan, ada dua keistimewaan di jalan itu. Yang pertama adalah lahan luas dengan lapangan hijau di selatan Rumah Sakit Deli Mij atau salah satu sisinya menuju Rumah Sakit Tentara. ---- berbagai jenis burung terdapat di situ.Dekat kompleks perumahan tadi ada keistimewa kedua yang menonjol, tiga pohon cemara yang sangat tinggi --- di sana adalah tempat hinggap dan bersarangnya burung Elang.

 

Sementara menanti bus sekolah, pemandangan yang indah lainnya adalah mengarahkan pandangan ke timur laut, di sana ada yard BPM --- terdapat tanki-tanki minyak besar bercat putih dan susunan bertumpuk drum-drum oli bercat merah dan kuning. Lapangan rumput hijau dengan kontur bertingkat-tingkat. Dan Djoharsyah biasa ke sekolah menyeberangi Jalan Puteri Hijau, terus menapaki kebun karet di selatan Yard BPM --- melewati jalan setapak, yang terkadang ditingkah suara ayam hutan yang terkejut --- beterbangan, merah  kuning hitam dan biru berkilau. Ia terus melewati rel-rel kereta api yang menuju ke utara ke arah Belawan, dan satu lagi melintasi jalur kereta api menuju barat ke arah Binjei.

 

Djoharsyah bersekolah di National English School (NES), karena tidak termasuk jurusan bus sekolah maka dia tidak turut dalam bus sekolah, yang hanya menuju Methodist English School (MES) --- yang mengesankan di antara dua remaja itu adalah lambaian tangan yang tidak terputus-putus --- sampai ruang mata mereka tidak melihat lagi sosok sahabatnya. Remaja puteri itu adalah Albertina --- ia sahabat Djoharsyah, tiap petang atau malam pasti mereka bertemu --- karena Albertina mengajial-Qur’an di rumah Djoharsyah………….

 

Beda sekolah, Djoharsyah di NES; dan Albertina bersekolah di MES,  MES adalah sekolah Asing yang didirikan untuk kebutuhan pendidikan anak elit perkebunan dan masyarakat lainnya --- sedangkan NES adalah sekolah yang didirikan kaum nasionalis. Kurikulum MES mungkin American (?) sedangkan NES adalah Malayan English. Memang ada satu sekolah yang berbahasa Inggris lainnya ---Yakni, KhalsaEnglishSchool, kurikulum-nya mungkin berorientasi ala Indian English.Sebagai anak sekolah tentunya mereka masing-masing mempunyai kebanggaan tersendiri terhadap sekolah mereka   …………suatu masa remaja yang penuh elan perjuangan.

 

Berselang suatu saat ………Albertina pamit akan disekolahkan ke Netherland, yang mengatur adalah keluarga Papanya (memang tidak bisa dipastikan apakah Papanya masih ada, ataukah telah bercerai dengan mamanya --- karena di rumah itu tidak terlihat sosok lelaki --- di masa itu anak-anak tidak ada yang usil untuk meng-gossipkan keganjilan itu). Dan  Djoharsyah pun telah bersekolah di SMA Kesatria ( jaman Belanda sekolah itu bernama Invoorno) --- juga sekolah yang berfilosofi Kebangsaan.

 

 

Di jaman itu --- anak-anak sekolah atau remaja banyak mempunyai hobbi surat-suratan, bersahabat pena --- media cetak dalam negeri mau pun internasional banyak  yang menyelenggarakan rubrik persahabatan pena ini. Biasanya  dirangkap dengan hobbi sebagai philatelist. Djoharsyah memang mempunyai banyak sahabat pena di Amerika, Jerman, Persekutuan Tanah Melayu, Singapura dan Jepang. Sebagai philatelist ia aktif tukar menukar perangko. Topik pembicaraan di sekolah masa itu tentu tentang   sahabat pena, koleksi perangko, almanak dari negeri lain dan souvenir yang diterima.

Setelah Albertina tinggal di Amsterdam --- jadilah mereka surat-suratan seperti dua orang yang bersahabat pena pula.

 

Djoharsyah tammat SMA dan meneruskan ke Fakultas Ekonomi UGM --- Albertina kembali ke Indonesia, yang kemudian ia kuliah di Jakarta. Dan ia mempunyai kesibukan sebagai gadis model --- memang ia tumbuh menjadi wanita yang sangat cantik.Tubuhnya tinggi semampai, bibir tipis berbentuk indah sekali, dada tidak begitu besar tetapi proporsional menawan, hidung yang mancung dengan alis yang semu lebat --- roman wajah yang antara Jawa-Manado-Belanda dan Timur Tengah. Pernah mereka bertemu di Jakarta dalam hiruk pikuk demonstrasi pemuda mahasiswa tahun 1966.Memang aktivitas yang menonjol dari Djoharsyah, dia adalah aktifis mahasiswa. Sementara Albertina telah pula menjejakkan kakinya di dunia periklanan --- ia menjadi bintang iklan dan wajah sampul beberapa majalah di Jakarta. (bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline