Lihat ke Halaman Asli

Orang Dayak dari Sarawak hingga Kalimantan Indonesia; sekali lagi, ASEAN [Features – 41]

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_105826" align="alignleft" width="300" caption="Indonesia-ku Perbaikilah Diri-mu, binalah Budaya Progresif untuk Bangsa ini !"][/caption]

 

Museum telah dikunjungi --- hari pasar di salah satu sudut pertokoan di kota Kuching.  Semua dagangan dan suasananya hampir sama dengan pasar Kodim di Pakan Baru, Riau.  Ooi ikan terubuk banyak nian --- telur ikan terubuk yang basah mau pun yang telah diawetkan, melimpah. Mengapa di Riau tidak terlihat lagi ikan terubuk dan telurnya ?   Mungkin ikan yang lezat itu telah punah ?

 

Menyusuri jalan raya yang mulus dari Kuching ke Pontianak.  Sambil mengunyah snack berupa sotong panggang yang lezat.  Sepanjang jalan, di kiri kanan melewati desa dan dusun --- pasti di depan rumah penduduk Orang Dayak Sarawak Malaysia.  Di setiap depan rumah mereka jelas terpampang nama pemilik rumah plus nama ayahnya, seperti  Bigar a. Deboi( baca, Bigar anak Deboi).  Terkenang pada sahabat seorang Dayak dari kota Miri --- Pak Duyun.   Menyusuri sungai di Kuala Baram, sepanjang sungai, mirip sekali dengan suasana daerah aliran sungai --- sungai Kapuas atau sungai Barito yang pernah dilalui.

 

Sampai di Tebedu suasana Malaysia --- tiba di Entikong, suasana ala Indonesia. Disambut para Calo (pedagang ?) pemalak.  Anak-anak muda Indonesia,  para TKI  itu digiring ke belakang bangunan dan WC (di-apa-i ?) --- Persis di Terminal Pulo Gadung --- mengerikan.  Ringgit mereka ditukar paksa !  Rambut dijambak dan kepala dipiting.  Oiii, mengerikan nian.

 

Sebelum sampai di Pontianak kita bisa menikmati restoran Cina atau restoran Padang --- Bhinneka tunggal Ika. --- tinggal pilih !

 

Kutipan dari Anthology of Asean Literature, Malaysia : Indigenous Traditions, Ministry of Education, Malaysia , (External Affairs Division).

“ Yang menjadi asas kesusteraan rakyat di mana-mana pun ialah cerita mengenai asal-usul bangsa. Dari Sabah, pintu gerbang timur Malaysia, dipaparkan cerita yang pertama, mengenai asal-usul bangsa manusia dalam tanggapan orang Kadazan ( Suku Dayak Malaysia, pen.). Dari keturunan nenek-moyang mereka turunnya manusia berbagai rupa dan warna kulit di seluruh dunia. “

 

“Pada zaman dahulukala, dunia ini dihuni oleh satu jenis manusia saja. Warna kulit  mereka sama sahaja. Mereka tinggal dalam sebuah negeri yang besar. Penduduk di dalam negeri itu selalu ramai sehingga setiap hari ada saja perkara buruk yang berlaku seperti maksiat, jenayah serta  pengkhianatan sesama manusia. “

 

(Barangkali suasananya mirip adegan/acara kriminal-warta berita di televisi Indonesia saat ini --- tiap hari penuh terror, copet-jambret, pembunuhan, tawuran, keroyokan, rakyat lawan aparat, rakyat lawan rakyat, juga suap menyuap plus korupsi. Iiiiiih !)

 

Cerita dilanjutkan. “Keadaan ini diperhatikan oleh seorang tua yang baik. Dia merasa amat dukacita kerana melihat kehidupan manusia tidak ubah seperti haiwan. Mereka berbunuh-bunuhan, curi-mencuri, khianat mengkhianati dan melakukan maksiat dengan berleluasa………..

 

“………..Pada suatu malam, orang tua yang baik ini bermimpi. Dia ditemui oleh Kinoringan 1).. Kinoringan itu memberitahu dia bahawa bala akan diturunkan ke atas negeri itu. Satu banjir besar akan berlaku. Banjir ini akan membunuh manusia yang jahat di negeri itu……………

1)      Tuhan orang-orang Kadazan --- Agama Kaharingan pun banyak dianut oleh masyarakat suku Dayak Indonesia.

 

Cerita dilanjutkan. “………….’Beritahu berita  ini kepada orang-orangmu. Mereka hendaklah membuat sebuah gendang. Bila hujan mula turun suruhlah orang-orang masuk ke dalam  gendang. Untuk mengelakkan diri mereka dari pada mati lemas………….’ Kata Kinoringa.n.”

 

Singkat cerita, setelah banjir surut --- dan masyarakat kembali membangun kehidupan mereka,…………”Orang tua yang baik itu mempunyai tujuh orang anak. Anak-anaknya bernama Lugu, Giniab, Gupuk, Kambu, Mantahip, Tundou dan Pisod. Kesemua adik beradik ini lelaki…………”

Setelah menjalani kehidupan masa kanak-kanak yang riang gembira dan penuh kisah dramatis.  Ketika mereka dewasa dikawinkan dengan gadis-gadis di perkampungan itu.

 

Keajaiban yang terjadi, ke-7 anak lelaki tadi menurunkan keturunan yang menakjubkan :

 

  1. Lugu menurunkan manusia berkulit putih selayaknya Orang Eropa, ia membawa keluarganya merantau jauh menyeberangi lautan.
  2. Giniab menurunkan anak berkulit kuning langsat. Ia dan keluarganya merantau menurunkan suku Murut, Dayak, dan Dusun.
  3. Gupuk menurunkan anak yang berwarna hitam legam, mereka merantau merentasi dan menerabas hutan balantara --- menurunkan bangsa-bangsa India, Negro dan lain-lainnya di Afrika.
  4. Kambu menurunkan anak yang berkulit putih melepak --- dari kampung mereka di Nunuk Ragang, merantau mencari kehidupan baru di Utara dunia
  5. Mantahip dan Tundou masing-masing menurunkan anak-anak yang berkulit hitam manis --- dan mereka tetap berdiam di Nunuk Ragang.
  6. Pisod si Bungsu, memang di masa kanak-kanaknya banyak mengalami episode yang menakjubkan dan hebat,  isterinya melahirkan sebutir telur.  Telur itu menetaskan seekor anak ayam --- yang kemudian menjadi ayam jantan yang sangat mempesona – paruh dan kakinya kuning ke-emasan; ekornya panjang terburai-burai ke tanah. Ia ayam jago yang garang.      

 

Dengan mimpi Pisod mendapat pesan Sang ayam, agar mereka merantau mencari kehidupan baru --- Pisod mengajak kedua abangnya, Mantahip dan Tundou, untuk bersama-sama pergi merantuau meninggalkan Nunuk  Ragang. Setelah berminggu-minggu menapaki perjalanan.  Ayam jago yang menjadi pelopor, berhenti --- mengepak-ngepak sayapnya dan berkokok dengan gagahnya setelah mereka tiba di suatu kawasan.  Ranau, daerah yang sangat cocok untuk membuka persawahan --- keluarga Tundou menetap dan menamakan kampung mereka Ranau.

 

Sang ayam anak Pisod yang menjelajah lebih dahulu, meninggalkan rombongan --- ketika ia berkokok di suatu kawasan, ia ditemukan oleh orang yang bernama Ambunan.  Pisod dan keluarganya berdiam di tempat itu --- dan memberi nama kampung mereka, Tambunan.

 

Sang Ayam melanjutkan mencarikan kampung untuk keluarga Mantahip. Setelah bersusah payah, memanjat bukit turun naik, menurun berbagai lurah dan lembah --- tibalah mereka di pesisir pantai…………. Keturunan Mantahip menjadi cikal bakal suku bangsa Samah.

 

Kita pun percaya, seperti juga mereka, bahwa --- dunia ini terjadi daripada Lumpur yang lembek, apabila ia keras menjadi sebuah dunia, dunia itu berpusat di Nunuk Ragang, tempat tersadainya gendang besar yang dibina oleh Orang Tua yang baik dan pengikut-pengikutnya itu.

Bhinneka Tunggal Ika --- Berbeza-beza tetapi Satu Jua !

 

 *)Foto ex Internet

     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline