[caption id="attachment_98251" align="alignleft" width="300" caption="Kemewahan selalu mencerminkan Kecantikan, Kenikmatan dan Kemegahan. Mereka, pria-wanita yang berkecimpung di Telaga Kekayaan itu bergelimang dengan Nafsu dan Ancaman Penyakit."][/caption]
Diundang ke peluncuran buku --- sungguh menarik, biasanya selain mendapatkan buku yang hangat yang baru saja diterbitkan atau segera dipasarkan --- juga berada dalam pertemuan komunitas tertentu. Apa lagi ada sisi lain, yakni penerbitan buku ini dilakukan kawan-kawan lama --- semacam acara nostalgia.
Kalau melihat penampilan sosok yang hadir --- apalagi deretan mobil-mobil mewah yang diparkir di lokasi untuk para Undangan. Ini komunitas tertentu yang tergolong hidupnya sudah mapan, sukses dan nikmat.
Peluk cium dan cipika-cipiki meriah --- bau parfum semerbak. “ He Martin, sini, ini ada teman lama ingin bertemu” Martin yang sudah ingin menuju meja nomor 24. Tertegun --- ia melewati beberapa meja untuk bergabung sebentar. Meja 18, ada 3 pasang plus satu di situ.
Segera Yusuf menunjuk ke arah wanita yang sangat cantik --- dalam adi busana dari butik yang mahal, tentunya.
“Ingat ?” Yusuf mempertemukan kedua makhluk itu --- mereka saling memandang. Wanita itu kira-kira dalam umurnya yang kepala lima atau enam. Ke-enam manusia itu saling tersenyum. Si Wanita mengerling --- aduh matanya masih membinar seperti wanita 32 tahun.
“Tebak siapa ?” Tampaknya si Wanita telah merasa menang lapangan --- ia telah mengenal sosok Martin, bukan saja karena nama tersebut telah dipanggil Yusuf , tetapi wanita itu telah menggali semua memorinya.
Martin tertawa kemalu-maluan. Ia tidak mau digolongkan lelaki pikun. Sudah lupa kepada seseorang yang telah lama tidak berjumpa.
Ia tidak mau tergolong Lansia pelupa --- atau pikun.
“Siapa ya ?” Tanpa sadarnya kalimat itu terlontar --- ia masih menggenggam jabatan tangan mereka. Wanita itu tersenyum. Dua perempuan lain juga tersenyum.
“Martin, dia adalah Ratri !” kata nyonya Yusuf. Mereka semua tertawa. Kesempatan Martin dan Ratri berpelukan.
“Lebih duapuluh tahun tidak ketemu ya --- sejak yu pindah ke Hongkong ya ?” Wanita itu tersenyum dan kembali menduduki kursinya.
“Mana si Mas ?”
“ Di rumah --- saya mewakili, kangen pada teman-teman, juga ingin mendapatkan buku kenangan perjuangan kita “
“Istri Martin di mana ?”
“Ia juga mewakilkan kepada saya’
“Rasanya kalau tidak salah pertemuan kita terakhir, makan berempat di FT Garden tahun 1993, ya ?”
“Ratri masih tetap cantik”
“Oo aku telah 67 tahun, tahu ?”
“Tetapi gigimu masih lengkap !”
“Dirawat sih”
“Aku di meja 24 --- kalau begitu aku pindah saja di sini “ Martin memandang seputar meja. Mereka kini 4 pasangan.
Mereka melanjutkan cerita-cerita nostalgia, di selingi cerita humor masa lalu --- buntut-buntutnya cerita penyakit yang mereka-mereka alami --- atau berkaitan dengan teman-teman mereka yang telah meninggalkan dunia.
Ada pembukaan, sambutan dan beberapa kesan komentar setelah mereka makan malam, dan mendapatkan buku-buku dan macam-macam soevenir.
“Bagaimana penyakit Pak Haryoto ?“ dengan sedikit menarik nafas Ratri menceritakan bagaimana proses suaminya mendapatkan penyakit generatif itu --- berbagai terapi ala Hongkong dengan obat herbal ala Cina telah diupayakan, kalau obat dokter sudah macam-macamlah --- tiada kemajuan selain kemunduran yang ditemui. Tahun 2006 mereka kembali ke Indonesia.
“Setelah mas pensiun, kami tetap di Hongkong. Usaha kami, patungan dengan Orang Deparindag dan mitra di Hongkong cukup maju --- anak-anak telah mentas. Ya itu tadi tahun 2006 kami pindah ke Lampung. Agar dekat dengan salah satu usaha kami di bidang makanan ternak. Kami pulang ke Lampung.
“Jadi Jeng Asti jalan harus dipapah terus ?” Martin menganggukkan kepalanya. Mereka berbisik-bisik, tercium parfum yang istimewa yang digunakan Ratri.
“Kombinasilah --- seharian ia duduk di kursi roda, tiduran di sofa atau jalan-jalan dengan dipapah pembantunya. Ia tidak mau menggunakan kroek”.
“ Yah, ia tidak suka membaca --- harus dibacakan. Seharian ya menonton televisi atau video. Sedang saya masih totally sehat --- saya harus tetap bekerja --- harus keluar rumah. Kalau tidak, mungkin saya pun bisa ikut-ikutan sakit”.
“Ya kamu masih anak-muda --- baru 68 tahun. Sehat semuanya ?” Mereka berdua tertawa-tawa --- menarik perhatian teman semejanya.
“Ada kegiatan yang remeh temeh --- kirim-kiriman kata-kata mutiara, sekedar menanggapi kiriman si Dicky”
“Isterinya sehat, isteri si Dicky --- malam ini mengapa mereka tidak diundang ?”
“Enggak tahu juga ?”
Lampu-lampu mewarnai malam-malam di Jakarta --- tampak gedung-gedung tinggi dan apartemen, lampu berbinar selang-seling. nuansa perubahan pola hidup penduduk Jakarta. Mobil-mobil mewah itu berseliweran meninggalkan lapangan parkir hotel.
“Banyak orang ingin sekuat baja, tetapi tidak mau ditempa, banyak yang ingin seharum dupa, tetapi tidak mau dibakar, banyak yang ingin meraih kemenangan, tetapi enggan menerima tantangan..Banyak yang ingin jadi emas murni, tetapi tidak mau masuk dapur perapian. .Banyak yang ingin berguna bagi dunia, tetapi enggan berbagi, banyak yang ingin mengasihi tapi sulit untuk memaafkan ………………untuk bekal beraktifitas hari ini. Selamat pagi. RAT”
Berkali-kali Martin membaca SMS itu, biasa adakalanya singkatan di SMS menyasarkan pengertian atau menimbulkan tandatanya. Tetapi Martin mengakui bahwa isi kata-kata mutiara ini sungguh luar biasa --- ia telah banyak mengumpulkan kata-kata bijak semacam ini, dari berbagai sumber. Rasanya kata-kata mutiara ini sangat mengena pada dirinya. Ia merenung.
Ratri memang seorang gadis yang sangat cantik di masa itu --- ketika Martin mahasiswa, kemudian Ratri menyusul lulus SMA. Ada suatu kejadian menggegerkan di masa lalu itu. Ratri terlibat skandal (semacam, yang saat ini lazim --- hubungan seks di antara remaja konon telah biasa dilakukan --- hasil pool diperkirakan lebih 60 persen remaja putri pada masa ini telah tidak perawan lagi) --- skandal yang dialami Ratri mirip kejadian itu --- hubungan seks antara dia dengan teman sekelasnya. Mereka merayakan kelulusan SMA dengan melakukan pesta seks di rumah Rusman, anak pegawai bea cukai. Cara kehidupan semacam itu masih jarang terdengar masa itu. Menggegerkan.
Peristiwa skandal yang digrebeg Hansip itu --- tidak pasti penyelesaiannya. Apakah pasangan itu dikawinkan atau bagaimana. Tetapi Ratri nyatanya tetap sebagai gadis tammatan SMA --- ia tidak melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Ia tumbuh menjadi gadis seksi yang konon sangat suka bergonta-ganti pasangan seks. Di antara pemuda se-kompleks perumahan atau yang pernah mengenalnya --- sosok Ratri adalah obyek khayalan untuk mencari kesempatan giliran.
Tiba-tiba terbetik berita ia dipersunting seorang pejabat muda --- dan diboyong ke Irian Barat.
Tahun 87 kami bertemu di Jakarta sebagai komunitas suatu Departemen. Tahun 1993 atau 1994 keluarga Moelyoto Haryoto konon menempati posnya di Perwakilan Hongkong. Mereka tidak pernah berkomunikasi sejak itu.
Sewaktu berumur awal 50 tahunan saja Ratri masih menampilkan sosok wanita seksi yang sangat menggairahkan --- apa lagi Ratri adalah wanita yang pintar sekali berdagang, dan beraul di kalangan Jet Set --- waktu itu, di samping suaminya (yang memang jauh lebih tua darinya) menjadi seorang penjabat. Ia sudah sering hilir mudik ke Luar Negeri --- terutama ke Eropa. Konon ia berdagang dengan cara jinjingan.
Ratri adalah pedagang permata, arloji mewah, parfum dan pakaian bermerk --- kebebasan ia berlanglang buana sungguh mencengangkan. Konon ia memiliki kunci rumah “seseorang” yang bebas ia pergunakan kapan saja., entah di Amsterdam atau di Paris.
Martin membalas dengan mengirimkan SMS : “A Sorrow that’s shared is but half a trouble; But a joy that’s shared is a joy made double. English Proverb” . Ia kembalikan buku On True Happiness itu ke raknya.
Martin tersenyum mengingat dua episode dalam kenangan dengan Ratri --- kemudian ia segera miris memikirkan penyakit Haryoto. Dementia yang berasal dari Alzheimer yang dideritanya. Mengerikan jalan pun ia harus dituntun --- otot dan syarafnya terganggu oleh kerusakan otaknya.
Mengerikan. ( bersambung ke Novelette 02-2)
*)Foto eks Internet
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H