Lihat ke Halaman Asli

Mini Cerpen (29) Myani Spontan Ingin Mati

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Modus operandi penggelapan pajak seperti yang terbongkar di Surabaya itu --- sebenarnya praktek lazim di kantor pajak di seluruh Indonesia. Myani sebagai pegawai swasta mengerti sekali caranya. Karena teman-teman sesama swasta pengurus setoran pajak --- diajari atau tidak diajari pun --- secara otomatis memasuki jaringan dan praktek itu. Sama-sama untung --- tidak peduli Negara rugi, Perusahaan rugi atau Rakyat rugi.


Keluar dari mobil mungil mewahnya --- badan Myani sudah panas dingin, seperti ada radang di tenggorokan. Waktu kasus Gayus mencuat ia tidak begitu peduli --- ia tidak ada urusan dengan kantor pajak di Jakarta atau Pengadilan Banding perhitungan pajak. Yang menjadi perhatiannya, ia kini turut berkomplot dengan Tono dan kawan-kawan untuk mengerjai setoran pajak perusahaan di Cimahi dan di Majalaya, ladang barunya --- bahkan mereka akan melebarkan operasinya dengan teman-teman yang di Cirebon.


Ia membuat minuman segar yang agak sejuk --- sambil sekali-kali menempelkan gelas itu ke pipinya.


Teh Miin menegurnya, " nih, jangan minum itu --- ini cairan panas dalam di minum." Myani mengganti minumannya --- tenggorokannya terasa kering. Ia raih tas tangannya --- untuk melihat kembali bagiannya yang disampaikan Meince, lima belas juta rupiah, lumayan pikirnya.

Selama Maret sampai akhir April ia telah menyetor tabungan Rp. 375 juta rupiah ke empat rekeningnya. Kredit rumah telah dilunasi, kini ia merencanakan mengambil KPR untuk apartemen di Jakarta.


"Yan, pajak di Surabaya geger tahu ?"

"Apa bagaimana ?

"Kantor pajak Surabaya --- masalah setoran pajak terbongkar, kita harus hati-hati bisa merembet ke-mana-mana lho !"

"Bagaimana ceritanya ?"

"Nonton berita, lekas --- mungkin diulang-ulang"

Memang modus operandi penggelapan, rundingan pajak, tawar-menawar, memberi angka pajak menakutkan --- bisa direkayasa, telah lama terdengar. Jadi kalau di Surabaya terbongkar --- dimana pun harus dibongkar dan, Dinas pajak harus segera menangkal dan mencegah lebih lanjut --- yang terlanjur jangan coba menghilangkan bukti-bukti. Ringkus semuanya, bisa ? Pilihan hanya dua, lari (kemana ?) atau mati (itu saja).


Memang terbaca di running text, maupun berita itu diulang lagi pada beberapa stasiun TV. Myani menarik nafas dalam dan menghembuskannya kuat-kuat. Ia jadi kuatir sekali, baru saja Suartono juga mengabarkan agar hati-hati --- merapatkan barisan untuk membuat alibi dan arahan kesaksian, jika ada mata rantai terendus.


Memang modus operandi pencurian pajak bukan rahasia lagi --- akan mudah terlacak, dan sebetulnya selama ini pun melebar --- aksi pemeras di antara mafia pajak, mafia hukum, dan aparat-aparat lapar lainnya. Semua sudah berkelindan. Rahasia umumlah --- Misanagement, pengawasan wow.


"Kalau aparat lain puas , aman dong kita --- kadang-kadang mereka jadi loba dan tamak, kalau ada kasus begini, mereka berobah menjadi pemeras --- seperti alap-alap atau burung kondor, pemakan bangkai ! "

"Tadi aparat menelpon katanya Pak Bayi mau mantu --- ayo kita patungan ‘

"Mereka minta berapa ?"

"Akhir Maret sebetulnya, mereka telah dikirimi limaratus --- komandan barunya datang kita kirim lagi limapuluh"

"Tadi siapa yang menilpon ?"

"Pak Bayi --- Yani yang rapat sama aparat, coba kamu approach deh"

"Wah, aku bakalan jadi sapi perahan, nih"

Myani pucat juga, wajahnya pucat pasi di pantulan cermin. Ia coba menentramkan diri --- akan mandi air hangat. Berendam di bath tub. Mandi busa.

"Oh, keparat --- burung alap-alap mulai memeras, karena tren berita Surabaya. Bisa benar juga "Uang Setan dimakan Hantu" . Myani mencoba mengungkap kelakar yang selalu mereka mainkan di antara mereka. Uang setan dimakan hantu --- artinya dapat uang panas pasti diincar aparat yang tidak bersangkut paut langsung --- tetapi mempunyai wewenang untuk mengorek-mengorek, seperti menyidik begitu.


Di dalam kehangatan air dan busa sabun --- mengelus dan mengusap celah dan lipatan tubuhnya, tidak merasa nyaman, yang terbayang wajah pahit Artalita. Ampun bisa masuk penjara aku, tidak ada keturunan Raden Panji Klantung masuk penjara, belum ada. Aduh.

Bertubi-tubi teriakan iblis menggedor tengkorak kepala Myani. Penjara, penjara, penjara, penjara. Ampun


Badannya menggigil, tubuhnya lemas dan suhunya tidak karo-karoan, nafasnya hilang timbul. Ampun penjara --- peras memeras akan sampai tulang belulang nih. Ampun ! Myani menjerit memanggil-manggil Teh Miin, minta dimandikan dengan  semprotan air hangat dan dianduki. Tetapi iblis terus saja menggedor-gedor otaknya. Penjara. Penjara --- tidak bisa mandi, tidak bisa beol. Aduh.


Nafas Myani sesak, "Teh panggil taxi , atau minta saja dokter Pardjo datang --- bilang Bu Myani tidak enak badan "

Apakah aku akan kena serangan jantung ? Atau kena stroke --- jangan, jangan nanti aku cacat --- sudah miskin diperas, cacat pula. Tobat !

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline