Lihat ke Halaman Asli

Paranormal (05) Laku Uda, Bugil, Telanjang Bulat

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sensasi Manusia bertelanjang bulat sebenarnya adalah hakekat “manusiawi”, alamiah lahir dengan bertelanjang bulat --- Budaya memberinya pakaian.

Baru saja Artis Erykah Badu melepas pakaiannya, untuk bertelanjang --- dalam konteks modern.  Sensasi mempertontonkan ketelanjangan yang memang, alamiah --- budaya menetapkan norma.  Ia dihukum denda. Sensasinya ia bertelanjang tepat di lokasi penembakan mati Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy --- sensasi industri untuk melejitkan pemasaran albumnya !

Laku Uda, bertapa, bersemedi secara alamiah banyak dilakukan dalam konteks Budaya --- orang melakukan “bertelanjat bulat” untuk mencapai sesuatu --- kembali alamiah, seperti sewaktu dilahirkan, telanjang bulat.

Ratu Kalinyamat pun melakukan ‘tapanya’ dengan bertelanjat bulat ---  ia menyatukan alam dirinya, dengan rambut tergerai, hanya angin terkadang menghembus gerai rambut itu --- menebar harum semerbak alamiah, angin reda lembaran rambut itu melebar ke punggung dan bahunya, serta sebagian menutup bukit buah dadanya.  Buah dada seorang wanita --- hanya budaya yang bisa menangkap arti menyatunya alam dan indrawi manusia.

Sangat sensual bukan saja sewaktu ia melepas pakaiannya, tetapi apabila ratu merubah silanya, membuka paha dan menekuk lututnya --- alam yang menyaksikan pun akan ikhlas membantu tapanya.  Sangat sensasional !

Indrawi manusia yang memanipulasi sosok ketelanjangan wanita menjadi sensasi industri di jaman modern.  Bahkan kalau kita mau adil --- wanita juga menjadi konsumen ketelanjangan lelaki --- industri yang machoistis !   Kesetaraan Gender.  Iya pula !

Kembali ke alam paranormal --- seorang lelaki, waktu itu berumur 19 tahun --- ia dengan ijazah SMA-nya bercita-cita sukses, akan merantau meninggalkan desanya di Klaten. Di pagi sejuk dengan angin pagi, sebelum adzan subuh ia berdiri di tepi telaga desanya. Bertekad melakukan telanjang bulat, berlari anjing mengelilingi telaga.  Duapuluhsatu kali berkeliling.

Dingin pagi di sekujur tubuhnya, memeluk seluruh pori-pori kulitnya --- alamiah, tubuh itu merasakan sebagai mana rasa sejuk alam dengan kulit masusia.  Para wanita yang akan berangkat dagang berselisih dengan pemuda macho yang sedang laku uda --- hanya samar-samar tersenyum dan merasakan segarnya sensasi menyaksikan lelaki muda telanjat bulat. Itu bukan laku nazar, tetapi semacam afirmasi, untuk laku uda bertekad akan sukses dalam perantauan.

Memang karena tekad yang membara --- tigapuluh tahun kemudian lelaki itu sukses dalam hidup kompetitif di negeri ini. Apa yang dicapainya ?

Ia menjadi manusia yang berpengatahuan dengan sejumlah titel --- cita-cita-nya pun untuk menjadi Dirjen atau, belakangan calon  Bupati di salah satu kabupaten di Pantai Selatan hampir tercapai --- untung tidak bisa diraih malang tidak bisa ditolak.  Nasib menentukan lain --- di usia "tak lagi muda"-nya, tampaknya cita-cita akan kandas, karena rongrongan penyakit yang komplikatif.  Siapa yang menentukan nasibnya  ?   Siapa yang menentukan Takdir ?

Orang bisa kaya raya dengan berbagai cara Budaya --- bisa berjenis kelamin, pria atau pun wanita.  Bisa melalui jaringan korupsi, suap dan segala jenis “cara maling, pencuri, rampok” --- ala birokrat atau aparat. Bisa pula cara haram atau halal berusaha dalam masyarakat yang merdeka --- tetapi ada hamparan Budaya, untuk me-‘laku’-kan cara mencari kekayaan.  Sensasi duniawi adalah kekayaan materi !

Syahdan adalah seorang wanita cantik, pengusaha mebel di salah satu kota di rimbunan hutan jati di pulau Jawa --- ia cantik, cerdas, berumur baru 32 tahun. Seorang janda ranum !

Tidak jelas di mana ia berguru --- tidak pula diketahui siapa gurunya. Tetapi “laku uda”  bukan rahasia ---  untuk mencapai ‘target’ pengikut paranormal melengkapi rituilnya dengan, melakukan rituil bertelanjang bulat --- di mana dilakukan ?

Di kamar mandi,  di kamar pribadi, atau di tepi telaga ( seperti Ratu Kalinyamat atau si Pemuda di atas), atau di depan jendela apartemen, atau di puncak gedung pencakar langit, atau seperti dulu, di gunung atau guha., terserah   ---Janda itu.    Ia tidur telanjang bulat di depan pintu utama rumahnya yang mewah .  Setiap malam !

Apa targetnya ?  Selain usaha mebel, ia adalah seorang wanita penjudi ulung --- laku uda-nya itu  untuk “agar selalu menang judi “.  Ia pemain judi yang hebat --- enggak tahu apakah sekarang ia juga telah masuk ke arena judi di Internet --- yang jelas ia bermain judi dari rumah ke rumah, sampai dari hotel ke hotel --- barang kali kini ia juga  berjudi di Genting Highland bersama-sama pejabat Indonesia dan Orang-orang Kaya Indonesia --- ia ikut perputaran uang korupsi dan uang hasil segala  usaha di Front Meja Judi.

Mereka semua tertawa cara Indonesia :  Ha ha ha --- hihihi.

Kalau begitu, hebat juga hasil jerih payah alam Indonesia,  juga gentayangan bersama Jenglot di Pasar Uang Panas Internasional.  Meja Judi Internasional !

Seperti juga para koruptor Indonesia yang berjudi --- si “Ibu”  selalu menang --- kalau pun mereka kalah di meja judi, mereka akan tetap menang, karena “alam uang makmur Indonesia” selalu tersedia untuk diangkut ke mana pun.

Sahibul hikayat, adalah Dewi Anjani --- perawan cantik yang mendapat “aset” dari ibunya --- Dewi Windradi, yang berselingkuh dengan seorang Dewa pejabat Pemerintah Langit --- diperebutkan ‘aset’ itu, berupa Cupu Manik Astagina.  Yang secara filosof cupu itu adalah hakekat ambisi manusia untuk “menikmati hidup” di dunia. Dua saudara lelakinya ingin merampas “cupu nikmat duniawi itu” ( kira-kira mirip lakon di Indonesia kini --- uang haram saling diperebutkan oleh Pejabat pemegang wewenang --- saling menohok, saling merampas, saling memasang perangkap, saling menebar kepalsuan, akhirnya nanti tampaknya saling membunuh --- Perang Bintang, Perang Pembunuhan !)

Ayah Sang Dewi,  Rsi Gotama yang santun marah --- ia lemparkan cupu rebutan itu, jauh, jauuuuuuuh.  Plung, tutup cupu jatuh menjadi Telaga Nirmala , dan mangkok cupu menjadi Telaga Sumala .  Dua saudara  Dewi Anjani terjun menyelam ke Telaga  Sumala --- takdir, mereka menjadi kera.  Dewi Anjani karena takut menjeburi telaga --- hanya menangis membasuh mukanya yang berkeringat mengejar cupu yang terlempar --- tangan dan wajahnya menjadi kera. Dewi Anjani sangat kecewa dan sedih, menangis dalam duka dan sesal.

Dewi Anjani melakukan tapa telanjang bulat, di tepi Danau Mandirda  --- ia bertapa telanjang bulat, bertekad melepaskan semua nafsu duniawinya, mohon kecantikannya dipulihkan --- Sang Hyang Girinata meluncur ke seantero bumi --- tibalah ia diatas Danau Mandirda --- terlihat, pantulan cahaya matahari, biru cakrawala dan bias sensasi naluri manusiawi --- kecipratan nafsu badaniah yang terpancar dari dan ke lekuk tubuh Sang Dewi --- ia mengandung dan melahirkan. Akhirul kalam,  ia   diangkat  untuk hidup di Kahayangan.

Lahirlah satria Hanoman dari rahimnya.    Tapa bugilnya sukses !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline