Lihat ke Halaman Asli

Kesadaran Nasional (12 ) Bung Hatta, Prof Dr Sritua Arief, Prof Mubyarto, dan Letjen R. Soeprapto

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Membaca tiga buku yang luar biasa, merenungi kata dan kalimat yang mengandung ide --- ideologi yang nasionalistis. Dari buku Ekonomi Kerakyatan Indonesia, Mengenang Bung Hatta, Bapak Ekonomi Kerakyatan Indonesia, Prof.  Dr. Sritua Arief . Diterbitkan oleh Universitas Muhammadiah Surakarta, 2002.

Prof. Dr. Sri Edi Swasono mencantumkan paragraf dalam Sambutannya ;  "Sudah sejak lama, prof. Dr. Sritua Arief memuliakan Bung Hatta sebagai Bapak Ekonomi Kerakyatan, sebagai tokoh pemikir strukturalis Indonesia. Prof. Dr. Sritua Arief tidak salah menobatkan Bung Hatta sebagai tokoh pemikir strukturalis terkemuka di dalam jajaran pemikir-pemikir strukturalis dunia seperti Gunder Frank, Gunnar Myrdal, Raul Prebisch, Celso Furtado, Samir Amin, Theotoneo dos Santos, dan lain-lainnya. Bahkan sebenarnya Bung Hatta, sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia yang menentang penjajahan dan sistem ekonomi sub-ordinasi yang diberlakukan terhadap Hindia Belanda sebagai negara jajahan. Bung Hatta telah lebih dahulu menyadari pemikiran strukturalis daripada tokoh-tokoh pemikir Barat. Bung Hatta, tidak ketinggalan Bung Karno tentunya, termasuk pioner dalam pemikiran strukturalis. Dengan sadar, Bung Hatta menegaskan perlunya merombak sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional. Beliau menolak sistem ekonomi eksploitatif oleh kaum kapitalis penjajah terhadap anak negeri terjajah, menampik hubungan ekonomi "Tuan-Hamba" yang diskriminatif dan anti emansipasi. "

Sambutan itu meletakkan peran sosok Prof  Dr. Sritua Arief, dalam hubungannya dengan Ideologi Demokrasi Ekonomi yang menjadi ide dalam Falsafah Pancasila.  Dr. Sritua Arief salah satu ekonom yang gigih menggugat konsep ekonomi yang dijalankan selama Pemerintahan Orde Baru --- ia yang sejak dini mengingatkan bahaya, hutang luar negeri yang akan menyeret Indonesia dalam perangkap "Tuan-Hamba".

Hutang luar negeri Indonesia --- yang dilakukan Pemerintah dan Swasta di era Pak Harto, awalnya  dimulai krisis moneter  di Thailand --- bagi Indonesia selanjutnya dialami sebagai Tsunami Krisis, yang menenggelamkan Indonesia dalam kubangan kemiskinan dan kesengsaraan --- Menjadikan krisis moneter itu  multi-dimensional yang gelombangnya berlarut-larut hingga kini.  Indonesia mengalami krisis IPOLEKSOSBUD HANKAM.

Koreksi gerakan Reformasi sudah benar, hanya konsep penuntasan-nya yang bertele-tele, tanpa langkah-langkah yang ideologis --- tegas dan mantap.  Bangsa ini masih bermain dalam irama kekuatan asing yang ingin tetap melakukan Sub-ordinasi terhadap Indonesia.

Profesor Mubyarto dalam bukunya Ekonomi Pancasila, Gagasan dan Kemungkinan, LP3ES, 1987.  dalam Pengantar-nya ,  "Dalam keadaan  di mana sistem perekonomian masih belum mapan benar, yang masih merupakan sistem " gado-gado" dari bermacam-macam sistem yang tidak jelas dan tidak murni lagi, maka amat sulitlah merumuskan arti dan pengertian ‘keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia' yang merupakan tujuan perjuangan dan pembangunan bangsa. Apa yang tercantum dalam P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan  Pancasila) barulah berupa norma-norma yang dianjurkan, tanpa sanksi-sanksi yang dapat dipaksakan.. (bold dari penulis)

Rentetan sejarah perekonomian Indonesia dapat dirunut sejak proklamasi 1945 sampai sekarang --- banyak ide koreksi untuk menggunakan momentum "melaksanakan suasana batin ideologis untuk melenyapkan ide kapitalistis ‘Tuan-hamba' --- tidak dilakukan". Maka terkatung-katunglah Ideologi Demokrasi Ekonomi yang telah disumbangkan para pendiri Republik Indonesia itu.

Mengenang  Letjen R. Soeprapto,   salah seorang pejuang ideologis Pancasila --- diakhir tahun 1996 beliau mensponsori --- Rantap MPR tentang Pelaksanaan Demokrasi Ekonomi.  Ia dengan organisasinya Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IP-KI) bekerjasama dengan Lemhannas, menyelenggarakan Seminar Demokrasi  Ekonomi untuk melahirkan Rancangan Penetapan MPR. Untuk mengkoreksi perjalanan sistem ekonomi Orde Baru saat itu.

Sepanjang tahun 1997 ia melakukan kegiatan pemaparan Rantap Demokrasi Ekonomi itu --- Perjuangan-nya belum kesampaian, terjadi krisis moneter --- masuklah proses Reformasi --- Indonesia kalang kabut, sampai sekarang sistem perekonomian kita masih belum sejalan dengan Konstitusi --- belum mapan, seperti gambaran Prof Mubyarto tersebut di atas.

Letjen R. Seprapto menulis buku, Refleksi 10 Tahun Reformasi, Memurnikan Reformasi dan Meluruskan Amendemen UUD 1945, Editor Feris Yuarsa, Penerbit Ara Communication, Jakarta, Mei 2008.  Di halaman depan buku itu, ia menulis Puisi "Bangkitlah Indonesiaku", terdiri  enam bait berisi 34 kalimat.  Dikutipkan dua bait pertamanya :

Terang, gelap..............Itulah kehidupan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline