Lihat ke Halaman Asli

Teknologi Nuklir (01) Amerika Serikat Menangkal Serangan Nuklir Teroris

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pekan lalu Presiden AS, Obama mengatakan penguasaan senjata nuklir di tangan Teroris lebih berbahaya dari pada risiko Perang Nuklir di antara Negara Nuklir. Bahkan pernyataannya tersebut kemudian diimbuhi oleh Ben Rhodes, deputi Penasehat Keamanan Nasional AS, mengatakan bahwa ancaman teroris bersenjatakan nuklir sangat nyata.

" Kita mengetahui bahwa kelompok teroris, termasuk Al-Qaida,  sedang giat mencari bahan untuk membangun senjata nuklir, dan kita mengetahui mereka berminat untuk mempergunakannya, " demikian Ben Rhodes

Sikap itulah yang melatar belakangi Pertemuan Puncak yang diadakan di Washington , Amerika Serikat, tanggal 12 dan 13 April ini  Di Washington.  Menteri Luar Negeri Hillary Rodham Clinton mengatakan bahwa, pertemuan nuklir ini adalah pertemuan terbesar setelah pertemuan San Francisco yang melahirkan Perserikatan Bangsa-Bangsa di tahun 1947.

Indonesia juga menghadiri pertemuan ini, di antara 47 negara yang diundang dalam pertemuan tersebut --- mendahului pertemuan puncak, Presiden Obama mengadakan pembicaraan  pada hari Minggu dengan utusan Malaysia, Armenia dan Cina.

Tentu ada hal yang serius sehingga mengapa Presiden AS itu  melakukan pembicaraan pendahuluan dengan ke-tiga negara tersebut.

Dalam pertemuan ini, terdapat dua Negera Nuklir yang potensiil melakukan peperangan, yakni India dan Pakistan, yang telah beberapa kali terlibat peperangan dengan senjata konvensional.  Juga tampilnya delegasi Mesir dan Turki yang pasti selalu sengit berhadapan dengan delegasi negara Nuklir, Israel --- itu yang diduga menjadi alasan mengapa PM Netanyahu tidak menghadiri pertemuan tersebut, tetapi mengutus Deputi Perdana Menteri  Dan Meridor.

Pertemuan ini juga merupakan bagian strategi Amerika Serikat untuk mencegah pembangunan Teknologi Tenaga Nuklir di Iran --- dengan menggunakan Nuclear Non-Proliferation Agreement --- AS menyerukan agar Dewan Keamanan PBB meningkatkan sanksi yang lebih keras terhadap program Nuklir Iran.  Tampaknya seruan ini, di atas kertas susah digolkan AS. Walaupun  Presiden Obama telah bertemu dengan Presiden Rusia , Dmitri Medvedev.

Tetapi Cina, sebagai anggota tetap Dewan Keamanan  tampak berkeberatan dengan rencana AS itu --- yang menarik Negara Nuklir lain, India juga telah memberikan sikapnya, menentang usul Amerika Serikat itu.

Dalam Pertemuan puncak ini, juga dihadiri oleh dua negara yang jelas-jelas mempunyai program pembangunan persenjataan Nuklir, yakni Afrika Selatan dan Kazakhstan.  Iran dan Korea Utara tidak diundang dalam pertemuan puncak --- karena dianggap tidak mau bekerjasama dalam pembatasan senjata nuklir.

Presiden Obama sendiri telah mengumumkan kebijakan Amerika Serikat ( sebagai satu-satunya negara yang pernah menggunakan Bom Atom terhadap Jepang dalam Perang Dunia II), bahwa  AS mendorong pengurangan  persenjataan nuklir, percobaan nuklir, dan  pelarangan penggunaan senjata nuklir terhadap negara yang tidak mempunyai persenjataan nuklir.

Dunia menantikan keputusan pertemuan puncak ini --- apakah untuk keamanan dunia atau semata-mata untuk strategi Amerika Serikat dan Barat untuk pembenaran melakukan "pre-emptive strike"  kepada negara berdaulat lain --- terutama dengan menggunakan wewenang dari PBB. Karena ancaman teror bom nuklir dari dalam negeri masing-masing negara Nuklir, memang potensial sejak Perang Dingin. Bahwa bom nuklir lawan telah terpasang di negeri-negeri mereka masing-masing --- sehingga penduduk mereka tidak pernah merasa tentram di dalam negerinya.  Lho ?!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline