Setelah Proklamasi Kemerdekaan, masyarakat Indonesia tentu bersuka-cita. Walaupun berita proklamasi itu lebih luas, disampaikan dan diterima masyarakat dari mulut ke mulut. Secara resmi berita Proklamasi di kota Medan diumumkan oleh Gubernur Sumatera Mr. T.M. Hasan tanggal 30 September 1945, di depan rapat peresmian Barisan Pemuda Indonesia, yang dilakukan di gedung Taman Siswa, Jalan Amplas, Medan.
Kemudian selama lebih kurang setahun, kesibukan laskar rakyat, pemuda, dan organisasi perlawanan Indonesia mempersiapkan diri. Jepang yang kalah perang diatur pemulangan-nya oleh Inggris---kemudian Belanda dengan NICA membonceng untuk menjajah kembali. Kedatangan NICA di Medan---memicu pertempuran dengan pasukan pemuda dan Tentera Indonesia. Belanda mempunyai persenjataan lengkap dan modern---yang dipersiapkan oleh Tentera Sekutu/Inggris. Bahkan Belanda mendapat satu eskader pesawat pemburu Mustang, bomber Lockheed, sebuah pembom B-25 dan 3 pesawat pengintai. Belanda langsung menggantikan Royal Air Force. Pertempuran merajalela di kota Medan dan sekitarnya, dimulai akhir bulan Nopember 1946.
Penduduk kota Medan banyaklah yang mengungsi ke daerah pinggiran, kota-kota kecil di sekitar Medan. Tuk Elok pun mengungsi ke Lubuk Pakam, dengan maksud dekat dengan basis gerilyawan, dimana satu anak lelakinya ikut bertempur. Pemuda itu masih berumur 15 tahun ! Lauk makanan yang selalu dipersiapkan Tuk Elok, yakni Serundeng udang ( bahan pokoknya udang kecil-kecil, parutan kelapa; plus bumbu-bumbu-digongseng). Makanan ini tahan lama dan mudah membuatnya.
Serundeng ini untuk makanan cucu di lubang pelindungan, kalau ada serangan udara. Bom-bom menggelegar, pesawat meraung-raung-tembakan gencar bersahut-sahutan. Cucu lapar tetap harus diberi makan. Serundeng juga dikirim untuk anak lelakinya dan, kawan-kawannya di hutan di basis mereka. Apa lagi yang disediakan Tuk Elok untuk anaknya di front pertempuran ? Namanya Dendeng Ragi ( daging sapi dibumbui, lada dan jintan---dikeringkan di panas mata hari), makanan ini juga tahan lama.
Karena perang gerilya waktu itu dengan taktik. Bertempur-berunding-bertempur-berunding. Masyarakat sipil juga sudah dilatih, kalau ada serangan udara, masuk pelindungan, Bila daerah tersebut direbut agresor Belanda, Tuk Elok menyingkir lagi, juga ke areal dekat dengan pasukan anaknya. Agar ada kemungkinan, kalau malam anaknya dan gerilyawan datang menjeput bekal ; Serundeng dan Dendeng Ragi.
Dalam masa darurat itu selain Tuk Elok bertani, ia juga menjadi buruh tani. Menugal dan menanam bibit jagung, selain sayur mayur tentunya. Apabila waktu panen padi tiba, ia menjadi buruh pengetam. Upahnya padi, terjaminlah beras untuknya dengan cucunya. Semua anak gadisnya terjun di front menjadi Srikandi. Bagaimana pun ia harus tetap memasak untuk cucunya, terutama kegemaran cucunya : gulai rajungan (bumbu gulai biasa + rajungan). Luar biasa nikmatnya. Kalau tidak ada gulai cukup ikan asin bakar dengan sayur asam (keladi/tales +bumbu), atau tumis genjer. Lalapnya pete mlanding (enak juga dicampur ikan teri) dengan sambel blancan.
Ada penganan di jaman sulit itu ? Ada. Tuk Elok membuat Gurinjam Barus (Singkong rebus dengan air gula merah), enggak ada gula merah---cukup singkong dibakar saja. Nikmat !
Ada lagi yang luar biasa enaknya. Beras menir (pecahan beras tumbuk) di adon dengan santan+parutan kelapa+ keratan gula merah, dibungkus daun pisang. Dipanggang. Harum, nikmat dan mengenyangkan ! Nama makanan itu Puteri Berdiang. Ada satu lagi, aduh enak sekali---emping padi muda, diberi santan, langsung dimakan memakai sendok. Harum, enak dan bergizi ! Merdeka !
Di tahun 1947 tetap bertempur, pertempuran di Medan Area tambah frontal. Masyarakat mengungsi kucar-kacir. Belanda juga mengunakan Angkatan lautnya, armadanya menggempur Pantai Cermin dari laut, dan juga serangan udara dengan pesawat-pesawat Mustang. Hebat. Dalam agresi itu pesawat-pesawat Mustang juga menghujani Tanjung Morawa dan Lubuk Pakam dengan peluru mautnya. Maksudnya untuk memukul habis pasukan Indonesia di front itu. Kota tetangga, Petumbak direbut Belanda. Tanjung Morawa dibumi hangus pasukan Indonesia, kecuali Rumah Sakit perkebunan. Itu kisah Agresi Pertama Belanda tahun 1947. Waktu itu perpindahan pengungsian Tuk Elok, Lubuk Pakam-Tanjung Morawa-Galang, begitu saja zig zag ! Perbekalannya tetap ada serundeng udang atau potongan daging kecil-kecil tipis, untuk cucunya. Ribuan pengungsi dan pasukan Indonesia yang tak bersenjata (memang senjata rupanya tak mencukupi) berjalan kaki menuju Aras Kabu. Menyedihkan, memilukan, dan mencekam !
Tahun 1948 banyak terjadi perang diplomasi. Baru tanggal 19 Desember 1948-5 Januari 1949 Belanda memulai lagi agresinya, tujuan Belanda menghabisi daerah RI yang memang tinggal sebagian. Di selang seling "adem pauze" itulah masyarakat menata kehidupannya---yang bertani tetap bertani, nelayan tetap mencari nafkah, yang pedagang mencoba mencari peluang, buruh yang di perkebunan tetap bekerja, begitu pula kehidupan kota dalam suasana darurat---karena pemerintahan juga darurat. Pasukan Indonesia dan pemerintahan Indonesia dalam suasana konsolidasi. Bahan makanan terutama bertumpu pada padi, jagung, singkong/gaplek (gatot); tentunya sebagai makanan pokok, dan kue-kue pun berkisar dari bahan itu, ditambah cita rasa lokal : gula merah-mungkin aroma tanaman (buah, rimpang atau daun), dan bahan rempah-rempah lokal.
Tahun 1949 pertempuran banyak juga dirancang atas inisiatif pasukan Indonesia. Baik berupa serangan gerilya maupun yang bersifat sabotase. Makanan pasukan Indonesia tentunya samalah dengan makanan pokok yang dimakan masyarakat, bahkan pasukan Indonesia perbekalan-nya belumlah terorganisir---serba kekurangan. Kekuatan Rakyat-lah yang membantu perbekalan !
PBB bertindak menghentikan tembak menembak antara RI dan Belanda, pertengahan tahun 1949 menjadi era baru bagi rakyat Indonesia, yang sebelumnya dikacau-balaukan perang melawan penjajah, disana-sini ada ancaman perang saudara; ekonomi dan kehidupan morat marit. Mulai menata kembali kehidupan sebagai bangsa yang merdeka.
Pada masa revolusi dan perjuangan kemerdekaan itu, bagaimana Tuk Elok (dan masyarakat Indonesia) di kampungnya merayakan Idul Fitri ? Cukup meriah-lah ada juga kue dan penganan pulang hari. Kue kering pada dasarnya berbahan pokok , tepung beras: kue loyang, kue japit, dan kue semprong. Berbahan Singkong ? Ada, kue bika (nenek moyang Bika Ambon Medan yang beken itu) dibuat dari bahan singkong diparut, diberi gula merah + santan; diadon, tarok diloyang, dipanggang dengan api arang batok kelapa di bawah dan di atasnya. Rasanya minta ampun enaknya, jadilah Hari Raya dengan riang gembira. Penyajian-nya juga dipotong-potong seperti bika tepung gandum jaman sekarang.
Apa kue hari raya lainnya. Ada, itu tadi dengan bahan dari tepung tapioka/kanji atau sagu, namanya kue bangkit. Kalau pembuatnya pintar, seperti Tuk Elok, kuenya lembut, renyah---tidak sukar digigit dan dikunyah. Wah enaklah.
Minuman-nya yang umum adalah teh manis, kopi , teh tawar atau air putih. Tergantung cuaca---kalau musim hujan atau cuaca sejuk : ada Bandrek ! Kue yang terbuat dari tepung gandum/roti. Tak kelihatan ! Tahun-tahun awal 1950-anlah, baru terlihat kue dengan bahan tepung gandum. Namanya kue semprit, dipanggang didalam oven tradisional; atau kue bawang yang digoreng.
Tuk Elok pulang dari mengungsi, ke kota Medan lagi, di akhir tahun 1949 itu. Seperti cerita kita pada episode terdahulu, Tuk elok adalah wanita yang tangguh. Ia kembali berproduksi, awal tahun 50-an itu ia memproduksi rajutan brieyen, membuat: sweater bayi, sarung tangan,topi dan kaos kaki bayi, satu set. Kemudian oto (jawa; tadah iler) dan tabir dari kain perca. Beken, itulah produksinya. Apalagi ? Tudung dengan rajutan benang di pinggirnya. Laku keras. Ia juga memproduksi kue dan sagon (dari bahan beras yang disangrai dulu atau kerak nasi, ditumbuk jadi tepung +gula pasir---tapi bukan nasi aking lho !). Sudah merdeka jadi mulai mewah. Ia juga membuat Agar-agar kering---bersakar. Dan yang paling mewah, ini resep dari Semanjung Melayu : halwa Maskat (mungkin resep aslinya dari Yaman apa Oman), bahan-nya tepung gandum, gula dan minyak samin--- mau dimakan, beri bawang goreng. Ajib ! Kedua produk ini atas pesanan, baru dibuat.
Masih banyak makanan, penganan, dan kue atau minuman jaman revolusi dan awal kemerdekaan, yang masih indah dikenang, terasa-rasa kalau dibayangkan. Tapi, kini siapa yang mau membuatnya ? Merdeka !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H