Lihat ke Halaman Asli

Serial Fabel Trio Hewan (1-3): Anjing yang Sukses

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

.........  Fable adalah bentuk sastra yang mendongeng tentang moral kebenaran, para tokohnya diperankan para hewan. Di Indonesia banyak mempunyai fabel klasik seperti "Si Kancil yang Cerdik" dan lain-lain. Pengarangnya telah tidak dapat kita telusuri, dulunya dongeng ini dituturkan secara turun temurun. Tetapi dari teks asing kita menemukan dua nama penting, yakni Aesop, hidup di abad ke-6 SM---seorang hamba Greek yang menuturkan dongengnya dalam bentuk fable, Aristoteles menyatakan bagaimana cara Aesop mengisahkan dongengnya tentang para politisi yang korup. Penulis fable terkenal lainnya adalah Jean de La Fontaine (1621-1695) dari Perancis....................

Dikisahkan di Kebun Jeruk, Jakarta---di sebuah rumah mewah berdiamlah Pungut. Dia seekor anjing yang berbahagia, warna bulunya putih semu kelabu. Dia anjing gemuk gempal dengan perangai yang lucu. Menggemaskan. Pelayanan pemilik rumah dan makanan-nya lebih mewah dari  manusia yang bekerja di rumah itu sebagai pelayan, babu, tukang kebun dan para supir. Pungut beruntung hidupnya tiap hari bermain dan tidur-tiduran di keset paviliun Tuan Muda. Mendengarkan musik, dan mendengarkan berita dari TV yang tidak pernah dimatikan Tuan Muda. Dia paham berbagai jenis musik dan berita-berita tentang manusia.

Pungut mungkin keturunan anjing Kintamani. Semula ia tinggal di pojok restoran dekat situ. Suatu saat ia berebut makanan di pojok halaman restoran. Dia ditampar kucing, "Bangsat kamu anjing buduk, pergi---anjing kau !"  hardik kucing brewok. "Aiiing, aiing "  anjing kecil itu terkaing-kaing, menyuruk-menyuruk ke bawah meja di taman. Hidungnya tergores pedih. Ia bersungut-sungut, melas. Bulunya yang tebal dielus-eluskan ke sepatu baru. Yang bau lem-nya enak bagi anjing  kecil itu. Ia tentram di situ.  Beruntung ia, Tuan Muda membawanya pulang. Kini umurnya telah 6 bulan, sehat dan makmur.

Sifat usil dan aktifnya luar biasa. Tidak ada kucing berani singgah di rumah itu,  Kucing yang memulung di tempat sampah pun di hardik dan digonggongnya. Bahkan manusia pemulung pun selalu diusiknya. Kegemarannya mengobrak-abrik rak sepatu sandal di garasi-melambung-melambungkan sepatu dan sandal ke taman dan lapangan. Menggumulinya.    Ini menambah pekerjaan para pelayan. Menarik-narik anduk dan cucian---rak jemuran pernah tumbang. Menjengkelkan. Kemudian dia meminta makan dan minum susu, ia tahu betul jadwalnya.  Sudah itu ia main lagi, mengobrak-abrik kardus, kardus bekas makanan dan entah barang apa saja, karena tuan rumah memang bekerja di beacukai. Tiap pulang kerja membawa macam-macam kardus. Pungut senang menyambut mengibas-ngibaskan ekornya, sambil jumpalitan lucu. Begitu tiap kali. Ia menyatakan turut berbahagia, hidup bersama manusia yang makmur.

Setelah mendengar musik keras, musik memang tetap meriah dan tidak pernah dimatikan, walaupun Tuan Muda tidak ada di paviliun, begitu tiap hari.  Hati Pungut meriah, dan ia lompat dan lari liar berputar-putar di lapangan, langsung lompat menyambar anduk di jemuran. Diecer-ecer ! Bab---Bab !   Dua pukulan gagang sapu di tengkuknya.  Gelap gulita sekejap matanya. Pungut langsung lari : kaiing..Kaiing ! Lurus ia lari, serong ke luar jalanan rumahnya. Lari dengan mata berkunang-kunang.  Ia mengaso sebentar di bawah bayang-bayang jalan layang.  "Manusia kere, bangsat !"    Gerutu si Pungut.  " Manusia maling, bedebah !"  Makinya.   Si Pungut ingat yang memukulnya, laki tukang cuci berbaju kotak-kotak.   Tukang korupsi susunya. Sungut si Pungut.  Wajahnya disemprot knalpot asap hitam metro mini. Ia gelagapan , lari lagi, lurus. Nafasnya tersengal-sengal. Lari lurus terus. Lari terus lurus saja. Ia haus.

Ia mengadahkan kepala ke arah show case warung tegal, terbit liurnya.  Dor !  Kepala si Pungut dihajar balok. Auuuung ! ia lari lurus terus, langsung terus. Matanya berkunang-kunang.  Si Pungut diburu anjing-anjing kurus lapar di antara truk-truk  Ganas-ganas.

Ada enam apa tujuh anjing kurus-kurus menyerangnya, mengobrak-abrik  kaki kiri kanan, telinganya digigit. Si Pungut menjerit "Aduh, ampun, ampun ".  "Anjing kaya kamu. Asu !"  Maki-umpat anjing-anjing  kere itu.   Si Pungut menerobos  pagar kawat berduri, terus lari lurus, langsung terus. Nafasnya pendek-pendek.  "Anjing kere, Asu " sungut si Pungut.  Telinga robek, nggak tahu kena gigitan, apa tersangkut kawat berduri. Sial.  Matanya rada rabun.

Bagi si Pungut, lapar dan dahaga  adalah penderitaan.  Ia tidak tahu harus mampir di mana.  Ia berjalan gontai lurus saja.  Dar !  si Pungut terseok-seok disambar motor.  Ia merasakan paha belakangnya sakit. Jalannya pincang.  "Ampun, manusia.........bedebah " Ampun..........manusia bedebah ". Keluhnya.  Manusia mana ada yang mau mengerti sekarang. Ia lapar dan haus.

Berhari-hari hanya kesialan dan kegagalan yang dialami si Pungut. Badannya mulai kurus, kaki kirinya pincang. Ia kehujanan.  Lapar dan haus kini bagian dari kehidupannya.  Kalau ia sedikit bertenaga ia mulai lagi lari, lari atau berjalan gontai---pokoknya lurus, lurus terus. Ia berteduh dan mengaso di rumpun pohon bunga bougenvil yang rindang.  Hidupnya kini makan minum sedapatnya, teringat  berkali-kali ia diuber manusia kere. Ia selalu berkelit "Ikut manusia kere--- mau jadi apa, silap-silap aku dimakan atau jadi makanan" pikir si Pungut ngeri.

Ada ribut-ribut. Manusia gedebak-gedebuk. Si Pungut terbangun. "Demonstrasi ?" pikir si Pungut. Awas nanti ada manusia usil, pikirnya. Selintas ia melihat manusia berbaju kotak-kotak ingin bersembunyi . Hap ! diterkam si Pungut, mereka bergumul , dan si Pungut dapat menggigit bahu manusia itu. Leher si Pungut dicekek manusia itu. Manusia itu ingin membebaskan diri. Si Pungut mengigit kaki manusia itu. Celana jeans diobrak-abrik si Pungut. Kemudian serombongan manusia galak sampai, menghajar memukuli manusia berbaju kotak-kotak itu. Tidak ada ampun manusia makan  manusia, pikir si Pungut. Si Pungut lemes, terkapar kembali di bawah bougenvil.

Pak Aman mengangkat si Pungut, dibawa ke belakang restorannya. Dimandikan para pelayan. Lukanya diobati, diberi makan dan minum. Si Pungut dianggap berjasa menangkap manusia maling, alap-alap motor, pencongkel kaca mobil,  yang selalu terjadi di restoran di derah itu.

Kini si Pungut diberi nama keren. "Metro",  Metro sering bergoyang mengikuti irama musik di restoran Pak Aman.  Kakinya yang timpang. Lucu. Pengunjung senang memperhatikan  tingkah polah Metro---ia bisa menyesuaikan goyangnya dengan irama apa saja. Dangdut, metal-rock, ketuk tilu atau apa sajalah.  Metro adalah anjing yang kembali memperoleh kemakmuran dan kesuksesan di tengah manusia yang masih banyak senin-kemis. Wah !

(Tunggu fabel berikutnya : Beruang jadi Konglomerat, dan Kambing menjadi Binatang Buas)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline