Lihat ke Halaman Asli

Seri Budaya Pengobatan dan Kuliner (03)

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

                                                       Apotik Tuk Elok

           

 Apothecary, the term apothecary refers to a person who sells spices and drugs. It is an old-fashioned term for pharmacist that originated di Europe in the late 13th century. Ini definisi untuk memberikan gambaran yang dekat dengan tulisan kita ini, diperoleh dari Encyclopedia of Knowledge, Grolier. Aspek tulisan kita sebenarnya bukan hanya memberi informasi tentang budaya pengobatan di lingkungan masyarakat Indonesia, tetapi juga ingin mendorong kita agar ada usaha melestarikan unsur kebudayaan Indonesia dalam budaya tulisan. Karena masyarakat selalu menjadi geger apabila ada usaha yang dilakukan masyarakat negara lain dalam bentuk “ekonomi modern”. Kita geger, pada hal produk itu telah dikenal luas antar negara, antar kawasan, bahkan karena telah terbiasa dianggap budaya mereka pula. Jadi sebenarnya telah ada hubungan rasa memiliki. Budaya adalah rasa memiliki dalam kehidupan se hingga sangat manusiawi. Situasi itu menjadi berbeda setelah manusia ekonomi, melahirkan budaya baru , yakni intellectual right, jadi milik ekonomi terbatas pemegang hak. Wah.

            Paragraf diatas hanya ilustrasi mengenai sasaran aspek tulisan ini. Kembali ke topik “Apotik Tuk Elok” . Memang  nenek ini melakukan kegiatan apotekeri di rumahnya. Di halaman rumahnya ia menanam banyak tumbuhan, tetapi baginya yang mempunyai nilai apotekeri  top hanya tiga jenis saja ! Yakni  Bebuas, Legundi dan Anjuang.  Tanaman yang lain memang dikenal juga sebagai bahan obat, katakanlah seperti  Sirih, Jeringo, atau tanaman menjalar yang disebut Kentutan, tetapi peranannya tidak sehebat ketiga jenis tanaman top-nya tersebut. Yang istimewa tanaman-tanaman obatnya itu tidak untuk dijual, tetapi dibagikan kepada siapa saja yang membutuhkan, dan telah mengetahui  manfaatnya.

            Apa kegiatan apetikeri yang dilakukan oleh Tuk Elok, yang produknya selalu ditunggu-tunggu masyarakat konsumennya. Yakni  mengolah obat, yang disebut “majun”. Biasa kalau ia mengolah majun dia dibantu kerabatnya, yang kami panggil Wak Jenab. Mereka berdua yang memilih, berbagai jenis suplesi bahan; seperti akaran-akaran, daun-daunan, kayu-kayuan, dan juga bahan tepung dan minyak. Bahan ada yang ditepungkan sehalus-halusnya, tetapi ada pula yang dibiarkan kasar, yang nantinya kalau dimakan dibiarkan hancur dengan air liur di mulut; wah, sensasinya bukan saja rasa tetapi menendang sensualitas ke otak ! Tuk Elok membuat majun hanya sewaktu-waktu, mungkin kalau ada pesanan, atau ada orang yang akan pergi jauh mengunjungi kerabat di perantuan, sebagai oleh-oleh. Pembuatan majun di rumahnya selalu menjadi atraksi menarik bagi tetangga dekat, karena harumnya aroma rempah yang sedang diolah menebar memasuki ruang rumah mereka; maka berkerumunlah mereka merubungi seputar Tuk Elok dengan asistennya. Sungguh ramai termasuk anak-anak. Pengunjung ini juga mempunyai motif untuk mendapatkan bagian percobaan rasa dan nantinya kerak majun. Waduh-akrab sekali suasananya.

            Ada rahasia dalam proses pengolahan disana? Tidak ada . Terbuka ! Sepertinya semua boleh tahu, tetapi disini ada product differentiation. Buatan Tuk Elok yang manjur dan beken.  Itu saja yang memberi jaminan bahwa hasil budaya itu tetap bisa dijual Tuk Elok. Apa khasiat majun Tuk Elok ? Itu yang kita bicarakan pada tulisan yang lalu. Khasiat obat tradisional itu biasanya mempunyai spektrum pengobatan yang luas. Penyakit anak-anak sampai para lansia. Penyakit akut maupun menahun. Siapa yang mengakui itu; ya-konsumennya ! Dosisnya pun berdasar perasaan dan cerita dari mulut ke mulut saja. Majun memang unik, rasanya enak.  Anak-anak akan menyukainya apalagi orang dewasa yang juga menambahi asosiasi di otak-nya bahwa rempah-rempah adonan Tuk Elok, adalah aprodisiaka. Wah-mantap.

            Karena dosisnya berdasarkan perasaan dan pengalaman, maka produk itu biasa dikemas dalam bungkusan kertas kue, kira-kira sebesar empu jari tangan. Ujud majun lembut, mau memakannya biasa pula dipelintir dulu seperti dibulat-bulatkan, atau digepengkan seperti pil. Lantas mau langsung ditelan silahkan. Mau diemut-emut di ruang mulut juga enak. Yang penting setelah ditelan, dicerna di lambung ia menyehatkan dan menyembuhkan. Rasanya enak dan aromanya harum. Majun Tuk Elok masa expired-nya lama. Biasa dibawa berlayar ke Riau atau ke Ambon. Kalau dikirim ke Persekutuan Tanah Melayu, Semenanjung Melayu (dulu Malaya, sekarang Malaysia) itu bisa saja, karena majun di kedua daerah itu memang masing-masing dikenal sebagai obat khas Melayu. Tetapi kita tidak pernah meneliti sejarahnya dari mana  pengetahuan proses pengolahan itu berasal. Apakah asli di Semenanjung Melayu, atau di Sumatera, atau siapa tahu jangan-jangan itu hasil akulturisasi pengobatan pendatang dari Asia Selatan, Asia Tengah, Asia bagian dari Jazirah Arab, atau dari Asia Timur.  Soalnya negera kita ini adalah negeri bahari, banyak pelabuhan banyak orang asing/pedagang yang datang membawa tradisi dan budaya mereka apabila menetap disini.

            Apa saja bahan majun Tuk Elok, berapa banyak masing-masing bahan tidak pernah diwariskannya. Dan uniknya tidak satu pun anak-cucunya merasa berkepentingan melestarikannya, menuliskan dan mencatatnya sementara Tuk Elok masih hidup. Karena mereka menganggap semua orang bisa memasak dan menyatakan produk itu namanya “majun”. Masyarakat kita memang ramah dan terbuka. Macam mana lagi !

           




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline