Minggu, tanggal 24 Maret 2013 saya mempunyai jadwal untuk menghadiri kelas “Bimbingan Penulisan Karya Ilmiah” bagi mahasiswa Universitas Terbuka Pokjar Singapura di Sekolah Indonesia Singapura. Kelas bimbingan tersebut akan dimulai dari jam 11 pagi sampai jam 12:30 siang hari. Pada hari itu, jam yang tertera di layar monitor HP saya menunjukkan pukul 10:40 ketika sayatepat berada di pekarangan sekolah. “Ah, asyiknya bisa datang lebih awal!” Bisik batin saya sambilkedua mata saya mengarah ke monitor HP saya. Ya, kali ini saya datang lebih awal dari pada biasanya soalnya diantar oleh mobil majikan.
Untuk menunggu kelas dimulai, saya pun melangkahkan kaki menuju ke meja konsultasi yang terletak di depan Sekretariat Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kerja (P3K). Di tempat itu, saya melihatStaff KBRI Singapura, Bapak Fachry Sulaiman dan Bapak Zalfi sedang berdiskusi bersama dengan dua orang teman saya, dan tanpa membuang waktu, saya pun memutuskan untuk ikutan nimbrung berdiskusi bersama mereka. Setelah menjadi pendengar setia dalam diskusi itu, akhirnya saya mengintrupsi dengan sebuah pertanyaan yang menanyakan tentang keberadaan Pak Yaya Sutarya, Kepala Sekolah di Sekolah Indonesia Singapura. Memang...! Pertanyaan saya ini sangat tidak nyambung dengan topik yang sedang hangat didiskusikan. Hehehe…“Maafkan saya, Pak Fachry, Pak Zalfi!”
Sebenarnya maksud saya untuk menemui Pak Yaya adalah sebab dari rasa ketertarikan saya akan secuil status yang diposting beliau beberapa hari yang lalu di grop FB P3K. Status itu menginformasikan tentang terpilihnya Sekolah Indonesia di Singapura sebagai salah satu Rumah Budaya Indonesia di luar negeri bersama dengan perwakilanIndonesia di delapan negara lainnya, yaitu di:
-Belanda- East Timor
-Perancis- Australia
-Jerman- Amerika, dan
-Turki- Jepang.
Tiba-tiba dari tempat kami berdiskusi, kedua mata saya menangkap kelebat Pak Yaya yang sedang berjalan di koridor dibangunan tingkat dua mendampingiDirjen Kebudayaan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Bapak Profesor Doktor Kacung Marijan untukmelakukan observasijalannya proses pembelajaran teman-teman PLRT dari kelas per kelas. Akhirnya, saya memutuskan untuk mendatangi tempat dimana Pak Yaya dan Bapak Dirjen Kebudayaan berada.
Setelah bertemu Pak Yaya, saya pun mengutarakan maksud saya untuk mengetahui informasi tentang keberadaan pembentukan Rumah Budaya Indonesia tersebut. AkhirnyaPak Yaya memberi respon dengan memberi waktu kepada saya untuk menginterview Bapak Dirjen Kebudayaan secara langsung selepas acara observasi dari kelas per kelas selesai.
Jam 11: 40 pagiinterview pun dimulai di ruang kesenian. “Maaf Pak Yaya, Pak Dirjen Kebudayaan,Pak Simon, Pak Budi, dan Pak Alam atas keterlambatan saya dalam sesi interview tersebut. Sandal saya rusak, Pak! Jadi, saya terpaksa keluar dari pekarangan SIS untuk membeli penggantinya.”
***
Selama ini masyarakat luas beranggapan bahwa yang dimaksud dengan kebudayaan adalah hal-hal yang berhubungan dengan kesenian saja, padahal definisi kebudayaan itu sangat luas cakupannya. MenurutEdward B. Taylor, kebudayaan adalah kompleks keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hokum, moral, kebiasaan, serta lain-lain kecakapan dan kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Menurut Robert H. Lowie, kebudayaan adalah sebagai segala sesuatu yang diperoleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistik, kebiasaan makan, serta keahlian yang diperoleh bukan dari kreativitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang didapat melalui pendidikan formal atau informal.
Sedangkan definisi kebudayaan menurutKi Hajar Dewantara, kebudayaan berarti buah budi manusia yaitu hasil perjuangan manusia terhadap pengaruh kuat dari alam dan zaman (kodrat dan masyarakat), yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesusahan di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan aman.
Berkaitan dengan terbentuknya Rumah Budaya Indonesia di luar negeri, Profesor Doktor Kacung Marijan menggaris bawahi bahwa pembentukan ini mempunyai beberapa tujuan yaitu:
1. Mengembangkan dan mempromosikan budaya Indonesia di luar negeri.
2. Bisa menjadi atraksi bagi turis.
3. Sebagai sarana promosi budaya Indonesia di luar negeri yang tentunya mempunyai fungsi ekonomi.
Kunjungan Profesor Doktor Kacung Marijan ke Sekolah Indonesia Singapura merupakansebuah transit setelah beliau menghadiri Konferensi Kebudayaan di Afrika Selatan yang bertujuan untuk bersilaturahmi kepada sesama WNI (khususnya PLRT) dan sekaligus menghemat anggaran perjalanan.Dalam sesi observasi dari kelas per kelas, beliau merasa terharu dan bangga atas semangat para PLRT dalam rangka untuk mempertingkatkan diri untuk menimba ilmu pengetahuan dan keterampilan masing-masing.
Pada tahun 2013 ini, menurut beliau, pemerintah Indonesia mulai serius untuk mempromosikan kebudayaan Indonesia di luar negera. Hal ini tidak bisa dinafikan bahwa peran kebudayaan sangatlah penting di dalam membantu mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia dalam kancah internasional. Dan, untukmenjalankan tugas ini pemerintah menunjuk Direktorat Internalisasi dan Deplomasi Budaya KementrianPendidikan dan Kebudayaan untuk mengembangkan dan mempromosikan kebudayaan Indonesia di luar negeri. Tugas ini tentunya akan berjalan dengan mulus berkat kerjasama dengan Kementrian Luar Negeri Indonesia dan pihak-pihak yang terkait lainnya.
Tiga poin penting tugas perwakilan negara di luar negeri adalah mencakup bidang: politik, ekonomi, dan sosial budaya (kebudayaan). Dalam bidang kebudayaan pula, pemerintah mempunyai beberapa fungsi, yaitu untuk memfasilitasi, mengidentifikasi, mengembangkan, dan mempromosikan kebudayaan.
Dalam pembentukan Rumah Budaya Indonesia di luar negeri, deplomasi ala “total foot- ball” sangat diperlukan, karena dalam deplomasi jenis ini focal point dibawah leadership (Duta Besar) menjadi kunci kesuksesannya.
Profesor Kacung menambahkan, pembentukan Rumah Budaya Indonesia di Singapura nantinya akan menjadi tempat untuk mengembangkan dan mempromosikan kebudayaan Indonesia dimana Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan akan memberi bantuan berupa alat-alat kesenian dan staff pengajar (guru) kesenian dan kuliner (masakan) jika diperlukan.Selain itu juga, Rumah Budaya Indonesia akan berperanuntuk menjalankan beberapa kontes kegiatan seperti: workshop budaya, workshop kuliner, dan workshop tari. Eksebisi dalam bentuk pameran lukisan dan pagelaran kesenian juga akan diselenggarkan. Singapura terpilih menjadi Rumah Budaya Indonesia dikarenakan negara ‘titik merah ini’ merupakan pintu gerbang yang sangat sibuk disinggahi oleh para wisatawan asing di kawasan Asia Tenggara.
Ketika sebuah pertanyaan saya lontarkan, kenapa peran tentang pengembangan dan promosi kebudayaan ini tidak diambil alih oleh Kementrian Kebudayaan dan Pariwasata? Beliau dengan ramahnya menjawab, “Sejak Oktober 2011 peran ini telah diambilalih kembali oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementrian Pariwisata dan EkonomiKraetif merupakan pengganti dari Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata. Namun dalam hal ini, Kementrian Pariwisata dan Ekonomi kraetif masih berperan dalam memajukan bidang kebudayaan."
Aktifitas kesenian di Sekolah Indonesia selama ini sudah berjalan dengan baik,jadi dengan Pengembangan Rumah Budaya Indonesia ini diharapkan akan lebih memajukan kebudayaan Indonesia yang mempunyai cakupan yang lebih luas seperti: karya sastra, sejarah, bahasa, kuliner, dan norma-norma masyarakat.
Sebagai bangsa Inonesia yang mencintai Indonesia, mari kita dukung usaha pemerintah di dalam usaha untuk memajukan kebudayaan Indonesia di manapun kita berada. Untuk para WNI di Singapura, mari kita ceriakan Rumah Budaya Indonesia yang bertempat di Sekolah Indonesia Singapura.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H