Lihat ke Halaman Asli

Bunuh Diri karena Bahasa

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_113586" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi-Sejumlah demonstran dari Aliansi Buruh Migran Indonesia berunjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta, Selasa (25/1/2011). Mereka meminta pemerintah untuk segera memulangkan tenaga kerja Indonesia yang terbengkalai di Saudi Arabia akibat korban kekerasan para majikan/Admin (KONTAN/FRANSISKUS SIMBOLON) "][/caption] Dalam sebulan rentetan tragedi TKI di negeri Singa terjadi sambung menyambung, berawal dari pembunuhan yang  didalangi oleh kekasih yang berwarga negara Bangladesh, disusul kematian akibat terjatuh dari bangunan tinggi, kemudian kini kejadian bunuh diri yang nyaris-nyaris membawa maut. Sulastri Wardoyo, 26 tahun nekat menjalankan aksi bunuh dirinya gara-gara tidak lulus selama tiga kali dalam mengikuti "entry test" bahasa Inggris yang diwajibkan oleh pemerintah Singapura bagi seluruh calon Penata Laksana Rumah Tangga atau Pembantu Rumah Tangga asing sebelum mereka memulakan tugasnya di rumah majikan. Test ini bukan hanya dikhususkan kepada calon PLRT dari Indonesia, tetapi kepada seluruh calon PLRT yang berasal dari berbagai negara yang bekerja di negeri 'titik merah' itu. Tragisnya, calon yang tidak lulus selama beberapa kali akan dikembalikan ke Batam kemudian dikembalikan ke Singapura lagi untuk mengikuti test kali berikutnya dan  hal inilah yang menyebabkan beban hutang kepada agen yang harus ditanggung calon PLRT bertambah. Bagi kasus Sulastri, dia diduga sangat tertekan akibat tiga kali gagal dan harus menanggung hutang $1000 seandainya dia tidak jadi bekerja di Singapura. Sebagai jalan pintas dia menggunakan "shower head" di dalam kamar mandi yang berpetak-petak untuk menggantung dirinya dengan kain. Saat ini dia di rawat di rumah sakit Khoo Teck Puat  dan telah disahkan mengalami "brain-damaged". KBRI sedang mengurusi kasus ini, dan keluarganya di Indonesia juga telah diberitahu. Setiap PJTKI seharusnya membekali ketrampilan bekerja dan berbahasa kepada TKI yang dikirimnya  secara memadahi sesuai negara tujuan bekerja, dengan begitu kasus seperti ini bisa dihindari. Memang tentang bahasa, apalagi bahasa Inggris, standar kualitas TKI Indonesia berada dibawah TKI Filipina, tak heran  hal ini juga sering menjadi nilai tawar kenapa  harga TKI Indonesia  dibawah harga TKI Filipina. PJTKI tidak  seharusnya  meraih keuntungan semata, tetapi mereka juga harus bertanggungjawab terhadap kualitas TKI yang dikirimnya. Semoga dengan kejadian ini semua mata akan terbuka lebar, bahwa hal yang selama ini dianggap sepele bisa mengakibatkan fatal. Dan yang tak kalah penting, dunia pendidikan Indonesia juga harus direformasi agar anak bangsa  yang bekerja menjadi TKI tidak mengalami kesukaran ketika harus berkomunikasi dengan dunia luar. Contoh soal "entry test"  bisa dilihat disini: http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/06/02/entry-test-untuk-prt-singapura-makin-sulit/ Oleh: Muzalimah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline