Politik dumping, yang melibatkan penjualan produk impor dengan harga yang lebih rendah dari biaya produksi di pasar internasional, dapat memiliki dampak yang merugikan bagi produsen lokal. Praktik ini bertujuan untuk menguasai pangsa pasar di negara tujuan dengan menawarkan produk yang jauh lebih murah dibandingkan produk lokal.
Hal ini mengakibatkan persaingan yang tidak adil, karena produsen dalam negeri tidak mampu bersaing dengan harga rendah tersebut Akibatnya, banyak perusahaan lokal mengalami penurunan penjualan, bahkan hingga menutup usahanya karena tidak mampu bersaing dengan harga murah dari produk impor.
Dumping juga dapat berdampak pada struktur harga di pasar domestik. Ketika produk impor yang didumping masuk dengan harga yang sangat rendah, harga pasar untuk produk sejenis menjadi tertekan. Meskipun konsumen diuntungkan dalam jangka pendek dengan harga yang lebih murah, efek jangka panjangnya bisa berbahaya.
Jika produsen lokal mulai gulung tikar karena tidak dapat bersaing, hal ini akan menciptakan ketergantungan pada produk impor dan mengurangi keberagaman serta kapasitas produksi domestik. Pada akhirnya, ketika produk lokal sudah tersingkir, perusahaan asing yang mendominasi dapat menaikkan harga karena berkurangnya pesaing.
Pemerintah sering kali merespons dumping dengan memberlakukan kebijakan antidumping. Tindakan ini dilakukan untuk melindungi industri dalam negeri dari kerugian yang disebabkan oleh praktik perdagangan tidak adil. Kebijakan antidumping biasanya berbentuk tarif tambahan atau kuota impor untuk produk yang diduga didumping.
Misalnya, Amerika Serikat dan Uni Eropa sering memberlakukan tarif antidumping pada produk baja dari Cina. Meskipun kebijakan ini dapat menekan impor dan melindungi industri lokal, konsekuensinya adalah peningkatan harga di pasar domestik, yang dapat merugikan konsumen dan industri pengguna bahan baku tersebut
Di sisi lain, kebijakan antidumping juga menghadapi tantangan dalam pelaksanaannya. Membuktikan bahwa suatu produk telah didumping bukanlah hal yang sederhana; diperlukan analisis ekonomi yang mendalam, termasuk perbandingan harga di pasar asal dan pasar tujuan, serta pertimbangan faktor lain seperti fluktuasi nilai tukar.
Proses ini sering kali melibatkan investigasi yang panjang dan berlarut-larut, yang dapat mempengaruhi efektivitas kebijakan tersebut dalam jangka pendek. Selain itu, ada risiko bahwa langkah-langkah antidumping dapat dianggap sebagai tindakan proteksionis, yang dapat memicu pembalasan dari negara lain dan menimbulkan perang dagang.
Dari sudut pandang ekonomi syariah, praktik dumping dipandang sebagai sesuatu yang bertentangan dengan prinsip keadilan dan keseimbangan dalam transaksi ekonomi. Ekonomi syariah menekankan pentingnya persaingan yang adil dan larangan terhadap aktivitas yang merugikan pihak lain. Dalam kasus dumping, produsen lokal dirugikan karena harga yang tidak wajar dari produk impor.
Oleh karena itu, pendekatan antidumping dalam kerangka ekonomi syariah tidak hanya bertujuan untuk melindungi industri lokal, tetapi juga untuk memastikan bahwa perdagangan internasional berlangsung dengan adil dan sesuai dengan prinsip syariah.