Lihat ke Halaman Asli

Kekuatan Do'a

Diperbarui: 24 November 2016   09:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari Senin jam menunjukkan pukul 03.00 pagi. Rani bangun untuk sahur, sahur hanya bersama ibu dengan menu dan lauk seadanya. Iya memang, Rani hanya satu rumah bersama ibunya karena memang dia sejak kelas III SD sudah ditinggal oleh bapaknya. Sekarang Rani berada di bangku kelas V SD di sebuah sekolah formal yang ada di daerahnya. Setelah selesai sahur Rani melanjutkan mandi dan menunggu waktu adzan subuh. Saat adzan subuh berkumandang Rani langsung bergegas wudhu dan pergi menuju ke masjid. Selesai pulang dari masjid Rani bersih-bersih rumah lalu dilanjutkan bersiap-siap untuk sekolah.

Dikelas, memang Rani paling berbeda dengan yang lainnya. Dia pendiam, pintar, suka membaca dan selalu juara kelas disekolahnya. Rani berprinsip sebelum dan sesudah sekolah harus membaca, dia juga menanamkan agar hal-hal yang baik sering dilakukan agar terbiasa nantinya. Hal itu memang sudah dia terapkan sejak kecil karena ajaran orang tuanya. Jadi hal-hal yang sudah dijelaskan oleh gurunya bisa dia pahami dan dia serap dengan baik. Itu yang dilakukannya setiap hari saat sebelum serta sesudah sekolah umum dan sekolah madrasah.

Bel pulang sekolahpun berbunyi, saatnya Rani pulang ke rumah, apalagi yang dia kerjakan selain membaca buku. Sambil menunggu adzan dzuhur berkumandang dia terus membaca bukunya, dan seterusnya setiap hari dia selalu membaca namun tidak lupa dengan kewajibannya sebagai seorang muslimah dan kewajibannya sebagai anak perempuan.

Suatu hari ia merenung dan dalam renungannya dia bercita-cita ingin menjadi guru madrasah suatu saat nanti. Selang beberapa tahun lulus dari SD dan lulus dari Madrasah Diniyah Awaliyah, dia ingin melanjutkan sekolahnya ke pesantren, namun karena keadaan ibunya yang sakit Rani berfikir dua kali. Padahal sebelumnya Rani sudah izin kepada ibunya dan ibunyapun mengizinkan bahkan ibunya senang jika Rani benar-benar ingin melanjutkan sekolahnya ke pesantren.

Rani akhirnya memutuskan untuk sekolah umum saja agar pulang sekolah bisa melihat ibunya sambil merawatnya, lagi pula Rani masih sekolah Madrasah Diniyah Wustho di sore hari. Jadi Rani sejak kecil dalam sehari sekolah dua kali, pagi sampai siang adalah sekolah umum dan sore sampai malam adalah sekolah madrasah.

Selang tiga tahun Rani lulus dari sekolah dan Madrasah Diniyah Wustho akhirnya ini kesempatan Rani untuk melanjutkan sekolahnya di pesantren. Namun karena kondisi ibunya belum sembuh juga Rani rela tidak melanjutkan sekolahnya di pesantren asalkan melanjutkan madrasahnya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu Madrasah Diniyah Ulya.

Mungkin karena ini do’a ibunya tiba-tiba setengah tahun berjalan ustadznya yang mengajar dirinya di Madrasah Diniyah Ulya mengajak Rani untuk mengajar di sebuah madrasah yang disitu ustadznyajuga mengajar. Rani diperintahkan untuk mengajar santri kelas satu Madrasah Diniyah Awaliyah. Dengan senang, bangga dan bersyukur dia menerimanya. Rani jalani dengan ikhlas, sepenuh hati dan tanpa adanya rasa capek walaupun setelah mengajar dia harus langsung berangkat sekolah Madrasah Diniyah Ulya. Rani sangat menikmatinya karena ini adalah cita-citanya dari dulu sejak saat lulus dari SD.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline