Tidak ada niatan road to Baduy, hari itu harusnya jadwal selonjoran, tetiba teman ngajak main ke Cisimeut, tanpa pikir panjang ku iyakan saja ajakannya.
Pukul 9.30 pagi Aku berangkat dengan suami dan si kecil Kiyan naek motor menuju Cisimeut, kurang lebih 40 menit perjalanan sampailah ke rumah teman yang dituju, disana suamiku ngopi sebentar, sekitar puul 11. Lewat aku pamitan lanjut ke Ciboleger Baduy. Tanpa direncanakan ke Baduy setelah mendengar bahwa dari desa Cisimeut paling 6 km sampai ke Ciboleger.
Sekitar duhur kami tiba di kampung Ciboleger gerbang menuju suku Baduy. Suasananya sangat ramai, mobil motor penuh berjejer, bahkan parkir mobil meluber ke pinggir jalan raya hampir satu 3 kilo meter banyak wisatawan yang ingin tahu Baduy.
Motor kami tidak diberhentikan di tempat parkir oleh petugas mungkin dikira warga sekitar karena kami tidak memakai helm, dan ini menguntungkan karena jika berhenti di tempat parkiran perjalanan akan semakin jauh, motor diparkir di rumah carik Baduy yang kebetulan kami mengenalnya, sayang orangnya lagi tidak ada tapi motor InsyaAllah aman.
Setelah bebenah sebentar aku menuju warung depan rumah carik Baduy untuk membeli jajanan dan minuman bekal selama perjalanan, maklum ke baduy bukanlah healing tetapi tracking yang sesungguhnya, kami melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki bareng bersama orang-orang yang satu tujuan.
Untuk mencapai perbatasan baduy luar dan baduy dalam kami harus berjalan sekitar 9 kilo untuk sampai gajeboh, dari gajeboh menuju baduy dalam harus berjalan kaki sekitar 15 kilo.
Meskipun aku asli Lebak banten dimana Baduy berada tapi hari itu pertama kali menginjkan kaki ditanah Baduy, kesan pertama masuk perkampungan Baduy waaw mataku dimanjakan pemandangan rumah panggung khas warga Baduy yang sangat aduhai dan semua bentuknya sama, sangat memanjakan mata.
Di depan rumah suku Baduy berjejar kain hasil tenun sendiri yang kemudian diperjualbelikan kepada wisawatan, bukan hanya kain, pernak pernik seperti gelas, gelang, sendok dari bambu tas koja dari akar pohon semuanya ada.
Secara ekonomi warga Baduy mapan terutama Baduy luar karena mereka sedikit terbuka, sudah tahu uang, tahu harga, meski tidak bisa baca tulis. Hasil dari pertanian seperti kunyit, lengkuas, jahe merah, madu dijual ke masyarakat kuar baduy, bahkan nyampe ke kecamatan tetangga.
Warga baduy dilarang Sekolah, dan semua warganya tidak ada yang sekolah. Anak usia sekolah sudah bisa membantu orang tuanya, mereka bekerja mengambil kayu bakar untuk memasak, ke kebun untuk bertani, warga baduy biasa beecocok tanam termasuk nanam padi dikebun atau biasa disebut huma.