Lihat ke Halaman Asli

Pileg, Ajang Reward dan Punishment terhadap Incumbent

Diperbarui: 30 Maret 2019   03:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

DALAM tiga pekan ke depan kita akan menggelar hajatan pesta demokrasi secara serentak yaitu: pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, bersamaan langsung dengan pemilihan legislatif. Dalam ulasan tulisan saya yang hadir disidang pembaca tersebut adalah untuk mengulik keikutsertaan calon legislatif incumbent pada pemilihan umum saat ini.

Berdasarkan catatan Formappi, sebanyak 529 menjadi calon legislatif  incumbent untuk DPR RI dari total 569 anggota DPR periode 2014-2019 calon legislatif kembali maju di pemilihan umum 2019. Begitu pun di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota terdapat banyak calon legislatif incumbent yang turut ramaikan panggung politik.

Kehadiran calon legislatif incumbent dalam pemilihan umum menjadi penilaian tersendiri oleh masyarakat selaku pemberi mandat. Hal ini dikarenakan, calon legislatif incumbent sudah memiliki rekam jejak kinerja menjadi anggota legislatif, sehingga memudahkan masyarakat untuk menilai dan mengevaluasi kinerja periode sebelumnya. 

Itulah sebabnya, pemilu sebagai ajang untuk memberikan hukuman dan hadiah [punishment dan reward] terhadap calon legislatif incumbent. Idealnya, calon legislatif incumbent yang berkinerja baik selama periodisasi di lembaga legislatif layak diberikan hadiah [reward] lewat hak politik untuk memilih kembali guna melanjutkan masa jabatan selaku representasi masyarakat di lembaga legislatif. Pun sebaliknya anggota legislatif yang dinilai tidak maksimal melaksanakan tugas selama menjadi anggota legislatif layak diberikan hukuman [punishment] dengan tidak memilih kembali pada pemilihan umum.

Senada dikatakan peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen [Formappi] Lucius Korus, bahwa pemilih harus menjadikan faktor kinerja dan integritas sebagai pertimbangan memilih. Anggota legislatif yang kinerja dan integritasnya baik, maka perlu diberi reward oleh pemilih dengan memilihnya kembali. Sementara yang sebaliknya, diberikan punishment untuk tidak memilihnya lagi.

Tidak memilih calon legislatif incumbent yang kinerjanya tidak baik merupakan langkah untuk memproteksi anggota legislatif yang hadir hanya sebagai pelengkap kuorum sidang di lembaga legislatif. Sebab, menjadi anggota legislatif memiliki fungsi strategis dalam pemerintahan yakni: membuat regulasi atau Undang-Undang [legislasi], mengawasi kinerja pemerintah [pengawasan] dan turut membahas anggaran [budgeting].

Jauh dari itu, ragam aspirasi masyarakat yang wajib diperjuangkan di lembaga legislatif. Apalagi dalam pembahasan politik anggaran, anggota legislatif yang adalah representasi masyarakat mempunyai ruang kesempatan untuk  menyampaikan ragam masalah sosial yang tengah dihadapi masyarakat agar dapat menjadi perhatian pemerintah.  

Sejalan dengan itu, maka masyarakat sebagai pemegang kedaulatan harus selektif menilai calon anggota legislatif incumbent yang kini sebagai peserta pemilihan umum.

Spesifiknya, melihat rekam jejak calon legislatif incumbent saat menjadi anggota legislatif; ini dilakukan agar menjadi preferensi dalam memberikan mandat kembali.

Caleg pendatang baru sebagai alternatif

Selain calon legislatif incumbent, terdapat pula politisi wajah baru atau calon legislatif pendatang baru yang ikut dalam kontestasi pesta demokrasi. Ini menjadi pilihan alternatif bagi masyarakat dalam menggeser calon legislatif incumbent yang kinerjanya tidak baik, untuk digantikan dengan calon legislatif pendatang baru.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline