Lihat ke Halaman Asli

Golput Bukan Solusi

Diperbarui: 12 Februari 2019   11:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto ilustrasi jogja.tribunnews.com

Akhir-akhir ini kampanye golput begitu menguat. Golput dianggap sebagai bentuk protes terhadap buruknya kinerja pejabat publik. Ironisnya, ajakan golput datangnya dari kaum intelek yang paham akan demokrasi. Hemat saya, golput bukan solusi terbaik untuk memperbaiki tatanan sistem demokrasi yang kini sedang berjalan 'pincang'. Malah, golput hanya menimbulkan masalah baru yakni: publik diajarkan apatisme terhadap Pemilu.

Pun demikian, apabila golput bertolak dari kekecewaan terhadap kinerja pejabat publik yang masih banyak masalah sosial belum diselesaikan tuntas-,maka mestinya solusinya bukan golput, tapi rekomendasikan alternatif substansial kepada pengambil keputusan kebijakan publik.

Idealnya, jangan menghukum sistem demokrasi hanya karena Paslon yang direkomendasikan oleh Parpol tidak sesuai harapan. Disini saya tertarik dengan pernyataan tokoh agama yakni, Romo Magnis Suzeno; mengatakan "Pemilu bukan memilih yang terbaik, tetapi mencegah yang terburuk berkuasa".

Selarasnya Pemilu salah satu agenda demokrasi untuk memilih pemimpin baru yang hendak memimpin untuk dalam masa periodisasi. Dan Pilpres saat ini publik disuguhkan hanya dua pasangan calon, dan masing-masing mempunyai track record publik juga tahu.

Prabowo mempunyai beban masa lalu, pun demikian Jokowi dalam era pemerintahan merekrut orang yang diduga pelanggar HAM masuk dalam kabinet; banyak masalah hukum yang tidak diselesaikan. Misal kasus penyidik KPK Novel Baswedan-,masih banyak lagi bila kita mengulas kasus.

Lantas dengan demikian harus golput ? Tentu ini bukan pilihan rasional tapi ambigu. Sebab golput merupakan salah satu bagian dari patologi (penyakit) demokrasi selain politik uang dan politik identitas. Ironi, jika hendak memberikan solusi; tapi memilih alternatif yang sebenarnya bukan solusi-,melainkan menyuburkan patologi demokrasi untuk gerogoti kualitas demokrasi.

Dengan demikian. Apapun dalil, golput bukan solusi tapi pilihan yang tidak berpangkal pada nalar yang rasional. Mestinya kita (kaum intelektual) turut memberikan edukasi politik terhadap publik perihal kriteria calon yang hendak dipilih. Bila kedua pasangan mempunyai beban masa lalu, maka kita memakai logika Romo Magnis bahwa 'mencegah yang terburuk berkuasa' dari kedua pasangan calon, bukan mengajak publik golput.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline