Lihat ke Halaman Asli

Berkendara Bijak

Diperbarui: 28 Agustus 2017   12:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Penyebab kemiskinan, kemacetan, kecelakaan lalu lintas, dan seabrek masalah negara lainnya tentu bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Sebut saja kemacetan di Jakarta yang telah berulang kali dicoba diatasi dengan berbagai aturan dan infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah. Nyatanya semua itu tak juga menyelesaikan masalah. Sistem 'three in one' yang kemudian diganti dengan system ganjil genap, penyediaan dan pengembangan bus trans Jakarta, KRL, dan sederet solusi lainnya pun nyatanya tak mampu menjadi solusi nyata untuk masalah kemacetan di ibukota. Semua ini menunjukkan bahwa sebaik apapun pemerintah berusaha, seefektif apapun infrastruktur yang dicoba tak akan berjalan sesuai dengan ekspektasinya jika tak ada sumbangsih dari warga. Dan tidak hanya berlaku di Jakarta tapi juga kota-kota lainnya.

Saya risih dengan beberapa hal yang terjadi di sekitar saya selama beberapa waktu ini. Tentang trotoar, dan tentang traffic light countdown. Seperti yang sudah sama-sama kita ketahui bahwa fungsi trotoar adalah jalur bagi pejalan kaki namun banyak diantara kita yang melewatinya bukan dengan kaki melainkan dengan ban-ban motor.

Apa salahnya, toh tak ada juga pejalan kaki yang melewatinya. Mungkin ini yang kita pikirkan ketika kita berperan sebagai pengendara tapi bagaimana jika kita berperan sebagai pejalan kaki? Di ruang mana kita bisa berjalan jika trotoar yang seharusnya menjadi tapak kaki kita sudah dikerumuni motor yang lalu lalang?

Trafficlight countdown juga sama. Padahal jelas fungsi countdown disitu bukan buat balapan tapi buat peringatan. Misal lima detik lagi siap-siap berhenti, bukan buruan tinggal lima detik lagi. Bukan. Atau ada juga dari kita yang 6 detik lagi ijo, 6 detik lagi padahal tapi udah ngga sabar. Dan malah nyerobot jalan padahal itu masih jatahnya orang-orang yang ada di seberang. Entah itu pengendara dari jalan lain, entah itu pejalan kaki yang mau nyebrang. Intinya itu masih haknya orang lainlah tapi main sikat aja.

Kesel ngga sih ketika hak kita direbut sama orang? Misal nih kita dikasih kado sama si A eh malah diambil sama si B. Belum lagi kalau barang itu malah dirusakin sama B. Marah? Iyalah....Kalau itu bukan hak kita mah ngga masalah tapi kalau itu udah jadi hak kita? Ada dan dibuat untuk kita dan direbut sama orang lain, gimana ceritanya?

Banyak trotoar yang ngga bisa lagi menjalankan fungsinya karena ulah kita. Digilas ban-ban motor yang kecepatannya jelas ngga akan sama dengan kecepatan pejalan kaki. Bahkan parahnya ngga cuma sekedar lewat tapi juga ngerusak. Naik turun trotoar sembarangan padahal tahu kalo trotoar yang dibikin itu bukan dari aspal yang digilas truk berulang baru berlubang. Beda.

Banyak juga kecelakaan lalu lintas yang terjadi karena kita gagal paham sama trafficlight countdown. Harusnya mulai pelan tapi malah kebut-kebutan. Harusnya sabar eh malah main nyerobot asal. Makanya alangkah baiknya kalo sekarang kita mulai berkendara bijak karena toh yang bayar pajak jalan itu bukan cuma kita, pengendara motor tapi juga pejalan kaki dan orang lainnya yang juga make jalan. Mereka berhak melewati jalan dengan selamat.  Mereka juga berhak dapet fasilitas yang layak dari pemerintah. Dan pemerintah itu mengayomi semua warganya bukan cuma aku, atau kamu aja bukan cuma pengendara motor atau pejalan kaki aja. So, yuk berkendara bijak mulai dari sekarang.

Atau kalo ngga gitu mungkin kita bisa tukeran, pejalan kaki di jalan dan kita yang gentian di trotoar, gimana? hhhee




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline