Lihat ke Halaman Asli

Angka Beban Tanggungan di NTT: Penyebab dan Alternatif Solusi

Diperbarui: 11 Desember 2017   12:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Rasio beban tanggungan atau dependency ratio adalah indikator yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi keadaan ekonomi disuatu daerah, apakah tergolong maju atau dalam tahap berkembang. Tingginya dependency ratio perlu diwaspadai karena biasanya berkorelasi positif dengan kondisi sanitasi, tingkat kesejahteraan, dan masalah sosial lain.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Juni 2017, rasio beban tanggungan tertinggi di Indonesia berada di Nusa Tenggara Timur dengan angka 65,3. Jumlah ini menunjukkan bahwa 100 penduduk pada usia produktif (15-64 tahun) harus membiayai 65 hingga 66 penduduk usia non-produktif (kurang dari 15 tahun dan lebih dari 64 tahun). Padahal survei menunjukkan bahwa, penduduk usia lansia diprovinsi tersebut hanya 7,7% dari total populasi penduduk.

Asumsi pertama penyebab tingginya rasio beban tanggungan, adalah tingginya angka kelahiran atau fertilitas di NTT, sehingga meningkatkan jumlah usia non-produktif yang harus ditanggung oleh usia produktif. Data hasil survei RPJM pada tahun 2016 menunjukkan, total fertility rate (TFR) di Nusa Tenggara Timur adalah 3.9, menurun dari tahun sebelumnya. Namun penurunan yang terjadi tidak memberikan dampak yang signifikan, angka tersebut masih menempatkan NTT sebagai provinsi dengan TFR tertinggi di Indonesia. Kelompok penduduk di usia 0-4 memiliki jumlah paling besar dibandingkan kelompok umur lainnya. Hal itu menjadi salah satu penyebab tingginya rasio beban tanggungan di provinsi ini jika dibandingkan dengan daerah lain.

Menurut teori Malthusian, preventive checkyang dapat diambil untuk menekan laju pertumbuhan penduduk adalah dengan penekanan angka kelahiran.. Hal ini sudah menjadi agenda pemerintah untuk mengontol TFR yang diwujudkan dalam program-program Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Penekanan angka kelahiran tidak hanya berfungsi untuk menurunkan rasio beban tanggungan, juga untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat perlu mendukung program pemeintah dengan meningkatkan angka partisipasi. Diperlukan pemahaman dan edukasi agar masyarakat mengerti tujuan dan dampak yang diberikan jika mereka berpartisipasi dalam program ini.

Asumsi kedua adalah banyaknya usia produktif yang tidak produktif, sehingga meningkatkan rasio beban tanggungan. Populasi terbagi menjadi 2; angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk usia produktif (15-64 tahun) yang memiliki keinginan untuk bekerja. Sedangkan bukan angkatan kerja adalah penduduk usia produktif yang tidak memiliki keinginan untuk bekerja. Dalam angkatan kerja, ada yang disebut dengan pekerja, yaitu orang yang bekerja dan mendapatkan penghasilan serta pengangguran, yaitu orang yang sedang mencari pekerjaan atau sedang menunggu kesempatan untuk bekerja. Kelompok penduduk bukan angkatan kerja bisa dikategorikan sebagai pengangguran, karena sama-sama tidak memiliki penghasilan.

Berdasarkan data Sakernas Agustus 2016, jumlah penduduk usia kerja di NTT sebanyak 3.402.075 orang. Sementara jumlah angkatan kerja sebanyak 2.353.648 orang. Dari jumlah angkatan kerja tersebut, lanjutnya, yang bekerja pada tahun 2016 sebanyak 2.277.068 (96,74), sementara pengangguran terbuka sebanyak 76.580 orang (3,26 persen). Kondisi ini perlu penanganan yang lebih serius.

Adanya pengangguran dan kelompok usia produktif yang kurang produktif bukan hanya disebabkan oleh ketersediaan lapangan kerja, tetapi juga oleh disequilibrium kurva angkatan kerja. Fenomena ini terjadi ketika upah pekerja naik, gaji menjadi lebih tinggi, tetapi kualifikasi untuk mendapatkan pekerjaan menjadi lebih sulit. Salah satu faktor yang memengaruhi kualifikasi kesempatan kerja adalah pendidikan dan keterampilan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, kesempatan mereka untuk mendapatkan perkerjaan semakin besar. Hal ini juga berlaku pada keterampilan, semakin banyak keterampilan yang dikuasai, semakin besar kesempatan mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

Hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan jumlah produktivitas kelompok usia produktif adalah meningkatkan kualitas mereka, salah satunya adalah dengan pemerataan pendidikan. Setiap penduduk berhak mendapatkan fasilitas pendidikan yang berkualitas dan dapat dijangkau oleh seluruh elemen masyarakat. Pendidikan merupakan tombak bagi kehidupan manusia. Kesejahteraan hidup akan meningkat seiring dengan meningkatnya kualitas pendidikan. Akses terhadap informasi juga menjadi kunci untuk meningkatkan kualitas masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa pemerataan pendidikan adalah faktor yang memengaruhi tingginya rasio beban tanggungan.

Upaya menurunkan rasio beban tanggungan di Nusa Tenggara Timur bukanlah suatu hal yang sulit dilaksanakan, tetapi tidak akan berhasil jika pemerintah dan masyarakat tidak bisa berkolaborasi. Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, pernah berkata bahwa kesejahteraan tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus kita perjuangkan secara gigih. Oleh karena itu, masyarakat perlu berpartisipasi dalam mewujudkan kesejahteraan di Indonesia, terutama di Nusa Tenggara Timur. Pemimpin daerah dan tokoh masyarakat juga perlu mencari jalan untuk memberdayakan ekonomi masyarakat, sehingga kualitas hidup masyarakat di provinsi ini meningkat dan potensi daerah dapat berkembang ke arah yang lebih baik.

Referensi Data:

Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Edisi 91 Desember 2017, Badan Pusat Statistik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline