Teringat saat itu, ayahku mengajak ke toko mainan selepas pulang kerja. Sebetulnya samar-samar, akan potongan memori yang satu ini. Namun, biasanya bila ke toko mainan-benda pertama yang akan saya ambil adalah baju-baju barbie untuk boneka barbieku-yang perlu dipermak untuk pergi ke pesta, atau membeli peralatan masak-masakan. Tapi-sebidang papan catur cukup menarik perhatianku dan kami pun membawanya pulang.
Mungkin usiaku sekitar enam atau tujuh tahun saat pertama kali mulai bermain catur. Ayahku mengenalkan pada setiap nama bidaknya. Dan kami mulai bermain setiap malam. Lambat-laun, aku mulai tahu bagaimana cara bidak-bidak catur ini harus kujalankan-supaya mereka bisa memakan benteng pertahanan lawan dan aku bisa membabat habis ratunya.
Meski sudah tahu cara mainnya, hal ini tidak lantas menjadikanku pemain catur yang hebat-seperti Magnus Carlsen sebagai pemain catur peringkat pertama dengan rating 2.864 poin di bulan Juli 2022 (berdasarkan data Federation Internationale des Echecs (FIDE), atau yang perempuan dari Indonesia-Irene Sukandar, yang masih nangkring di posisi teratas dan masuk ke dalam 100 pecatur wanita terbaik peringkat 54. Jelas tidak, wong saya bermain hanya karena iseng.
Jika, kita melihat para pemain catur hebat kelas dunia pastilah mereka telah menguasai strategi-strategi bermain catur, menantang diri untuk bertemu banyak lawan, dan tentunya banyak berlatih. Kerap kali, catur juga disandingkan dengan stereotipe bahwa orang bermain catur adalah mereka yang memiliki IQ tinggi. Apakah benar begitu? Jawabannya bisa ya dan tidak.
Ada hal menarik yang saya dapat saat sedang membaca buku Mindset karya Carol S. Dweck, PH.D, yang berkaitan dengan permainan catur ini. Diceritakan tentang keluarga Polgar yang mempunyai tiga anak perempuan, ketiganya adalah pemain catur perempuan paling sukses yang pernah ada (p.117). Salah satu anaknya, yang bernama Susan mengungkapkan bahwa, bakat alami bukanlah apa-apa tanpa usaha sebab keberhasilan 99% bisa diraih dengan kerja keras.
Hal itu juga dibuktikan pada anak bungsunya, Judit-yang juga pemain catur. Menurut keluarganya, Judit bukan pemain catur yang paling berbakat. Tetapi, dia bisa menyamai saudara-saudaranya menjadi pemain catur perempuan sukses. "Pada awalnya Judit memang lamban, tetapi dia bekerja dengan sangat keras," ungkap Susan.
Minat saya terhadap permainan catur sebetulnya tidak begitu ambisius-hanya saja saat usia saya saat ini sudah menginjak kepala dua dan bermain catur (walaupun hanya bermain bersama ayah, untuk mengisi waktu luang). Saya menemukan beberapa pengalaman dan pelajaran hidup (yang terlihat sederhana), yang bisa saya pelajari untuk kehidupan sehari-hari.
Mempercayai Kemampuan Diri Sendiri
Menghadapi lawan tentu harus memiliki strategi. Hal pertama yang sering menjadi salah fokus adalah terlalu memikirkan 'lawan' itu sendiri. Padahal, ada hal yang lebih krusial yaitu, fokus pada strategi diri sendiri. Menyusun strategi dalam bermain catur memang tricky. Dalam satu ronde kita bisa mengubah banyak tak-tik-begitu pula pada ronde berikutnya. Namun, dengan mencoba melatih fokus dan memberi bumbu percaya diri kita menjadi memiliki peluang untuk membangun strategi pada lawan.
Ini juga berlaku jika kita aplikasikan dalam kehidupan. Sering kali kita banyak melewatkan kesempatan, hanya karena kita sudah pesimis duluan melihat pesaing di luar sana. Meski kita hidup dalam lingkar dunia tidak ideal dan pesaing memang terus ada, tetapi sesuatu yang bisa kita pupuk setiap hari adalah kemampuan diri sendiri untuk mempersiapkan strategi-strategi lainnya.