Tak ada manusia yang menginginkan kampung halamannya hilang akibat bencana. Terlebih, bila kampung tersebut memiliki memori bertumbuh bersama orang-orang tercinta. Pastinya ada rasa sedih dan ngilu tiap membayangkan kampung tercinta akan tenggelam.
***
Pekalongan. Kota yang terletak di sebelah utara Pulau Jawa ini dikenal sebagai Kota Batik. Bahkan UNESCO menjadikannya sebagai kota kreatif dunia karena memiliki kampung-kampung penghasil batik yang produktif. Namun siapa sangka, dibalik nama populernya itu, Pekalongan juga menyimpan cerita pilu.
Cerita tentang banjir rob yang setiap tahun menghantui masyarakat pesisir. Dulu, saat masih usia kanak-kanak, saya dan keluarga bisa dengan mudah menemukan kerang, mangrove dan kepiting di pasir-pasir pantai. Tapi sekarang, pasir-pasir makin terkikis air laut.
Sebelum banjir rob menghantui, keanekaragaman hayati berupa burung-burung, tanaman mangrove serta berbagai jenis ikan tangkap seperti layang, tongkol, lemuru, kakap, tengiri, makarel dan ikan jeruk sangat tinggi. Kekayaan itulah yang menjadikan pelabuhan Kota Pekalongan terkenal sebagai sentra jual beli hasil laut.
Bertahun-tahun berlalu, rob kemudian datang menggenangi kota di pesisir utara pulau Jawa ini. Sudah banyak rumah, sekolah, puskesmas, kantor hingga fasilitas umum lainnya yang terendam sehingga ditinggalkan pemiliknya. Bahkan, pelabuhan pun tak luput dari genangan air.
Pemerintah kota sempat kewalahan menghadapi rob. Beruntung, tahun 2022 lalu, sebuah tanggul sepanjang 700 meter dibangun. Jalan utama pun mulai ditinggikan sehingga banjir tak mengganggu mobilitas.
Kota Pekalongan adalah kampung halaman yang memiliki memori bagi banyak orang. Aktivitas ekonomi akan selalu menggeliat jika bencana rob mampu teratasi secara tuntas.