"Seorang HRD telah menyalahgunakan KTP milik calon pekerja untuk meng-apply pinjaman online. Hingga saat ini, korban penyalahgunaan itu kian bertambah. Para korban kerap mendapat teror dari pihak pinjol sehingga membuat resah"
***
Ketika saya sedang mendengarkan lagu di youtube, tiba-tiba sebuah iklan pinjaman online muncul. Iklan tersebut menawarkan pinjaman dengan modal KTP dan nomor hape doank.
Semakin lama nomor hape digunakan, maka semakin besar jumlah uang yang bisa dipinjam. Lantas, iklan pinjol tersebut mengatakan kalau mereka sudah terdaftar di base OJK sehingga dinyatakan legal.
Melihat iklan pinjol kian masif dan gencar membuat diri saya bertanya, apakah cukup bila OJK hanya menyatakan bahwa pinjol A, B, C legal. Tapi tak melihat dampak buruk dari kehadiran pinjol itu.
Kemudahan apply hanya berbekal KTP dan nomor HP rentan dimanfaatkan orang-orang jahat untuk meraup untung. Seperti kejadian di Jakarta Timur baru-baru ini.
Terdapat 27 pelamar kerja di sebuah konter HP yang datanya digunakan untuk pinjol tanpa seizin korban. Para korban (pelamar kerja) diminta menyerahkan KTP dan HP oleh pihak penerima kerja (HRD).
Tak berapa lama, 27 orang itu mendapat tagihan dari nomor tak dikenal. Jumlah totalnya fantastis, mencapai angka Rp 1,1 milyar. Padahal, para korban tak pernah sama sekali berurusan dengan pinjol.
Kasus ini kemudian dilaporkan ke Polres Jakarta Timur pada 5 Juni 2024 lalu, terkait penipuan dan penggelapan dana. Hingga Agustus ini, belum ada lagi kabar mengenai pelaku dan korban. Namun demikian, kasus ini terlanjur membuat masyarakat resah, terutama bagi pelamar kerja.
Setelah membaca berita itu, saya jadi berpikir bahwa tugas OJK bukan hanya menyaring pinjol dari pinjol ilegal menjadi legal, tetapi juga membuat aturan soal peminjaman.