Lihat ke Halaman Asli

Nurul Mutiara R A

TERVERIFIKASI

Manajemen FEB UNY dan seorang Blogger di www.naramutiara.com

Upaya Mitigasi Bencana Melalui Aktivitas "Back to Nature"

Diperbarui: 22 Agustus 2019   16:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Back to nature dengan menanam mangrove (Sumber : Okezone.news)

"Bayangkan jika 30 tahun nanti, lautan bukan lagi dipenuhi terumbu karang dan ikan-ikan yang berenang, tetapi sampah-sampah plastik yang telah mengambang"

Mengimajinasikan Indonesia 30 tahun mendatang, bukankah itu perlu? Apalagi, saat ini isu mengenai sampah plastik tengah hangat dibicarakan oleh banyak kalangan. Ya, membahas isu ini memang tak bisa selesai sekali duduk layaknya membaca cerpen. Perlu berbagai riset dan pertimbangan matang mengingat besarnya ketergantungan Indonesia terhadap plastik, terutama untuk industri FMCG (fast moving consumer goods).

Plastik, masih dipilih oleh sebagian besar industri karena sifatnya yang ringan, tahan lama, elastis dan ekonomis. Selain itu, industri yang berhubungan dengan plastik juga memiliki pengaruh besar bagi perekonomian Indonesia. Kemenperin mencatat, ada sekitar 925 perusahaan yang memproduksi plastik dan memberi kontribusi pendapatan negara serta penyerapan tenaga kerja yang besar.

Dengan adanya kontribusi itu, dimungkinkan bahwa industri yang berhubungan dengan plastik akan terus didongkrak pertumbuhannya. Seperti yang diungkapkan oleh Budi Susanto Sadiman selaku Wakil Ketua INAPlast dalam kompas.com, bahwa konsumsi plastik nasional pada 2019 diprediksi tumbuh 6%. Prediksi tersebut didasarkan pada parameter pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun selanjutnya.

Dilema memang, ketika beberapa pihak tengah menggaungkan kampanye pengurangan sampah plastik, ternyata di sisi yang lain, kebutuhan industri akan plastik terus tumbuh. Tentu, kondisi ini menimbulkan polemik berkepanjangan. Apalagi Indonesia belum memiliki teknologi memadai untuk mendaur ulang sampah plastik.

Tahukah kamu? dari semua pencemar peringkat teratas dunia, Indonesia menempati peringkat kedua di bawah China sebagai negara penghasil sampah plastik bagi lautan. Entah itu sampah hasil industri maupun sampah plastik dari masyarakat.

Ya, negeri ini memang memiliki jumlah penduduk besar, yakni sekira 266, 91 juta jiwa (katadata.co). Dengan keadaan demografi sedemikian rupa, maka dimungkinkan pertambahan plastik yang dibuang ke lautan semakin bertambah. Apalagi dengan kondisi masyarakat yang belum sadar pentingnya menjaga lingkungan.

Sebenarnya, permasalahan yang ditimbulkan oleh sampah plastik terhadap lautan tak hanya dirasakan oleh Indonesia saja, negara lain pun sama. Sebuah survei yang dilakukan oleh Universitas Plymouth, Inggris, mengungkapkan bahwa plastik ditemukan di sepertiga hewan laut yang ditangkap di Inggris, antara lain Ikan Cod, Haddock, Mackerel, dan Kerang.

Ilustrasi Spongebob yang menangis karena sampah plastik (Sumber: instagram.com/artsimate)

Di Asia sendiri, sampah plastik juga telah mengganggu kesembangan ekosistem laut. Seperti kejadian di Filiphina baru-baru ini, seekor Paus jenis Paruh Angsa terlihat mengapung di perairan dangkal provinsi Compostella Valley. Saat ditemukan, mamalia itu sudah dalam kondisi mati. Mirisnya, dari dalam perut paus ditemukan sampah plastik yang jumlahnya sangat banyak yakni 40 kg.

Shock! Itulah kata pertama yang setiap orang ucapkan ketika membaca artikel mengenai terdamparnya mamalia laut itu. Bisa dibayangkan bagaimana paus menahan penderitaan selama hidup akibat sampah plastik di dalam perutnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline