Lihat ke Halaman Asli

Mutiara Margaretha Yaletha

makhluk hidup yang menempati sepetak tanah

Yuk Kenalan dengan Nian Si Monster Pencetus Imlek

Diperbarui: 21 Januari 2023   14:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut sejarah, Imlek dirayakan pada tanggal 30 bulan ke 12 pada penanggalan China. Imlek diisi dengan sembahyang imlek dan sembahyang kepada tian kemudian selalu diakhiri dengan perayaan Cap Go Meh.

Kata Imlek berasal dari dialek Hokkian, kata Im berarti bulan, sedangkan Lek memiliki arti penanggalan. Jadi, Imlek adalah kalender bulan. Momen saat malam menjelang tahun baru dikenal dengan nama Chuxie, yang berarti malam pergantian tahun. Istilah Imlek juga disebut Chunjie, yang artinya Festival Musim Semi.

Sejarahnya tradisi Imlek awalnya untuk merayakan datangnya musim semi tiap tahun. Musim semi selalu disambut dengan sukacita karena penanda musim dingin telah berakhir yang juga merupakan penanda bahwa kegiatan bercocok tanam akan segera dimulai kembali. Sehingga semua orang keturunan yang Tionghoa boleh merayakan hari raya ini.

Banyak legenda yang menceritakan asal-usul Imlek dimana salah satu legenda mengatakan bahwa ribuan tahun yang lalu monster bernama Nian akan menyerang penduduk desa pada hari pertama setiap tahun baru.

Legenda Monster Bernama Nian
Pada zaman dahulu, hiduplah monster kepala panjang dan bertanduk tajam yang sepanjang tahun hidup di dasar laut, Nian hanya muncul setiap pada malam tahun baru untuk memangsa manusia dan makhluk hidup lainnya di pemukiman desa terdekat, monster itulah yang diberi nama Nian. Karena hal itulah ketika tahun baru tiba, para penduduk desa akan mengungsi dan lari ke gunung-gunung agar tidak dimangsa oleh Nian sang monster mengerikan.

Penduduk desa menjalani hidup dengan dipenuhi bayang-bayang ketakutan terhadap datangnya nian. Tetapi pada suatu hari, datanglah seorang seorang lelaki tua berambut putih dengan kulit kemerah-merahan yang mengetahui bahwa monster itu takut dengan suara keras, cahaya terang, dan warna merah. 

Lelaki tua ini tidak bersembunyi dari monster seperti penduduk desa yang lain, justru ia menempelkan kertas berwarna merah di pintu, menyalakan lilin dalam rumah, memakai pakaian berwarna merah, dan membakar batang bambu agar bisa menciptakan bunyi nyaring yang kemudian disebut sebagai asal mula penggunaan petasan. Perbuatan lelaki tua ini ternyata berhasil membuat Nian takut datang ke desa.

Saat penduduk desa kembali dari tempat persembunyian-nya di malam tahun baru, mereka merasa terkejut sebab desa tidak hancur seperti di tahun-tahun sebelumnya.

Sejak saat itu, setiap malam tahun baru tiba penduduk desa melakukan cara yang dilakukan pria tua itu sehingga lama kelamaan menjadi tradisi turun menurun yang terus berkembang dan sejak saat itu, dikatakan bahwa Nian tidak pernah datang lagi. Maka dari itu, sampai sekarang, Imlek dirayakan dengan petasan, kembang api, dan pakaian serta dekorasi berwarna merah. 

Warna merah dianggap sebagai warna keberuntungan itulah mengapa Imlek selalu identik dengan penggunaan warna merah di berbagai ornamennya mulai dari lampion, lilin, angpau, hingga pakaian yang digunakan. Selain itu, masyarakat Tionghoa merayakan Imlek untuk memohon rezeki, kesehatan, dan banyak berkah di tahun mendatang, serta menjamu para leluhur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline