Suatu hari aku mendapatkan sms dari seorang sahabat.
Rasulullah suatu hari berbicara di atas mimbarnya:
"Maukah aku kabarkan kepada kalian orang yang paling jahat diantara kalian?"
"Tentu ya Rosul."
"Yang paling jahat diantara kalian ialah yang makan sendirian, yang memukul orang yang berbakti kepadanya, dan yang menolak pemberian. Maukah aku beri tahu yang lebih jahat dari itu? Yaitu yang tidak menyelamatkan orang yang tergelincir dan tidak memaafkan orang yang bersalah."
“Maukah kuberi tahu yang paling jahat dari semuanya itu? Yaitu yang membenci orang dan orangpun membencinya.”
(Dikutip dari artikel Jalaludin rakhmat dari kitab Bihar Al Anwar dan al Mu’jam Al Kabir)
Aku kemudian teringat dengan ‘perseteruan’ku dengan salah seorang kawanku. Sebenarnya kami pernah saling dekat hingga akupun percaya kepadanya. Namun belakangan ada sikapnya yang membuatku tak nyaman. Baginya, semua orang sepertinya selalu ada kejelekannya. Dan ia suka sekali mengungkapkannya dengan lugas bahkan kepada orang yang tidak ada kaitannya tentang kejelekan orang lain. Kemudian, satu peristiwa yang bagiku merupakan sebuah pengkhianatan kepercayaan, membuatku menjaga jarak demi menjaga hatiku juga. Pada prinsipnya, aku tak mau bermusuhan dengannya, tetapi aku juga tak ingin terlalu dekat dengannya. Just a friend –lah.
Hari demi hari berlalu, dan ‘perseteruan’ itu kian mengental meskipun aku tetap berusaha berinteraksi. Sebenarnya aku juga merasa tidak nyaman dengan hal itu. Namun ia semakin menunjukkan kebenciannya, yang entah akibat sikap jaga jarakku atau ada hal lain pada diriku yang membuatnya benci.
Akhirnya aku sampai pada titik penyerahan diri. Kuadukan pada Yang Maha Membolak-balikkan Hati, agar hubungan kami ‘normal’ kembali meskipun just a friend. Aku berdoa khususnya untuknya, agar segala kebencian di hatinya melunak dan membuatnya bisa melihat bahwa aku tak ingin berseteru dengannya. Aku hanya tidak suka beberapa sikapnya yang menurutku tidak pantas. Bukan berarti aku merasa paling suci, tetapi ini lebih karena aku tidak ingin ikut terjerumus dalam hal-hal yang tidak sesuai tuntunan agama.
Alhamdulillah, tak lama kemudian terjadi perubahan kecil. Yang tadinya ia enggan menyahut atau menanggapi saat aku sapa dan tanya, sekarang mulai mau merespons. That’s enough lah. Semoga ke depan ia makin menyadari bahwa aku tak berniat bermusuhan dengannya. Semoga kesenangannya untuk mencari dan membicarakan kejelekan orang lain semakin hilang. Dan yang paling penting, semoga jika ada kebencian dihatinya, bisa terkikis dan lenyap hingga aku bisa berkata, tiada benci di antara kita. Semoga aku bisa mengambil hikmah dari semua peristiwa itu untuk belajar menjadi lebih baik dan lebih baik lagi setiap hari. Amiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H