Lihat ke Halaman Asli

Mengapa Harus Bunuh Diri?

Diperbarui: 18 Juni 2015   03:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu." (QS 57:20)

Membaca berita meninggalnya aktor kawakan Hollywood, Robbin William, membuatku teringat sebuah ayat Al Qur’an yang kubaca pagi ini. Robbin diindikasikan meninggal bunuh diri akibat depresi akut. Padahal ia seorang aktor komedi yang banyak membawa inspirasi, banyak membuat penonton di seluruh dunia tertawa, membuat penonton rileks dari ketegangan yang tengah mendera. Begitulah aktor, tak selalu yang tampak dihadapan penonton adalah kehidupannya yang sesungguhnya. Boleh saja ia aktor komedi yang banyak tertawa, nyatanya hidupnya menderita atau mengalami depresi. Boleh saja di depan layar dia tampak seperti manusia yang paling menderita atau yang paling jahat, nyatanya dia orang sangat bahagia atau memiliki hati seperti malaikat.

Namun, seperti halnya ayat di atas dan juga lagu Godbless di era tahun 80an, dunia ini hanya panggung sandiwara. Namanya juga permainan, sandiwara, pastilah ada sutradara yang telah menyusun jalan cerita secara keseluruhan. Kita semua yang ada di dunia ini hanyalah pelakon sandiwara, harus menerima segala cerita yang telah disiapkan oleh Sang Sutradara Tunggal. Mau ceritanya sedih, gembira, merana, bahagia, lurus saja, rumit, dsb. terserah pada sutradara meskipun jalan cerita itu terkadang tak sesuai dengan harapan para pelakon. Adakah yang bisa dilakukan oleh pelakon? Tentu saja tetap ada. Jika ia tak setuju dengan jalan cerita ia bisa menyampaikannya pada sutradara yang bisa saja menyetujui masukan dari pelakon jika masukannya sesuai. Tapi bisa saja sutradara akan keukeuh melanjutnya jalan cerita seperti yang dinginkannya. Pada kondisi tersebut, ada yang namanya usaha yang dilakukan oleh pelakon, dan pada saat sutradara menolak masukan, pelakon wajib berserah.

Itulah sesungguhnya kehidupan di dunia ini. Semuanya telah ditentukan oleh Sang Pencipta sebagai Sutradara Tunggal. Dialah Yang Maha Tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Karena yang terbaik itu tak selamanya indah. Bukankah jika kita sakit harus minum obat? Dan obat itu biasanya pahit rasanya. Bukankah saat kita bersekolah dan mau naik kelas kita akan menghadapi sebuah ujian yang bermacam-macam? Ada ulangan harian, ujian tulis, ujian lisan, ujian praktik, ujian semester, sampai dengan ujian nasional. Semakin tinggi tingkatannya semakin sulit soalnya. Begitulah halnya dengan manusia, musibah dan penderitaan sesungguhnya bisa saja obat atau ujian untuk meningkatkan derajatnya. Tapi banyak yang tak menyadarinya dan menganggapnya hanya nasib buruk berikut menyesalinya secara berlebihan. Pada saat mengalami musibah atau ujian memang pastilah sangat berat. Tapi sebagai hamba yang beriman dan yakin bahwa kita tak lebih dari pelakon, tetap harus menerima keadaan tersebut. Dan fungsi keluarga, kerabat, saudara, sahabat, pada saat itu akan sangat membantu meringankan beban yang sedang dialami. Dan bahwasannya setelah usainya kehidupan di dunia ini, ada kehidupan lain yang lebih kekal, yakni kehidupan akhirat. Itulah yang lebih patut kita persiapkan.

Jika kita benar-benar meyakini hal tersebut, dan memegang teguh 4 kunci sukses menjadi pelaku sandiwara dunia yakni iman (yakin pada Sang Sutradara), berusaha, doa, dan tawakkal (berserah), In Shaa Allah, selamat dunia akhirat. Aamiin. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang demikian. Tak perlu ada Robbin William jilid 2 ataupun permintaan legalitas bunuh diri oleh Ryan yang notabene sarjana S2 dari salah satu perguruan tinggi ternama di Indonesia.

***

Note:

Tulisan ini hanya pemahaman awam penulis yang sedang belajar tentang kehidupan dengan membaca jalan cerita pribadi ataupun kisah lain di sekitarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline