Lihat ke Halaman Asli

Susahnya Menjaga Ikhlas

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku benar-benar merasa kecewa, aku tak mampu membedung marah, dan hatiku menjadi sangat 'nelangsa.' Perasaanku menggugat, inikah balasan atas kebaikan yang kuberikan padanya selama ini?. Jangankan balas menolongku saat aku membutuhkan, menganggapku sebagai orang yang pernah berjasapun tidak! Jangankan balas budi, terimakasih pun tidak!


Kemana orang-orang yang dulu saat aku jaya mengaku kerabatku ?!. Kemana orang-orang yang dulu mengaku sahabatku ?!. Kemana orang-orang yang dulu mengaku kenal dekat denganku?!. Tak ada satupun!. Mereka semua seolah tak mengenalku, acuh dan tak perduli. Jangankan balik menolongku saat aku terpuruk, sekedar bersimpatipun tidak!. Kemana wajah-wajah ramah yang dulu selalu menyapaku dengan senyum manis saat hidupku serasa gula-gula?. Semua pergi bersama masa emasku yang kemilau.


Begitulah keluh dalam nelangsaku beberapa tahun silam. Saat keluh itu meluncur dari kejujuran jiwa rapuhku, hatiku tersenyum kecut menuliskan sebuah pertanyaan, "dulu ikhlaskah aku mengulurkan tangan memberi bantuan pada mereka?", tentu kujawab "aku ikhlas!". Jika ikhlas mengapa harus kecewa bahkan marah ketika mereka tidak memberi pertolongan padaku saat aku membutuhkannya ?, mengapa aku mengungkit kebaikan yang pernah ku berikan pada mereka ?, mengapa aku mengharap kata terimakasih mereka ?. Bukankah aku sedikit sudah tahu apa itu ikhlas ?, kataku ikhlas itu melakukan sesuatu untuk orang lain tanpa pamrih meski hanya sekedar ucapan terimakasih ?, mengapa aku juga masih mengharap mereka untuk balas memberi bantuan padaku ?.


Bukankah dulu niatku membantu mereka adalah ibadah demi mengharap cinta dan ridhaNya, bukan balasan kebaikan atau pujian orang yang menerima pemberianku?. Bukankah aku tahu bahwa amal ibadah yang akan di terimaNya hanya yang di lakukan dengan ikhlas?. Bukankah tanpa keikhlasan ibadah yang kulakukan hanya akan menjadi sia-sia?. Atau bahkan menjadikanku berdosa jika itu menjadikanku riya dengan mengharap terimakasih dan pujian orang yang kuberi?. Bukankah aku tahu amal ibadahku justeru menjadikanku berdosa jika aku mengungkit dan menjadikan penerima kebaikanku teraniaya perasaannya?


Mengapa aku tidak mau bercermin pada sikapNya dalam memberi?. Lihatlah Dia Yang Maha Pemberi, Dia begitu ikhlas mencukupi segala kebutuhanku tanpa perduli aku mau bersyukur atau taat padaNya sebagai imbal baliknya, bahkan Dia tidak perduli jika pemberianNya justeru kubuat untuk 'menyakitiNya'?. Dia hanya ingin memberi tanpa ingin balik kuberi. Dia terus memberi meski sering di 'salahkan' oleh penerima pemberianNya. Dia tetap ikhlas memberi.

Ya Allah, ampunilah kehilafan hamba sebab ujian kesempitan yang Engkau berikan telah merubah amalan ibadahku menjadi 'gumpalan' dosa.

Ya Allah lindungi keikhlasan hamba agar semua yang kulakukan tidak sia-sia apa lagi menjadikan dosaku berlimpah ruah. Aamiin [*]


__________________________________________________________


Bagiku sungguh tidak mudah melakukan sesuatu dengan ikhlas, tapi lebih tidak mudah lagi menjaga keikhlasan itu.


~ooOoo~


Salam

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline