Lihat ke Halaman Asli

Tobrut, Istilah Seksis Berkedok Gaul

Diperbarui: 13 Juni 2024   16:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: NewsBreak

Derasnya aliran gelombang tren di internet yang arusnya berubah kian hari seolah menuntut individu untuk selalu tahu dan mengikuti tren terkini. Hal tersebut berdampak pada kegiatan komunikasi sehari-hari, terutama dalam penggunaan bahasa gaul yang menjadi indikator seseorang dianggap trendi. 

Jumlah bahasa gaul yang ada di internet saat ini sudah tak terhitung banyaknya, bahkan beberapa istilah yang muncul justru tidak lagi dapat dianggap sebagai candaan, melainkan mengarah pada penghinaan. Salah satu istilah negatif yang populer dan gemar digunakan masyarakat sekarang adalah tobrut. Istilah seksis yang menghina perempuan.

Tobrut merupakan istilah yang menandakan bahwa seorang perempuan memiliki payudara besar. Istilah ini awalnya muncul pada kolom komentar postingan TikTok, yang semakin lama semakin tersebar di beberapa media sosial lain. 

Istilah ini digunakan untuk menilai perempuan berdasarkan fisiknya, banyak orang sering meninggalkan komentar di bawah postingan perempuan yang mereka pikir pantas untuk mendapatkan istilah tersebut.

Diskusi mengenai munculnya istilah seksis ini memicu banyak kontroversi di media sosial. Banyak pihak--terutama perempuan--yang marah, terhina, kesal, dan murka terhadap siapapun yang menciptakan dan turut menggunakan istilah ini. Perempuan dipandang hanya sebagai objek seksual, penilaian yang hanya berlandaskan hawa nafsu semata.

Fenomena ini bukanlah suatu hal yang baru, sebelumnya sudah banyak kalimat seksis serupa yang tidak asing lagi di media sosial, yaitu "Ada yang bulat tapi bukan tekad.", "Ada yang rata tapi bukan jalan.". 

Hal ini tidak hanya terjadi pada perempuan, laki-laki juga mengalami hal yang sama, seperti "Ada yang tegak tapi bukan keadilan.", "Ada yang nusuk tapi bukan jarum". 

Ironinya, lelucon-lelucon di atas semakin marak penggunaannya karena masyarakat menganggap itu tidak lebih sebagai bahan bercanda sehingga hal ini dapat mendorong terciptanya kehidupan sosial yang terus-menerus menoleransi tindak pelecehan verbal terhadap perempuan dan laki-laki.

Ruang aman bagi perempuan untuk berekspresi secara bebas terasa semakin sempit dan sesak. Entah di dunia nyata maupun di media sosial, eksistensi pelaku tindak pelecehan verbal rasanya tidak pernah absen. Apa yang sepantasnya jadi hal normal pun diseksualisasi. 

Norak, kata yang cocok untuk menggambarkan para oknum yang secara langsung menyadarkan sebarapa langgengnya budaya patriarki berdampak pada sistem sosial secara keseluruhan, menyebabkan sulitnya perempuan diperlakukan murni sebagai makhluk hidup, bukan alat pemuas hasrat seksual mereka.

Bagi sebagian orang yang berpikir bahwa istilah gaul yang sedang tren saat ini adalah hal sepele yang lambat laun akan tergantikan oleh tren selanjutnya, pemikiran tersebut sangat keliru. Ini bukan hanya sekadar tren. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline