Mendirikan sekolah adalah impianku. Impian bagi orang-orang yang merasa bahwa sekolah hari ini begitu buruk dan cenderung membunuh kreativitas anak-anak, sekolah yang seenaknya saja menyamaratakan kemampuan yang harus dimiliki peserta didik. Untuk anak yang cara belajarnya cenderung visual dan auditori, belajar dengan duduk tenang, diam mendengarkan guru menjelaskan materi pembelajaran tidak akan pernah menjadi kendala bagi mereka. Tapi untuk anak yang dianugerahi Tuhan begitu aktif dengan bergerak kesana kemari (kinestetik), tentu saja gelar menjadi 'anak patuh' susah sekali mereka peroleh.
Diluar negeri, para pendidik lebih takut jika anak-anak tidak bisa mengantri dengan baik daripada tidak bisa membaca, menulis, bahkan berhitung. Soft skill dinomorsatukan disana. Sedangkan di Indonesia, anak TK saja sudah diajarkan baca, tulis, dan hitung. Padahal, sifat dasar anak-anak usia TK itu periang, aktif, dan energik. Bayangkan saja betapa tidak menyenangkannya bagi mereka, kalau saja mereka harus duduk diam mendengarkan guru yang sibuk mengajari mereka baca, tulis, dan hitung. Oleh karena itu, tidak heran jika seminggu, sebulan kemudian, anak-anak yang pertama masuk TK begitu periang, berubah menjadi pendiam, bahkan ada anak yang tidak mau pergi ke sekolah, karena bagi mereka, sekolah adalah sosok yang sangat menakutkan.
Beruntung sekali ada referensi dari praktisi pendidikan, Ayah Edy, yang menasehati kita untuk mendidik anak dengan ilmu dan cinta. Menganalisis gaya belajar anak adalah ilmu penting yang harus diketahui oleh para guru, bahkan orang tua. Karena setiap anak memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Ada yang visual, auditory, kinestetik, dll.
Mendidik dengan cinta itu harus. Mendidik itu bukan dengan marah-marah. Mendidik itu bukan dengan perkataan negatif. Mendidik itu bukan dengan rol panjang atau penghapus yang digunakan untuk merusak kuku anak didik.
Banyak guru menganggap bahwa tamparan, cubitan, pukulan, adalah cara terbaik dalam mendidik anak. Benarkah? Anak didik kita itu hewan atau manusia???
Aku pernah memukuli siswaku, aku pernah menghardik dan memarahi mereka. Tapi apa manfaatnya untukku? Tidak ada. Yang ada hanya emosi yang merusak sistem tubuh, merusak kewibawaan di depan anak-anak.
Sekolah impianku adalah sekolah yang tidak berfokus pada satu gaya belajar, tapi banyak. Multiple Intelegence, istilah ayah Edy. Sekolah impianku adalah sekolah yang hanya memiliki guru-guru favorit, tidak ada guru-guru killer disana. Karena itu aku ingin mendirikan TK, SD, SMP, SMA, bahkan Universitas yang mengajarkan bahwa mendidik itu harus dengan ilmu dan cinta, bukan berfokus pada angka-angka. Amiiin ya ALLAH :-D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H